Menuju konten utama

Komisi III Meragukan Akurasi Pernyataan Panglima TNI

Anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyangsikan kebenaran pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya lembaga negara yang membeli 5000 pucuk senjata ilegal. 

Komisi III Meragukan Akurasi Pernyataan Panglima TNI
(Ilustrasi) Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan) dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kiri) berbincang saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR, Jakarta, Selasa (25/7/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad meragukan akurasi pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai rencana pembelian 5000 pucuk senjata api oleh institusi negara secara ilegal.

Gatot belum mengonfirmasi pernyataannya dalam acara silaturahmi bersama para purnawirawan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta itu. Tapi, pernyataannya itu sudah terlanjur menyebar ke media. Rekamannya suara pernyataannya juga tersiar di internet, seperti melalui laman Youtube.

Menurut Sufmi, Gatot perlu memberi penjelasan ke publik agar menjernihkan persoalan. Dia menjelaskan selama ini institusi yang berwenang membeli senjata sudah jelas diatur undang-undang.

Wakil Ketua Partai Gerindra itu mencontohkan lembaga negara, yang berhak membeli senjata, ialah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), TNI dan Polri. Semua lembaga itu selalu mencantumkan anggaran untuk pembelian senjata dan jumlahnya pada RAPBN dan APBN.

Atas dasar itu, Sufmi menyangsikan adanya pembelian senjata yang berlangsung tanpa sepengetahuan Komisi III, tapi dengan pencatutan nama Presiden Jokowi. Menurut dia, empat lembaga negara itu juga tidak memiliki peluang melipatgandakan jumlah pembelian senjata di luar perencanaan APBN.

Sufmi memberi contoh, Polri sudah meminta persetujuan DPR untuk melakukan pembelian senjata dari PT Pindad. Sejauh ini Polri berencana membeli 5.000 pucuk senjata api dari PT Pindad. Polri juga berencana mengimpor 10.000 senjata dari luar negeri. Menurut Sufmi, rencana Polri ini sebenarnya hal yang wajar.

Untuk BNN (Badan Narkotika Nasional), meski tidak menyebut jumlahnya, Sufmi menilai lembaga ini tidak berencana membeli senjata baru dalam jumlah besar. Bila memang BNN akan membeli terlalu banyak senjata, Sufmi menegaskan, DPR pasti akan mengevaluasinya dalam proses pembahasan rencana itu.

“Penambahan itu harus ada persetujuan di APBN atau kalau mereka mau coba alokasikan itu harus dengan persetujuan mitra kerja, BNN harus minta (izin) ke komisi III DPR,” kata Sufmi.

Sufmi menambahkan Badan Intelijen Negara (BIN) juga tidak mungkin membuat permintaan senjata dengan jumlah 5000 pucuk. Di bidang intelijen, tidak ada kepentingan dari BIN untuk mengimpor senjata dengan jumlah besar itu.

Di APBN 2017, menurut dia, BIN hanya berencana membeli 400 pucuk senjata api baru. “Jika mengacu pada tugas dan wewenang tersebut, sepertinya sudah jelas bahwa yang dimaksud Panglima TNI bukan BIN,” kata Sufmi.

Panglima TNI Harus Ungkap Institusi Pembeli 5 Ribu Senjata

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanudin juga mendesak Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membeberkan nama institusi yang berencana membeli 5000 pucuk senjata api secara ilegal.

Menurut Hasanudin, penjelasan mengenai nama institusi, yang disebut oleh Gatot, telah mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk mengimpor senjata ilegal, itu penting agar informasi ini tidak malah membingungkan publik.

Politikus PDIP tersebut berpendapat 5.000 pucuk senjata api setara dengan dengan perlengkapan untuk 4-5 batalyon tempur di Indonesia. Dia berharap, Gatot segera mengungkap nama institusi itu agar Komisi I DPR RI, yang menangani bidang pertahanan, bisa segera bertindak.

“Kami belum tahu, siapa pembelinya? Apa benar mereka mengatasnamakan Pak Jokowi? Kami tunggu dulu klarifikasinya (dari Panglima TNI),” kata Hasanudin melalui siaran persnya yang diterima oleh Tirto pada Minggu (24/9/2017).

Menurut dia, Komisi I DPR RI memang belum merencanakan menggelar rapat untuk membahas kabar ini karena sedang melakukan kunjungan kerja. Namun, dia berharap Panglima Gatot segera memberikan penjelasan ke publik mengenai pernyataannya soal pembelian 5 ribu senjata ilegal di acara silaturahmi bersama sejumlah purnawirawan TNI pada Jumat (22/9/2017) tersebut.

“Bisa jadi, informasi yang disampaikan Panglima TNI itu akurat. Tapi, sebaiknya hal itu langsung dikoordinasikan saja dengan aparat keamanan dan institusi lainnya yang terkait dengan masalah keamanan negara,” ujar Hasanudin.

Dia menilai informasi dari Panglima TNI itu perlu dicek kebenarannya dahulu. Klarifikasi ke para pihak yang terkait dengan isu ini harus segera dilakukan Panglima TNI ke lembaga negara lain.

"Sebaiknya dikoordinasikan dulu dan di-crosscheck dengan aparat lain seperti Menhan, Kapolri, Kepala BIN, dan Menkopolhukam," kata dia.

Baca juga artikel terkait PANGLIMA TNI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom