Menuju konten utama

Jalan Berliku Menuntut Keadilan Korban Penembakan oleh Polisi

Kejanggalan pengungkapan kasus kematian Gamma sudah terjadi sejak awal. Bagaimana detailnya?

Jalan Berliku Menuntut Keadilan Korban Penembakan oleh Polisi
Peserta meletakkan foto GRO (17) korban penembakan polisi dan sejumlah lilin saat aksi solidaritas atas kasus polisi tembak pelajar di depan SMK N 4 Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/11/2024). ANTARA FOTO/Aji Styawan/YU

tirto.id - Kesedihan masih menyelimuti keluarga almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy. Siswa SMK berusia 17 tahun itu tewas akibat ditembak Robig Zaenudin, anggota kepolisian Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari.

“Sampai sekarang keluarga masih sedih, kecewa, marah,” kata kakek ipar korban yang juga juru bicara keluarga, Subambang, melalui sambungan telepon, Jumat (27/12/2024).

Keluarga tidak menyangka Gamma yang baru bersekolah kelas sebelas di SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah, pergi secepat ini.

Saat ditemui awal bulan ini, Andi Prabowo, ayah kandung Gamma, tak mampu menyembunyikan kesedihan. Matanya berkaca-kaca saat menceritakan momen-momen terakhir bersama buah hatinya.

Sebenarnya, kata Andi, Gamma terbilang anak pendiam yang jarang keluar rumah. Baru sejak Agustus, Gamma rutin izin keluar malam 3 hari dalam sepekan untuk mengikuti latihan silat.

Pada Sabtu (23/11/2204) malam sebelum kejadian penembakan, Gamma seperti biasa, pamit berangkat latihan. Janjinya juga sama, akan pulang sekitar pukul 22.00 WIB.

“Memang biasanya pulang jam 22.00 WIB. Paling malam ya jam 23.00 WIB,” ucap Andi.

Namun, malam itu tak seperti biasa. Sampai penghujung hari, Gamma tak kunjung pulang dan tak ada kabar. Teleponnya pun tidak bisa dihubungi sehingga membuat keluarga dirundung cemas.

Kecemasan pecah saat keluarga mendapat kabar bahwa Gamma sudah meninggal dan jenazahnya berada di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Menuntut Keadilan Korban Penembakan Polisi di Semarang

Andi Prabowo, Zainal Petir, dan Subambang (dari kiri) usai memantau putusan sidang etik di Mapolda Jateng, Senin (9/12/2024). tirto.id/Baihaqi Annizar

Janggal Sejak Awal

Kejanggalan pengungkapan kasus kematian Gamma sudah terjadi sejak awal. Menurut polisi, Gamma meninggal pada Minggu (24/11/2024) sekitar pukul 01.00 WIB, tetapi keluarga baru diberitahu pukul 12.00 WIB. Keluarga memepertanyakan mengapa jeda waktunya lama.

Polrestabes Semarang beralasan membutuhkan proses mengidentifikasi jenazah lantaran saat dibawa ke rumah sakit tidak ditemukan kartu identitas. Identitas Gamma baru diketahui setelah pengecekan sidik jari keluar.

Padahal, keluarga meyakini Gamma pergi mengantongi KTP. Menurut ayahnya, Gamma yang berusia 17 tahun itu baru saja mendapat KTP dan ayahnya pernah berpesan agar identitas tersebut selalu dibawa ke mana pun.

“Setelah KTP jadi, saya meminta anak saya untuk memasukkan KTP itu ke dompet dan memasukkan ke tas. Jadi setahu saya, KTP anak saya di dalam tas," ujar Andi.

Keluarga sudah mencari keberadaan KTP di rumah, tetapi tidak ketemu. Sementara dompet dan tas Gamma yang diduga berisi KTP sampai saat ini masih dijadikan sebagai barang bukti di kepolisian. Sehingga, keluarga meyakini polisi sebenarnya sudah mengetahui identitas plus kediaman Gamma sejak Minggu pagi.

Keyakinan itu diperkuat adanya informasi dari warga sekitar yang memberitahu pada Minggu pagi ada orang yang diduga polisi tanpa seragam menanyakan rumah Gamma dan ditunjukkan oleh warga.

Menurut informasi, menjelang siang pada hari yang zama ada yang datang lagi, tetapi saat ditanya warga, orang yang diduga polisi tersebut tidak memberi tahu alasan mengapa mencari rumah Gamma.

Keluarga kecewa polisi terkesan mengulur-ulur waktu memberi tahu kabar kematian Gamma.

Seiring berjalannya waktu, kekecewaan bahkan bercampur kemarahan usai mengetahui serangkaian kejanggalan yang diungkap kepolisian dalam proses penananganan kasus kematian Gamma.

Kombes Pol Irwan Anwar

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar menjelaskan kronologi kejadian penembakan siswa SMK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/12/2024). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Bantah Dituduh Gangster

Sudah jatuh tertimpa tangga; gamma yang tewas dengan luka tembak masih dibebani tuduhan negatif. Gamma disebut merupakan anggota gangster atau kreak yang sesaat sebelum ditembak hendak/sedang tawuran.

Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, mengeklaim, Robig Zainudin terpaksa menembak Gamma dan dua korban lain (keduanya selamat) karena ia mendapat serangan saat berupaya membubarkan tawuran antargangster.

Bahkan polisi menuding Gamma merupakan biang kerok pemilik sebilah celurit sepanjang sekitar semeter. Kata polisi, senjata tajam tersebut digunakan Gamma dan kelompoknya untuk tawuran. Keluarga tidak terima Gamma dituduh gangster.

“Kami sangat menyayangkan kenapa secepat itu menjustifikasi anak-anak sebagai gangster,” kritik Subambang, jubir keluarga Gamma.

Tuduhan gangter dinilai melukai keluarga korban. Alih-alih ditopang bukti kuat, tuduhan itu justru bertolak belakang dengan citra korban yang selama ini dikenal berprestasi. Korban merupakan anggota Pasibraka yang kerap juara dan bercita-cita sebagai TNI.

“Secara keseharian, almarhum rajin, sering di rumah, keluar rumahnya, ya, pas latihan seperti kejadian malam itu. Jadi kalau dibilang gangster itu sangat jauh dari fakta,” kata Subambang.

Menurut dia, keluarga Gamma saat ini memiliki dua pengharapan. Pertama berharap Kapolrestabes Semarang meralat pernyataannya secara terbuka untuk mengembalikan nama baik Gamma.

“Kami harap tuduhan gangster itu dicabut kembali secara terbuka. Karena itu sangat menyakitkan,” kata dia.

Kedua, keluarga berharap tidak ada lagi intervensi terhadap anak-anak yang menjadi saksi dalam penanganan rangkaian kasus ini--sebelumnya keluarga mengendus adanya intervensi terhadap saksi korban selamat.

“Jangan ada lagi intervensi, agar proses peradilan bisa on the track sebagaimana semestinya. Agar terungkap keadilan yang seadil-adinya," tegas Subambang.

Sidang kode etik kasus penembakan siswa di Semarang

Terduga pelaku penembakan siswa SMK Aipda Robig Zainudin (tengah) digiring petugas memasuki ruang sidang kode etik kasus tersebut di Mapolda Polda Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/12/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.

Pelaku Dipecat dan Jadi Tersangka

Polisi pelaku penembak Gamma, Robig Zaenudin, telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat oleh Majelis Komite Kode Etik Polri (KKEP) Polda Jawa Tengah pada Senin (9/12/2024).

Putusan terebut belum berkekuatan hukum lantaran Robig tidak terima. Robig melalui kuasa hukumnya telah menyatakan mengajukan memori banding.

Selain etik, proses pidananya juga tengah berjalan. Penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah menetapkan Robig sebagai tersangka kasus penembakan yang menewaskan Gamma. Robig disangka Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Kabid Humas Polda, Kombes Pol Artanto, mengatakan, penanganan kasus ini masih tahap penyerahan barang bukti dari penyidik kepada jaksa penuntut umum Kejati Jawa Tengah untuk diteliti.

“Saat ini penyidik menunggu hasil penelitian dari JPU terhadap berkas perkara yang dikirimkan,” jelas Artanto di kantornya, Selasa (24/12/2024).

Subambang mewakili keluarga Gamma mengapresiasi pemecatan dan penetapan tersangka Robig. Meskipun harapannya kasus penembakan ini segera disidangkan, tetapi ia menghargai proses hukum yang sedang berjalan.

