tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa segala aktivitas bisnis, termasuk impor Bahan Bakar Minyak (BBM), harus tunduk pada hukum Indonesia.
Ia juga menyinggung adanya dugaan praktik lobi-lobi yang melibatkan kader Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dalam upaya penambahan kuota impor BBM untuk SPBU swasta.
Mantan Ketua BPP Hipmi 2015-2019 ini mengingatkan agar para pengusaha tidak memanfaatkan kedekatan dengan dirinya untuk kepentingan lobi tersebut.
“Ada juga mungkin dari Kader Hipmi yang jadi perantara-perantara. Lobbyist. Main barang itu. ‘Tum begini tum, begini tum’. Udah lah, kelakuan begini aku sudah pernah lakukan. Jangan kalian pakai untuk diri saya,” katanya sambil bercanda di acara Hipmi-Danantara Business Forum 2025, di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Hipmi saat ini, ia menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang produksi penting dikuasai oleh negara.
Ia menegaskan bahwa kuota impor BBM diberikan sesuai regulasi, bukan tanpa aturan. Pemerintah, sambungnya, juga sudah memberikan kuota impor BBM bagi pihak pengelola SPBU swasta yang realisasinya sudah mencapai 110 persen.
"Ini (Indonesia) adalah negara hukum. Ada aturan. Bukan negara tanpa tuan," ujarnya.
"Jadi jangan menganggap negara ini tidak ada aturannya. Kalau ada yang merasa berusaha di negara ini tidak ada aturannya, monggo cari negara lain,” tambahnya.
Selain membahas soal BBM, Bahlil juga menyampaikan komitmennya dalam mendorong hilirisasi yang berkeadilan. Kebijakan ini, menurutnya, harus memberikan manfaat yang setara bagi pemerintah pusat, daerah, masyarakat, pengusaha besar, investor, dan UMKM.
Ia juga menjelaskan perubahan pendekatan dalam sistem perizinan Minerba, dari yang semula harus melalui tender menjadi pemberian prioritas.
Prioritas tersebut diberikan kepada tiga kelompok, yaitu UMKM, Koperasi, dan BUMD, dengan syarat harus berorientasi pada hilirisasi dan memberdayakan ekonomi daerah.
"Jadi kalau Akbar (Ketua Umum HIPMI) mau dapat, harus berpartner dengan UMKM contoh tambangnya di Kalimantan Timur. Harus ke Kalimantan Timur. Jangan ke Jakarta," jelas Bahlil.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































