tirto.id - Industri musik Indonesia saat ini tengah memperbincangkan sebuah wacana baru terkait sistem pengelolaan hak cipta lagu dan royalti.
Wacana ini berfokus pada penerapan direct license music, sebuah sistem yang memungkinkan pencipta lagu untuk memberikan izin penggunaan karya musik secara langsung kepada pengguna tanpa melalui perantara lembaga manajemen kolektif (LMK).
Penerapan sistem ini diusulkan oleh Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), yang diketuai oleh Piyu (Padi Reborn) dengan Rieke Roslan sebagai wakil ketua.
Namun, wacana penerapan direct license tidak mendapat dukungan seratus persen. Vibrasi Suara Indonesia (VISI), yang diketuai oleh Armand Maulana dan Ariel NOAH, justru menentang sistem ini.
Perbedaan pandangan ini menjadi pemicu perdebatan sengit di kalangan musisi dan pelaku industri musik di Indonesia.
Polemik ini kemudian memunculkan pertanyaan mendasar, seperti apa sebenarnya sistem direct license dan apa implikasinya terhadap pengelolaan hak cipta lagu?
Apa Itu Direct License Music?
Direct license music adalah sistem yang memungkinkan pencipta lagu untuk memberikan izin penggunaan karyanya secara langsung kepada pihak yang membutuhkan, seperti penyanyi, produser, atau pengelola platform musik.
Dalam sistem ini, proses perizinan dilakukan secara individu tanpa melalui lembaga perantara seperti LMK, yang biasanya bertanggung jawab mengelola dan mendistribusikan royalti dari penggunaan lagu.
Di bawah skema ini, pencipta lagu bisa bernegosiasi langsung dengan pihak yang ingin menggunakan karyanya, menetapkan besaran royalti, dan menyusun syarat-syarat penggunaan.
Dengan kata lain, direct license memungkinkan hubungan yang lebih personal dan transparan antara pencipta dan pengguna karya.
Kaitan Direct License dengan Hak Cipta Lagu
Penerapan direct license tentu berkaitan erat dengan hak cipta lagu yang memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta lagu dan karyanya.
Hak cipta lagu memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk mengatur bagaimana karyanya dapat digunakan, termasuk hak untuk memberikan izin penggunaan (lisensi) kepada pihak lain.
Dalam sistem hak cipta yang berlaku di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, pencipta lagu memiliki hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral memberi pencipta hak untuk diakui sebagai pencipta dan untuk melarang penggunaan karyanya dalam bentuk yang merugikan atau merendahkan martabatnya. Sedangkan hak ekonomi memberi pencipta hak untuk mendapatkan royalti atas penggunaan karyanya.
Dengan demikian, penerapan direct license akan lebih memberikan kebebasan kepada pencipta untuk mengelola karyanya dan mendapatkan royalti yang lebih adil. Selain itu, penggunaan sistem ini juga akan mengurangi biaya administrasi yang biasanya dikenakan oleh LMK.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang khawatir bahwa sistem ini justru akan menciptakan ketidakadilan dan ketidakpastian.
Tanpa adanya peraturan yang jelas dan pengawasan yang memadai, penggunaan direct license bisa menyebabkan kerugian bagi pencipta lagu, terutama yang kurang berpengalaman dalam negosiasi atau yang tidak memiliki akses ke jaringan industri musik yang luas.
Selain itu, ada juga kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan hak cipta oleh pihak yang lebih kuat secara finansial, seperti perusahaan besar atau label rekaman.
Salah satu isu yang disoroti oleh musisi seperti Ariel NOAH adalah ketidakjelasan mengenai pajak yang dikenakan pada transaksi royalti yang dilakukan secara langsung, mengingat transaksi melalui LMK sudah diatur dengan jelas, termasuk pajak yang dikenakan pada royalti.
“Satu tanggapan saya, direct license kan belum diatur oleh negara. Sedangkan yang kita jalankan sekarang adalah sistem yang sudah ada payung hukumnya. Memang direct license tidak dilarang, tapi pertanyaannya, bagaimana aturannya?” ujar Ariel dikutip dari Detik Pop (20/3/2025).
Sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu, Ariel mengaku lebih nyaman dengan sistem kolektif yang saat ini berjalan. Ia menilai, sistem tersebut memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
“Jadi, ada banyak hal yang belum diatur di situ, termasuk yang menjadi salah satu concern saya adalah pajaknya. Kalau transaksi antar individu, pajaknya bagaimana? Karena royalti itu ada PPN-nya, kan? Sementara kalau lewat LMK, itu sudah jelas dan ada aturannya,” jelas Ariel.
Namun, pandangan Ariel ini mendapat tanggapan keras dari Ahmad Dhani, Ketua Dewan Pembina AKSI.
Ahmad Dhani menilai Ariel hanya mementingkan kepentingannya sendiri dalam urusan royalti. Ia bahkan menyebut Ariel sebagai sosok yang “sok kaya” karena menganggap remeh perizinan penggunaan karya lagu secara direct license.
“Ariel itu hanya memikirkan diri sendiri. Dia memang tidak tercipta untuk memikirkan orang lain. Kalau saya dan Mas Piyu, yang kami pikirkan bukan cuma kami berdua, tapi juga pencipta lagu lainnya,” ujar Ahmad Dhani dalam sebuah wawancara di kawasan Senayan, Jakarta Pusat (21/3/2025).
Lebih lanjut, Ahmad Dhani menyindir sikap musisi yang merasa tidak masalah karyanya digunakan tanpa izin langsung. Ia menilai sikap semacam itu sebagai bentuk kesombongan.
“Kalau tidak memikirkan pencipta lagu lain, tidak usah sok kaya. Menurut saya, mereka yang bilang ‘silakan menyanyikan lagu saya tanpa izin’ itu sok kaya raya. Padahal belum tentu lebih kaya dari saya,” tambahnya.
Penulis: Febriyani Suryaningrum
Editor: Dipna Videlia Putsanra