Menuju konten utama

Bahlil Bantah Ada Kerja Paksa di Industri Nikel Indonesia

Bahlil Lahadalia menegaskan tak ada praktik kerja paksa terhadap warga negara Cina dalam industri nikel nasional.

Bahlil Bantah Ada Kerja Paksa di Industri Nikel Indonesia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia ditemui usai acara Kumparan Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Rabu (25/9/2024). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan tak ada praktik kerja paksa terhadap warga negara Cina dalam industri nikel nasional. Bahkan, nihilnya praktik kerja paksa telah dipastikannya sejak sebelumnya menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Nggak ada dong (praktik kerja paksa di industri nikel). Saya kan mantan Menteri Investasi, mana ada sih kerja paksa?” ujarnya, di sela-sela acara Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024, di Jakarta Selatan, Senin (7/10/2024) malam.

Selain itu, Bahlil juga menilai, klaim Departemen Ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) atau US Department of Labour (US DOL) terhadap praktik kerja paksa yang dialami oleh warga negara asing (WNA) asal Cina adalah hal tak berdasar dan belum terbukti kebenarannya. Bahkan, dia menilai pertanyaan terkait indikasi adanya praktik kerja paksa hanya akan membuat nama Indonesia di mata dunia tercoreng.

“Jangan pro asing kami. Harus memberitakan sesuatu yang fakta, jangan (menjadikan pertanyaan ini sebagai) persepsi negatif bagi bangsa kita. Nggak ada. Sayang-sayang negara kalian lah, kita kan punya nasionalisme,” tukas Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.

Sementara itu, sebelumnya US DOL telah menuduh Indonesia melakukan praktik kerja paksa dalam industri Pertambangan dan pengolahan nikel. Tudingan tersebut didasarkan pada Laporan 2024 List of Goods Produced by Child Labour, yang mengungkap adanya praktik kerja paksa di wilayah-wilayah tambang yang dikuasai investor Cina, yaitu di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

“Pekerja secara teratur mengalami penyitaan paspor oleh pemberi kerja dan mengalami pemotongan upah secara sewenang-wenang, serta kekerasan fisik dan verbal sebagai bentuk hukuman,” tulis Laporan tersebut, dikutip Selasa (8/9/2024).

Selain itu, para pekerja asal Cina tersebut juga mengalami pembatasan pergerakan, isolasi, pengawasan secara terus-menerus, hingga kerja lembur paksa.

Senada dengan Bahlil, Direktur Eksekutif Asosiasi Penambang Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, juga memastikan tak ada praktik kerja paksa yang dilakukan anggotanya. Sebaliknya, dia memastikan dalam kerja industri nikel, anggotanya telah memasukkan aspek hak asasi manusia (HAM) dalam Perjanjian Kerja Bersama dengan para pekerja yang mereka rekrut.

“Hal yang dituduhkan tersebut tidak ada di anggota kami. Tidak sepantasnya laporan tersebut menjadi generalisasi praktik yang dituduhkan terjadi di industri nikel di Indonesia,” tegas Hendra, dalam keterangan yang diterima Tirto.

Baca juga artikel terkait NIKEL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang