tirto.id -
Massa aksi penolak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen diadang kepolisian saat hendak menyerahkan petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen ke Kantor Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024) siang.
Wakil Ketua Divisi Advokasi YLBHI, Arief Maulana, mengatakan, massa penolak kenaikan PPN 12 persen yang mencapai seratusan orang tertahan di median/separator Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat akibat diadang kepolisian.
"Kita semua yang hadir disini menolak PPN 12 persen dan kita akan serahkan petisi dari publik ya. Yang nanti harapannya bisa dibaca baik-baik ya oleh pemerintah supaya kemudian meninjau kembali keputusan terkait dengan kenaikan PPN 12 persen," ucapnya ditemui di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
"Nah ini menariknya kita dilarang untuk jalan ke sana [oleh] bapak-bapak kepolisian nih. Kita tidak tahu kenapa. Ya saya tanya dasarnya apa," lanjut dia.
Arief menegaskan, penolakan kenaikan PPN 12 persen tidak dapat disebut sebagai demo. Ia mengaku massa aksi hanya ingin berjalan kaki dan menyerahkan petisi tersebut ke kantor Setneg.
"Kita hanya ingin jalan bareng-bareng, menyerahkan petisi yang memang sudah ditanda tangani oleh sekian banyak warga, supaya kemudian dibaca baik-baik oleh Presiden. Ya, tapi kemudian ya ini hasilnya, kita belum bisa beranjak dari tempat ini," sebut Arief.
Pantauan Tirto hingga pukul 15.16 WIB, massa aksi masih tertahan di median Jalan Medan Merdeka Barat. Massa menggelar aksi bersama YLBHI dan elemen masyarakat lain.
Tampak sejumlah masyarakat menuangkan perasaan masing-masing terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen. Misalnya, poster bertuliskan "PPN naik 12% soalnya Pak Prabowo Trauma sama 11/100", "Ketua Serikat Gen Z tolak kenaikan PPN 12 %", serta "Si kaya diampuni, rakyat kecil menengah dihantam PPN 12%".
Baca juga artikel terkait PPN 12 PERSEN atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal
tirto.id - Politik
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher