Menuju konten utama

Prabowo Mesti Serius Mewujudkan Komitmennya Memberantas Korupsi

Pasalnya, isu korupsi masih menjadi kekhawatiran utama di benak sebagian masyarakat.

Prabowo Mesti Serius Mewujudkan Komitmennya Memberantas Korupsi
Presiden Joko Widodo bersama Prabowo Subianto di IKN Penajam Paser Utara. . foto/Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden

tirto.id - Isu korupsi dan penyalahgunaan anggaranmasih menjadi kekhawatiran utama sebagian masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang pun diharapkan punya nyali dalam pemberantasan korupsi. Hal itu terpotret dalam laporan anyar Survei Nasional Kawula 17 bertajuk “Ekspektasi Pemerintahan Prabowo Subianto”.

Survei tersebut dilakukan pada 19-23 September 2024 menggunakan metode computer-assisted self interviewing (CASI) dan menjaring responden berusia 17 sampai 44 tahun. Jumlah respondennya sebanyak 425 orang yang berasal dari beragam wilayah di Indonesia.

Korupsi dan penyalahgunaan dana masih menjadi kekhawatiran utama bagi sebagian masyarakat,” demikian salah satu kesimpulan hasil survei tersebut, dikutip Tirto, Senin (7/10/2024).

Survei Kawula 17 mendapati bahwa sebagian masyarakat merasa tidak yakin Prabowo dapat memenuhi janji-janjinya. Sebagaimana disebut sebelumnya, kekhawatiran terbesar masyarakat adalah di isu korupsi dan penyalahgunaan dana (49 persen). Kekhawatiran berikutnya adalah konflik kepentingan partai politik pendukung pemerintah (31 persen).

Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, menilai ketakutan masyarakat tersebut cukup beralasan. Pasalnya, perilaku korupsi memang masih merajalela saat ini. Terlebih, KPK saat ini ternyata belum bertaji dalam memberantas korupsi.

Ini dibuktikan dengan kepercayaan kepada KPK yang,alih-alih berada di atas, di beberapa survei level KPK [dalam pemberantasan korupsi] justru di bawah lembaga penegak hukum lainnya," ujar Yudi kepada Tirto, Senin (7/10/2024).

Kemudian, jika melihat skor Corruption Perception Index (CPI) 2023, skor Indonesia masih stagnan di angka 34. Sebagai informasi, skor CPI tersebut menggunakan skala 1-100, di mana semakin tinggi skor, semakin bersih pula suatu negara dari korupsi. Sebaliknya, skor yang semakin rendah menunjukkan semakin korupnya suatu negara.

Itu adalah ukuran paling objektif saat ini yang dipercaya,” imbuh Yudi.

Menurut Yudi, itulah validasi atas tingginya tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap korupsi yang terpotret dalam survei Kawula 17 itu. Inilah tantangan yang mesti dijawab oleh pemerintahan Prabowo ke depan. Terlebih, Prabowo punya banyak program kerja prioritas yang menelan total anggaransebesar Rp121 triliun.

Untuk diketahui, Prabowo mencanangkan tujuh program prioritas yang diberi nama quick win atau Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Program-program yang menjadi andalan di tahun pertamanya itu, masuk di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dengan total anggaran Rp121 triliun.

Tujuh program prioritas tersebut di antaranya adalah makan bergizi gratis (MBG), pemeriksaan kesehatan gratis, pembangunan rumah sakit (RS) lengkap berkualitas di daerah, penuntasan TBC, renovasi sekolah, program sekolah unggulan terintegrasi, dan lumbung pangan nasional.

“Saat ini, masyarakat masih belum percaya aparatur bisa benar-benar bersih terkait dengan pengelolaan dana proyek tersebut,” imbuh Yudi.

Program Unggulan Malah jadi Celah Korupsi?

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Agus Sarwono, justru melihat program quick win Presiden RI Terpilih tersebut mempunyai risiko korupsi yang sangat tinggi. Pengadaan untuk program MBG, misalnya, mempunyai risiko korupsi yang sangat tinggi.

Pun pengadaannya dilakukan melalui sistem digitalisasi pengadaan, tidak serta-merta mengurangi risiko korupsi itu sendiri,” kata Agus kepada Tirto, Senin (7/10/2024).

Menurut Agus, risiko lain yang juga dapat diendus dari program MBG itu adalah potensi konflik kepentingan dalam proses pengadaannya. Itu belum lagi memperhitungkan anggaran program pemberantasan stuntingyang justru lebih banyak digunakan untuk agenda rapat di hotel-hotel mewah dan perjalanan dinas.

Jadi, problem korupsi pada prinsipnya bisa terjadi di manapun dan kapanpun, bukan tidak mungkin di kepemimpinan Presiden Terpilih,” ujar Agus.

Agus melihat problem korupsi di Indonesia masih bertitik di sektor korupsi politik dan konflik kepentingan. Kedua sektor itu pun belum banyak disentuh dalam agenda pencegahan korupsi. Jika ingin mengurangi praktik korupsi, seharusnya pemerintahan baru ke depan harus menyasar aspek tersebut.

Maka sudah sepatutnya, program-program pemerintahan baru perlu menyusun risiko korupsi di tujuh program penting mereka,” kata dia.

Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan bahwa sejauh ini memang belum terlihat tanda-tanda situasi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi akan membaik. Pasalnya, dalam visi dan misi Prabowo-Gibran, tidak ada program pemberantasan korupsi yang tegas dan keras.

Saya melihat, misalnya, KPK dalam visi-misi Presiden Terpilih digunakan sebagai fungsi pencegahan preventif. Apakah preventif saja akan efektif? Saya katakan tidak,” ujar Zaenur kepada Tirto, Senin (7/10/2024).

Padahal, lanjut Zaenur, pencegahan dan penindakan terhadap perilaku korup harus dilakukan dengan beriringan. Menurutnya, pencegahan terbaik adalah penindakan keras yang diikuti dengan perbaikan sistem. Tanpa ada penindakan yang tegas, tidak akan ada efek kejut bagi pelaku koruptor.

Tanpa ada shock therapy, tidak akan ada orang yang kemudian berubah atau institusi mau berubah. Sejauh ini, saya tidak melihat rencana yang jelas [terkait pemberantasan korupsi] dari pemerintahan baru,” kata Zaenur.

Lebih lanjut, Zaenur mengatakan bahwa di dalam visi-misi Prabowo juga tidak ada janji untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Tentu saja, itu juga menjadi tanda tanya terkait komitmen Prabowo-Gibran dalam soal pemberantasan korupsi.

Bahkan, kata Zaenur, tidak ada janji untuk mengembalikan independensi KPK sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Artinya, pemerintahan ke depan belum menunjukkan adanya tanda-tanda untuk memperkuat lembaga antikorupsi yang bersifat independen.

Rekomendasi Penguatan Kebijakan Antikorupsi

Oleh karena itu, Zaenur merekomendasikan beberapa hal dalam upaya penguatan upayapemberantasan korupsi. Rekomendasi pertama, pemerintahan Prabowo harus menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.

Dalam hal ini, Prabowo bisa sekadar menyisipkan pesan-pesan antikorupsi dalam pidato-pidato belaka.

Yang pertama, kembalikan independensi KPK sebagai instrumen pemberantasan korupsi,” ujar Zaenur.

Rekomendasi kedua adalah menerbitkan kebijakan atau regulasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, seperti mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Tipikor.

Rekomendasi ketiga adalah melakukan reformasi institusi penegakan hukum.

Selama institusinya, yaitu Polri dan Kejaksaan, masih seperti sekarang—korupsi dan menjadi alat politik, mau sampai kapan pun Indonesia akan susah untuk bisa menjadi negara yang bersih dari korupsi,” ujar Zaenur.

Sementara itu, Yudi Purnomo mengatakan bahwa pemerintahan mendatang perlu bergerak cepat dalam pemberantasan korupsi. Hal penting yang pertama mesti dilakukan adalah mengutamakan syarat integritas tinggi, rekam jejak bersih, dan antikorupsi dalam perekrutan menteri, kepala badan, dan jabatan eksekutif lain.

Pasalnya, jika Prabowo salah memilih pembantunya, kerja-kerjanya sebagai Presiden RI jelas akan terhambat. Masyarakat pun, kata Yudi, pasti menanti tujuh program unggulan Prabowo segera terlaksana.

Peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Putu Rusta Adijaya, mengamini bahwa siapa pun yang dipilih Prabowo menjadi menterinya harus dapat memprioritaskan perbaikan kualitas institusi yang dipimpinnya.

Hal ini harus jadi prioritas dan perbaikannya harus menyeluruh, serta diikuti komitmen tiap individu di pemerintahan dan ketegasan dalam penegakan hukum,” tegas Putu dalam keterangan resminya di Jakarta (7/10/2024).

Putu menambahkan bahwa institusi yang berkualitas adalah institusi yang menggunakan kekuasaan politik untuk merancang lembaga ekonomi dan terkait lainnya yang transparan, akuntabel, dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Kekuasaan politik ini harus menciptakan lembaga ekonomi dan lainnya yang transparan, akuntabel, ada partisipasi bermakna karena lensanya harus masyarakat secara keseluruhan, bukan para elit dan kepentingan tertentu,” terangnya.

Jangan sampai kekuasaan politik yang dimiliki dan digunakan oleh menteri dan pemimpin lembaga nanti malah menciptakan extractive institutions, suatu istilah yang merujuk pada lembaga yang tidak memiliki supremasi hukum dan menguntungkan diri mereka sendiri,” sambung Putu.

Di sisi lain, Prabowo sendiri sempat menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Dikutip dari Antara, salah satu hal yang dijanjikannya untuk menunjukkan komitmen itu adalah penyediaan anggaran khusus bagi aparat penegak hukum untuk memburu dan menangkap para pelaku tindak pidana korupsi.

Pernyataan Prabowo itu pun disambut baik oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto. Pernyataan Prabowo diharapkan sebagai bentuk keseriusan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bebas korupsi.

Merespons pernyataan Prabowo itu, Tessa mengatakan bahwa KPK akan tetap menjaga independensinya dan tidak akan pandang bulu dalam pemberantasan korupsi. Dia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal kerja KPK dalam pemberantasan korupsi dan selalu terbuka untuk saran dan kritik.

Baca juga artikel terkait PEMBERANTASAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi