tirto.id - Sejumlah musisi Indonesia melakukan pengajuan uji materi UU No.28/2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konsitusi (MK), tidak lama setelah kasus Agnez Mo dan Ari Bias semakin memanas.
Musisi ini tergabung dalam Gerakan Satu Visi atau Vibrasi Suara Indonesia. Gerakan ini bertujuan untuk melanjutkan semangat manifesto dan mendorong negara untuk hadir dan memberikan kepastian hukum yang berkeadilan.
Terdapat 29 musisi yang terdaftar sebagai Pemohon Uji Materi No.33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 sejak 7 Maret 2025. Sejumlah musisi tersebut diantaranya terdapat vokalis band Armand Maulana hingga penyanyi jebolan Idol Ghea Indrawari.
Lantas, apa sebenarnya isi dari UU Hak Cipta? Apa alasan para musisi ini menggugat UU Hak Cipta? Simak informasi selengkapnya.
Isi UU Hak Cipta
Dikutip dari UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengertian hak cipta ialah hak eksklusif milik pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
Hak terkait ialah hal yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Terkait dokumen lengkap dapat dilihat di sini:
Download Salinan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Sementara itu, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik pada tanggal 30 Maret 2021.
Pemeritah memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atas lagu dan/atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagi dan/atau musik.
Alasan UU Hak Cipta Digugat Musisi Indonesia
Industri Musik Indonesia masih menghadapi tantangan besar yang harus segera diselesaikan. Sistem royalti, terutama ranah performing rights, masih membutuhkan pengelolaan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel agar hak pelaku musik dapat terpenuhi.
Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan para musisi ini melakukan gugatan Hak Cipta. Secara garis besar mereka ingin memastikan empat pokok perkara yang diajukan untuk diuji konstitusionalnya di MK.
Dikutip dari media sosial pribadi Armand Maulana pada Selasa (11/3/2025), terdapat empat poin utama yang menjadi fokus gerakan ini, di antaranya meliputi:
- Pertama, terkait performing rights. Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu?
- Kedua, terkait siapakah yang dimaksud dengan penggunaan yang secara hukum yang memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights?
- Ketiga, bisakah orang/badan hukum memungut & menentukan tarif royalti performing rights tersendiri, di luar mekanisme LMKN & tarif yang ditentukan oleh Peraturan Menteri?
- Keempat, terkait masalah wanprestasi pembayaran royalti performing, masuk ketegori pidana atau perdata?
Editor: Indyra Yasmin & Dipna Videlia Putsanra