Dalam rangkaian kasus tewasnya Gamma ini, Polda Jawa Tengah fokus mengusut dugaan penembakan oleh tersangka.

Sisi lain, Polrestabes Semarang tengah mengusut kasus tawurannya. Sebab, dari awal Polrestabes memang keukeuh menyebut Gamma ditembak polisi saat ia selaku gangster sedang tawuran di wilayah Semarang Barat.

Desakan Copot Kapolrestabes

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyatakan sanksi pemecatan dan penetapan tersangka Robig belumlah cukup. Institusi kepolisian dinilai perlu berbenah dan kinerja Kapolrestabes Semarang perlu dievaluasi.

Hal tersebut diungkapkan Zainal Abidin Petir yang juga kuasa hukum keluarga Gamma. Petir menyebut Kapolrestabes Kombes Pol Irwan Anwar harus ikut bertanggung jawab dalam kasus ini.

Sejak awal Kapolrestabes berupaya membuat narasi yang justru mengaburkan fakta. Antara lain pernyataannya tentang tersangka menembak karena diserang saat membubarkan gangster tawuran.

Pernyataan Kapolrestabes bertolak belakang dengan kesaksian AD korban penembakan yang selamat. Siswa SMKN 4 Semarang ini terserempet peluru pada dada, tetapi luka fisiknya tidak terlalu parah dan sudah berangsur sembuh.

AD bercerita, pada malam kejadian ia sedang mengendarai sepeda motor bareng teman-temannya, termasuk Gamma. Ketika melintasi Jalan Candi Penataran Raya Kota Semarang, ia kaget lantaran ada polisi berhenti di tengah jalan.

Polisi yang kelak diakui Polrestabes Semarang merupakan Robig tersebut, kata AD, tiba-tiba berhenti sembari menodongkan pistol. Ia pun berusaha menghindar meskipun pada akhirnya tetap terkena tembakan.

“Ya, kaget itu, langsung nodong kok,” cerita AD saat ditemui kontributor Tirto dan awak media di sekolahnya, Senin (9/12/2024).

Dia mengaskan bukan gangster dan tidak sedang tawuran.

Kesaksian AD selaras dengan bukti rekaman CCTV di lokasi kejadian. Rekaman tidak memperlihatkan adanya tanda-tanda tawuran, yang ada hanya merekam aksi Robig melesatkan tembakan dari jarak dekat ke pengendara motor yang melintas.

Sisi lain, Kabid Propam Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Aris Supriyono, memberi kesimpulan berbeda. Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI pada Selasa (3/12/2024), ia menyebut Robig melepaskan tembakan bukan untuk membubarkan tawuran.

“Penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi,” ujar Kombes Aris.

RDP Komisi III DPR dengan Kapolrestabes Semarang

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.

Meksipun berbeda, Kapolrestabes Semarang sampai hari ini belum meralat pernyataannya. Zainal Petir mengancam jika Kombes Irwan Anwar tak kunjung dicopot dari jabatannya, maka ia akan melapor ke Divisi Propam Mabes Polri.

“Kami akan melapor kaitan dengan ketidakprofesionalan Kapolrestabe dalam penanganan meninggalnya almarhum Gamma," tegasnya, Kamis (26/12/2024).

Pakar kepolisian dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Andy Suryadi, menilai wajar muncul desakan agar Kombes Irwan Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Kapolrestabes Semarang.

"Soal tuntutan agar Kombes Irwan Anwar dicopot karena dianggap menutup-nutupi kasus tersebut memang wajar, ya," ujar Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) Indonesia itu, Kamis (26/12/2024).

Saat awal kasus ini bergulir, Kombes Irwan langsung cenderung membela anggotanya dan justru melabeli korban yang sudah meninggal sebagai gangster pelaku tawuran.

Desakan pencopotan Kapolrestabes semakin wajar mengingat beberapa pernyataan Kombes Irwan di kemudian hari terbukti terbantahkan, utamanya terkait dengan motif penembakan.

Menurut pengajar sejarah militer dan kepolisian ini, sidang etik merupakan arena yang tepat untuk membuat keputusan terhadap posisi Kapolrestabes. Sidang etik bisa digelar tanpa adanya laporan dari luar.

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - News
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz