Menuju konten utama

Politikus Demokrat: Panglima TNI Tak Berhak "Menyerbu" Polri

"Pemesanan 5.000 senjata serbu oleh badan intelijen, bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya,” kata Rachland.

Politikus Demokrat: Panglima TNI Tak Berhak
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik mengkritik pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, pada Jumat (22/9/2017) yang menyatakan apabila polisi memiliki kendaraan penembak seperti tank atau senjata untuk menembak pesawat dan kapal, ia akan “menyerbu” kepolisian.

Rachland menilai, seorang Panglima TNI yang tidak memiliki pandangan politik tertentu seharusnya tidak bisa mengancam untuk berbuat hal demikian. Hal ini diungkapnya Rachland melalui keterangan tertulisnya, pada Minggu (24/9/2017).

Politisi Partai Demokrat ini menyebut, kebijakan politik seperti menggerakkan institusi hanya bisa dimiliki oleh pengelola otoritas negara yang dipilih dalam pemilu yang demokratis. Sedangkan Panglima TNI yang diangkat oleh Presiden dianggap tidak punya kekuasaan untuk mengambil kebijakan, melainkan hanya menjalankan dan mengelola operasi.

“Panglima TNI Gatot Nurmantyo melampaui kewenangan dan melanggar Undang-Undang saat dia mengancam akan ‘menyerbu’ BIN dan Polisi,” tulis Rachland.

Rachland menilai, Panglima TNI seharusnya sadar dan patuh bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI bukan kewenangannya, tetapi menjadi kewenangan Presiden atas persetujuan DPR. “Politik TNI harus selamanya politik negara, bukan politik Panglima TNI,” kata Rachland.

Politisi Partai Demokrat ini menambahkan bahwa kekuasaan Panglima TNI untuk mengerahkan pasukan untuk penyerbuan sudah pernah diatur dalam Pasal 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI pada tahun 2000.

Pasal 19 berisikan tentang kewenangan Panglima TNI untuk mengerahkan kekuatan angkatan perang ‘dalam keadaan terdesak’ asal melaporkan kepada Presiden dalam waktu paling lama 1x24 jam. Namun, Pasal tersebut akhirnya digugurkan karena TNI harus tetap berada di bawah Presiden.

Hal tersebut sudah dikukuhkan melalui perdebatan panjang di DPR dengan jajaran pimpinan TNI. Keputusan akhir UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu akhirnya menghasilkan bahwa dalam Pasal 19, tanggung jawab penggunaan TNI adalah pada Panglima TNI, tetapi Panglima bertanggung jawab kepada Presiden.

“Bagi kelangsungan demokrasi, kita semua cukup waras untuk memahami. Pemesanan 5.000 senjata serbu oleh badan intelijen, bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya,” kata Rachland.

Baca juga: Komisi III Meragukan Akurasi Pernyataan Panglima TNI

Baca juga artikel terkait SENJATA ILEGAL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz