tirto.id - Pada 217 M, Macrinus, panglima pasukan Praetorian, memimpin plot untuk melengserkan Caracalla. Sang Kaisar kemudian terbunuh dan Macrinus menjadi penguasa yang baru.
Garda Praetorian mulanya adalah pasukan elit yang dibentuk di Romawi era Republik (6 SM) sebagai pengawal pribadi panglima perang. Praetorian berasal dari kata "praetorium" (tenda panglima). Ketika Republik bubar dan digantikan oleh model kekaisaran, Kaisar Augustus mendapuk pasukan ini sebagai pengawal pribadi dan keluarganya pada 27 M. Sejak saat itu, perannya semakin kuat karena Praetorian dekat sekali dengan kekuasaan.
Kedekatan tersebut membuat Praetorian kian akrab dengan dunia politik, bahkan kerap terlibat dalam intrik-intrik istana. Praetorian kemudian menjelma sebagai kekuatan politik tersendiri dan menjadi faktor kunci dalam plot yang menggulingkan kekuasaan kaisar. Kaisar Caligula yang terkenal ganas itu berhasil dibunuh pasukan Praetorian yang bersekongkol dengan Claudius pada 41 M. Sebagai imbalan, Claudius lantas menambah gaji mereka berkali lipat.
Baca juga:
Panglima TNI Tak Berhak Menyerbu Polri
Pernyataan Gatot Nurmantyo Langgar Undang-undang
Polri Klaim Tak Miliki Senjata Penghancur Tank
Dengan posisi tawar yang makin tinggi sejak berhasil membunuh Caligula, kekuatan Praetorian sebenarnya makin ditakuti para penguasa Romawi. Pada tahun-tahun berikutnya, pasukan ini malah berubah menjadi ancaman nyata bagi para kaisar. Jika ingin kekuasaannya aman, seorang kaisar mesti membangun kesepakatan-kesepakatan politik dengan Praetorian; termasuk di dalamnya tawar-menawar soal gaji dan privelese yang mesti diberikan.
Karena dominannya peran politik kaum militer dalam Kekaisaran Romawi, istilah Praetorian kemudian digunakan untuk menyebut negara modern yang tetap mempertahankan kekuasaan politik tentara.
Indonesia memang sudah tidak lagi menyandang gelar negara Praetorian. Sembilan belas tahun silam, Praetorianisme ala Orde Baru telah diruntuhkan seiring dengan semangat menegakkan kembali supremasi sipil. Namun, warisan militerisme Orde Baru yang dibangun tiga dekade tidak bisa begitu saja dihilangkan dalam waktu yang pendek.
Meski sudah tersingkir secara formal dari panggung politik selama hampir dua dasawarsa, kaum militer seakan-akan masih belum rela minggir. Dalam pandangan mereka, pemerintahan sipil tidak cakap mengelola negara dan karena itu mereka mesti turun tangan.
Sesungguhnya, pandangan macam itu merupakan paradigma lama yang bertahan sejak zaman Revolusi dan Demokrasi Parlementer ketika hubungan politisi sipil dan kaum militer diliputi saling kecurigaan. Tapi dalam negara demokrasi, pandangan itu terasa tua.
Baca juga: Tentang Pasokan Ribuan Senjata dari Cina pada 1965
Lalu muncullah Gatot Nurmantyo. Paling tidak sejak tahun lalu, jenderal kelahiran Tegal ini mulai memperlihatkan geliat yang lain. Ia memanaskan situasi politik dengan pernyataan-pernyataan kontroversial.
Yang terbaru, misalnya, ia merasa tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. Ia juga akan “menggerebek” Polri jika berani membeli senjata anti-tank. Sesuatu yang berada di luar kewenangannya karena hanya presidenlah yang berhak mengerahkan kekuatan pasukan TNI.
Baru-baru ini, sembari menghembuskan isu lawas soal kebangkitan PKI, Gatot memerintahkan jajaran TNI dan masyarakat untuk menonton film Pengkhianatan G30S/PKI yang kontroversial dan memiliki banyak cacat historis itu. Alasannya klise: agar masyarakat tidak lupa sejarah dan mewaspadai kebangkitan komunis.
Baca juga:
Teka-teki Isu Impor Ilegal 5000 Senjata
Bantahan Wiranto soal Hoax Impor Ilegal 5000 Senjata
Panglima TNI: Seribu Persen soal Senjata Itu Kata Saya
PKI memang mudah dijadikan barang jualan murah bagi siapa saja untuk melakukan konsolidasi politik. Apalagi, pemerintahan Jokowi dituding lawan-lawan politiknya sebagai pemerintahan pro-PKI.
Dalam pertemuan dengan para purnawirawan di Mabes TNI (22/9), Gatot mengungkapkan—berdasarkan laporan intelijen yang diklaimnya “akurat”—ada pihak di luar TNI yang akan membeli 5000 pucuk senjata api dengan mencatut nama presiden. Rekaman pertemuan tersebut, yang kemudian beredar luas, juga memperdengarkan dengan jelas suara Gatot bahwa para pelanggar yang membeli senjata itu akan dibuat “merintih, bukan hanya menangis".
Bernada Praetorian, kah?
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Zen RS