tirto.id - Indonesia Police Watch (IPW) mencatat jumlah kasus polisi bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada 2024. Di tahun ini, IPW mencatat ada sembilan anggota polisi yang bunuh diri. Sementara itu, ada tiga kasus polisi bunuh diri pada 2023.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan bahwa peningkatan jumlah kasus pada 2024 ini merupakan masalah serius yang harus dicari solusinya oleh Polri.
"Hal ini merupakan masalah serius yang harus dihadapi institusi Polri pada tahun 2025 mendatang, selain perilaku berlebihan penggunaan senjata oleh anggota Polri untuk menghabisi nyawa orang," kata Sugeng dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (22/12/2024).
Sugeng mengatakan bahwa IPW berharap Polri lebih memperhatikan kesehatan mental para anggotanya untuk cegah kejadian serupa.
"Polri perlu memperkuat program pembinaan mental, pengawasan terhadap tekanan kerja, dan mengurangi stigma terkait kesehatan mental," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa Polri perlu menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi para anggota polisi yang punya risiko kerja tinggi.
"Hal itu telah diatur dalam Perkap 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat) di Lingkungan Polri. Peraturan yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 16 Maret 2022, pada pasal 2 diatur adanya kewajiban atasan melakukan waskat pada bawahan," tuturnya.
Oleh karena itu, IPW menilai setiap pimpinan atau atasan harus dapat menjadi teladan bagi bawahannya, membangun komunikasi terbuka, dapat mengatasi konflik internal, dan juga memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap bawahannya.
Dengan begitu, menurut Sugeng, anggota Polri yang menjadi bawahan merasa diayomi. Sehingga, beban berat yang secara psikis membebaninya mendapat solusi dari atasannya.
"Beban berat secara psikis itu, emosi yang berlebihan menjadikan anggota Polri berpikiran pendek, melakukan bunuh diri dengan cara menembakkan pistolnya," ucapnya.
Dia mencontohkan, pada April 2024 lalu, dua anggota Polri melakukan bunuh diri dengan menembakkan pistolnya ke kepala atau badannya.
Pertama, dilakukan oleh Kompol Tumanggor pada Kamis (4/4/2024). Perwira Ditresnarkoba Polda Jateng itu mengakhiri hidupnya di dalam mobil warna putih di sebuah rumah dinas, Semarang, Jawa Tengah. Kepolisian menyatakan bahwa Tumanggor bunuh diri karena diduga ada masalah keluarga.
"Kedua, dilakukan Brigadir Ridhal Ali Tomi. Anggota Satlantas Polres Kota Manado itu tewas dengan luka tembak di dalam mobil Toyota Alphard di Kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis 25 April 2024," katanya.
Selain itu fenomena polisi bunuh diri, IPW juga menyoroti maraknya insiden penggunaan senjata oleh polisi. Dalam catatan IPW, terdapat empat penggunaan senjata oleh anggota Polri yang menewaskan orang lain.
"Ada empat kasus yang menghebohkan penggunaan senjata oleh anggota yang menewaskan orang lain sehingga menimbulkan citra buruk terhadap institusi kepolisian," ujar Sugeng.
Sugeng mengatakan bahwa empat kasus itu semuanya terjadi pada September-November 2024 dan memicu polemik di masyarakat.
"Pihak yang kontra menyatakan bahwa anggota Polri tidak perlu dipersenjatai, sementara yang pro menyatakan senjata masih diperlukan oleh anggota Polri untuk mengamankan, melindungi, dan mengayomi masyarakat dari tindakan kejahatan yang membahayakan nyawa," ucapnya.
Sugeng mencontohkan kejadian tewasnya seorang siswa SMKN 4 Semarang bernama Gamma Rizkynata Oktafandy gara-gara timah panas yang diletuskan dari senjata Aipda Robig Zaenudin, anggota Resnarkoba Polres Semarang pada Minggu (24/11/2024).
Penembakan warga lainnya terjadi di Provinsi Bangka Belitung. Beni, seorang warga Kabupaten Bangka Barat, tewas usai diberondong 12 tembakan oleh anggota Brimob Polda Babel pada Minggu (24/9/2024), sekitar pukul 16.00 WIB.
Beni dituduh mencuri buah sawit di area perkebunan yang dijaga oleh pasukan khusus Polri itu.
"Dari peristiwa tersebut, kemudian profesionalisme Polri digugat oleh masyarakat. Padahal, sikap pemakaian senjata oleh anggota Polri itu telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) dan standar operasional prosedur (SOP)," pungkasnya.
IPW menilai bahwa Polri harus memastikan anggota kepolisian yang memiliki izin penggunaan senjata punya keterampilan penggunaan senjata api dan patuh terhadap aturan dan etika penggunaan senjata.
Kemudian, pengguna senjata harus dapat menjaga kemanan dan keselamatan senjata dan bertanggung jawab. Serta, ia harus dapat mengendalikan emosi dan bertindak dengan tenang.
Terakhir, anggota kepolisian tidak boleh menggunakan senjata dengan maksud unjuk kekuasaan dan mengintimidasi.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi