tirto.id - Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI) merupakan wadah bagi para musisi. Belakangan, AKSI dan VISI sedang disibukan terkait persoalan hak cipta.
Terbaru, VISI mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) 28/2014 tentang Hak Cipta. Permohonan itu teregister dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 tanggal 7 Maret 2025. MK telah menerima permohonan itu pada Senin (10/3/2025).
Secara garis besar, uji materi UU 28/2014 dilakukan VISI dilakukan untuk menjawab 4 pertanyaan. Yakni pertama, apakah untuk performing rights (hak pertunjukan), penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu? Kedua, siapakah yang dimaksud pengguna yang secara hukum memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights?
Ketiga, bisakah orang/badan hukum memungut dan menentukan tarif royalti performing rights tersendiri, di luar mekanisme LMKN dan tarif yang ditentukan oleh Peraturan Menteri? Serta terakhir, masalah wanprestasi pembayaran royalti performing, masuk kategori pidana atau perdata?
Uji materi oleh VISI, juga berangkat dari beberapa kasus yang menimpa pelaku pertunjukan. Salah satunya ialah kasus Agnez Mo yang membawakan lagu ‘Bilang Saja’ tanpa izin hingga dipersoalkan sang pencipta, Ari Bias.
“Bahwa Para Pemohon sebagai Pelaku Pertunjukan berpotensi mengalami masalah hukum serupa seperti yang dialami grup band The Groove, Sammy Simorangkir dan Agnez Mo yang harus meminta izin secara langsung dan membayar royalti yang tidak berdasarkan pada ketentuan yang berlaku,” tulis poin 42 di Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon dalam permohonan VISI ke MK bernomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
“Hal ini menjadi isu hukum dalam praktik penggunaan karya cipta mengingat ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta kerap digunakan oleh pihak-pihak lain dengan penafsiran yang berbeda, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dalam praktiknya,” lanjut poin yang sama.
Di sisi lain, AKSI sebelumnya juga vokal untuk angkat suara ihwal persoalan yang sama. Adapun AKSI berada di pihak pencipta lagu. AKSI juga tegas dalam sikapnya ihwal izin, di saat VISI masih mempertanyakan masalah tersebut.
“Izin dan royalti adalah 2 hal yg berbeda. Izin dulu baru bayar. Izin ke siapa? Ke pencipta/LMK (Lembaga Manajemen Kolektif-red). Yang bayar siapa? Siapa saja,” tulis AKSI dalam postingannya di Instagram, 4 Maret 2025.
“Tapi kalo enggak izin dan enggak bayar siapa yang didenda? Pelaku Pertunjukan yaitu penyanyi,” tambah AKSI.
Profil AKSI dan VISI, Apa Bedanya dan Siapa Pendirinya?
Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) Bersatu atau AKSI saja, merupakan wadah bagi para musikus, utamanya para pencipta lagu. Adapun VISI juga merupakan wadah bagi para musikus, yang terdiri dari para pencipta lagu dan pelaku pertunjukan atau penyanyi.
AKSI lahir lebih dulu ketimbang VISI. AKSI didirikan pada 3 Juli 2023 atas inisiasi pentolan band Dewa 19, Ahmad Dhani. Sebelum itu, narasi Komposer Bersatu telah digaungkan di media sosial, setidaknya per-Mei 2023 berdasarkan postingan pertama mereka di Instagram.
AKSI berdiri, karena mereka menganggap belum ada organisasi, asosiasi, maupun federasi yang diperuntukan khusus untuk komposer. Di sisi lain, hak-hak yang diperjuangkan sangat spesifik. AKSI menjelaskan bahwa hak komposer berbeda dengan hak pengguna, produser maupun hak terkait.
“Untuk itulah AKSI ada. Berkarya, bergerak, bersuara,” tulis pernyataan AKSI seperti diunggah di Instagram resmi mereka pada 3 Juli 2023.
AKSI menegaskan bahwa mereka bukan asosiasi yang memperjuangkan suara perorangan, melainkan kepentingan kolektif.
“AKSI akan berjuang untuk hak Komposer meliputi segala bidang yang perlu dilindungi. Karena hak cipta atas ciptaan, melekat pada Penciptanya,” tulis AKSI di unggahan yang sama.
AKSI didirikan oleh 44 komposer, seperti di antaranya: Ahmad Dhani, Badai eks Kerispatih, Piyu Padi, Rieka Roeslan, serta nama-nama lain. Ahmad Dhani sampai saat ini menduduki posisi Ketua Dewan Pembina AKSI.
Sementara itu, VISI baru berdiri pada setidaknya sejak 19 Februari 2025. Beberapa orang yang terlibat dalam pendirian VISI itu di antaranya Armand Maulana, Ariel NOAH, Kunto Aji hingga Bunga Citra Lestari (BCL). VISI menegaskan bahwa mereka merupakan rumah penyanyi Indonesia, sebagai wadah bersatu, berserikat, dan berdaya.
Berdirinya VISI menyoroti beberapa persoalan, salah satunya ihwal performing rights (hak pertunjukan). Mereka menganggap, bahwa hak tersebut masih membutuhkan pengelolaan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel, supaya hak pelaku musik benar-benar terpenuhi.
VISI menghendaki agar Undang-undang Hak Cipta (saat ini UU 28/2014) dapat dijalankan secara adil bagi seluruh insan musik. Mereka menyoroti, UU tersebut masih menimbulkan perbedaan tafsir.
Sebagai tindak lanjut, VISI mendorong revisi UU Hak Cipta, dengan tujuan agar lebih jelas, tidak ambigu, serta mampu melindungi hak pencipta lagu, maupun penyanyi, musisi, serta pelaku pertunjukan secara adil.
VISI juga mendukung sistem perhimpunan royalti untuk pertunjukan publik secara kolektif. Di sisi lain, mereka menginginkan transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan tersebut, Mereka menginginkan pengawasan dan perbaikan lembaga royalti koletif terkait seperti LMK/LMKN.
Tujuan lainnya ialah VISI berupaya mendorong digitalisasi sistem penagihan dan distribusi royalti, supaya lebih akurat, dapat diaudit, dan bebas dari potensi penyimpangan.
“Penyanyi dan pelaku pertunjukan adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah lagu. Namun hingga kini kami merasa hak kami masih belum dihargai sebagaimana mestinya. Kami peduli dan menuntut kepastian hukum yang berkeadilan. Hak kami sebagai pelaku pertunjukan harus dijamin dan dilindungi dalam sistem yang profesional dan berkelanjutan. Tidak boleh ada lagi kesenjangan dalam penghargaan terhadap peran kami di industri musik,” pernyataan VISI di Instagram mereka, 17 Februari 2025.
Editor: Fitra Firdaus