tirto.id - Mi instan merupakan makanan praktis dan murah yang disukai banyak orang. Namun, konsumsi mi instan sebaiknya tidak terlalu sering karena dapat berdampak negatif pada kesehatan.
Berdasarkan rekomendasi para ahli, ada batas aman konsumsi mi instan yang sebaiknya diperhatikan. Selain itu, konsumen juga harus mempelajari daftar kandungan nutrisi mi instan yang akan dikonsumsi.
Kewaspadaan masyarakat terhadap konsumsi mi instan belakangan ini kembali meningkat. Hal ini menyusul temuan zat etilen oksida pada produk mi instan terkenal, yaitu Indomie Ayam Spesial pada produk yang diimpor ke Taiwan.
Dikutip dari Focus Taiwan, zat etilen oksida ditemuan selama pemeriksaan acak yang dilakukan oleh Divisi Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Taipei. Akibatnya, produk Indomie di Taiwan dipaksa ditarik dari pasaran.
Temuan cemaran etilen oksida pada produk mi instan sendiri sebelumnya juga pernah terjadi pada merek Indonesia lainnya, yaitu Mie Sedaap.
Pada 2022 lalu, Pemerintah Hong Kong dan Singapura menarik 4 varian produk Mie Sedaap dari pasaran karena terbukti mengandung zat etilen oksida.
Etilen oksida sendiri merupakan zat berbahaya yang dapat memicu kanker atau karsinogenik. Etilen oksida biasa ditemui pada produk industri, medis, hingga pestisida.
Batas Aman Konsumsi Mie Instan
Terlepas dari ada tidaknya kandungan etilen oksida, pada dasarnya mi instan tidak boleh dikonsumsi secara rutin dan terlalu sering.
Banyak ahli merekomendasikan batas aman konsumsi mi instan adalah tidak lebih dari satu kali selama seminggu.
Dikutip dari WebMD dalam penelitian terbaru ditemukan bahwa mereka yang makan mi instan lebih dari dua kali seminggu 68 persen lebih berisiko mengalami gangguan metabolik.
Sindrom metabolik yang terjadi setelah konsumsi mi instan diperkirakan terjadi karena kandungan natrium yang tinggi. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), orang dewasa hanya boleh mengonsumsi natrium tidak lebih dari 2.300 miligram (mg) sehari.
Namun, pada mi instan merek-merek populer kandungan natriumnya bisa mencapai 1.000 mg hingga 1.200 mg. Ini artinya dengan mengonsumsi mi instan, maka tubuh memenuhi separuh batasan aman dalam konsumsi natrium.
Natrium penyebab langsung peningkatan tekanan darah. Kondisi ini memicu masalah kesehatan serius, termasuk stroke dan penyakit jantung. Selain itu, natrium juga dikaitkan dengan pemicu obesitas hingga diabetes.
Gangguan metabolik lebih berisiko tinggi terjadi pada wanita. Selain itu, gangguan metabolik akibat konsumsi mi instan berlebihan juga bisa menyerang orang-orang yang banyak mengonsumsi makanan sehat maupun melakukan aktivitas fisik yang tinggi.
Oleh karena itu, anggapan bahwa konsumsi mi instan dengan tambahan sayur-sayuran menjadi aman tidak tepat. Faktanya, yang harus dilakukan adalah mengurangi konsumsi mi instan dalam makanan sehari-hari.
Daftar Kandungan Nutrisi Mie Instan
Setiap mi instan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda dan tercantum pada kemasan komposisi. Namun, secara umum kandungan nutrisi mi instan didominasi dengan karbohidrat, lemak, dan sodium.
Dikutip dari Healthline, pada produk mi instan populer kandungan nutrisi penting yang diperlukan tubuh seperti protein dan vitamin jumlahnya sangat sedikit.
Oleh karena itu, mi instan tidak bisa dijadikan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian. Berikut ini kandungan nutrisi mi instan goreng ukuran 85 gram yang biasa beredar di pasaran di Indonesia:
- Kalori: 380
- Karbohidrat: 54 gram
- Total lemak: 14 gram
- Gula: 8 gram
- Protein: 8 gram
- Serat: 0,9 gram
- Natrium: 1070 mg
Mengonsumsi mi instan sebagai makanan pokok hanya dapat mengenyangkan perut, tetapi dengan cara yang tidak sehat. Tidak sedikit kasus dimana individu mengalami malnutrisi karena hanya mengonsumsi mi instan dalam mayoritas dietnya.
Kondisi ini juga menjadi masalah di negara-negara berkembang di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Filipina, dan Malaysia.
Menurut UNICEF 40 persen balita di tiga negara tersebut kekurangan gizi akibat orang tua terlalu mempercayakan pangan anak-anak mereka pada mi instan dan makanan rendah nutrisi lainnya.
"Orang tua percaya bahwa mengisi perut anak mereka adalah hal yang paling penting. Mereka tidak terlalu memikirkan asupan protein, kalsium atau serat yang cukup," kata pakar kesehatan masyarakat di Indonesia Hasbullah Thabrany, seperti yang dikutip dari The Straits Times.
Editor: Yantina Debora