tirto.id - Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik sekaligus kepala negara Vatikan, meninggal dunia pada 21 April 2025 akibat stroke dan gagal jantung. Sebelumnya, ia sempat dirawat lebih dari sebulan karena pneumonia ganda dan baru pulang dari rumah sakit pada 23 Maret.
Meski sempat muncul di hadapan publik pada 6 April dan mengikuti Misa Paskah pada 20 April, kondisinya memburuk sehari setelahnya. Dalam surat wasiatnya, Paus meminta untuk dimakamkan secara sederhana di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, bukan di dalam Vatikan.
Ia menjadi Paus pertama dalam lebih dari satu abad yang dimakamkan di luar Vatikan. Pemakaman Paus Fransiskus akan dilaksanakan pada Sabtu, 26 April 2025 pukul 10.00 waktu setempat atau pukul 15.00 WIB.
Pandangan Paus Fransiskus tentang Palestina
Paus Fransiskus selama ini dikenal aktif menyuarakan perdamaian untuk berbagai konflik kemanusiaan, termasuk perang di Gaza, Palestina. Selama 18 bulan konflik Israel-Gaza, Paus secara rutin melakukan panggilan harian ke satu-satunya paroki Katolik di Gaza.
Hal ini menunjukkan kepeduliannya yang tulus melalui doa dan kata-kata penghiburan. Dalam penampilan publik terakhirnya pada Hari Paskah, Paus kembali menyerukan gencatan senjata di Gaza dengan mengatakan kalimat berikut,
Paus Fransiskus juga mengecam keras penargetan warga sipil, termasuk sekolah dan rumah sakit. Ia mengatakan, “Anak-anak dibom. Ini adalah kekejaman, bukan perang.” Seruannya ini menjadi salah satu pernyataan paling berani yang dilontarkan Vatikan terhadap tindakan Israel, dan memperkuat posisinya sebagai advokat perdamaian dan keadilan sosial.
Dalam buku yang akan dirilis berjudul Hope Never Disappoints: Pilgrims towards a Better World, Paus menyampaikan bahwa situasi di Gaza “Memiliki karakteristik genosida menurut beberapa ahli.” Dia meminta investigasi lebih lanjut untuk menentukan apakah peristiwa tersebut memenuhi definisi teknis genosida.
“Kita harus menyelidikinya dengan cermat untuk menentukan apakah hal ini sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan badan-badan internasional,” imbuhnya.
Ini menjadi kali pertama Paus secara terbuka menggunakan istilah "genosida" dalam konteks konflik ini, meskipun belum secara eksplisit mendukung istilah tersebut. Selain Gaza, Paus juga tak henti menyerukan perdamaian di berbagai wilayah konflik lainnya seperti Ukraina, Sudan, Myanmar, dan Yaman.
Dalam pidato Paskah, ia berdoa agar perdamaian datang ke “Ukraina yang terluka, Palestina, Israel, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, dan Sudan Selatan.” Sikapnya yang inklusif dan tegas dalam menolak kekerasan menjadikannya simbol belas kasih dan kemanusiaan yang tak hanya bergaung di kalangan Katolik, tetapi juga lintas iman dan negara.
Konsistensi Paus dalam membela hak-hak pengungsi, korban perang, dan minoritas di seluruh dunia memperkuat warisan spiritualnya sebagai pemimpin yang berjuang demi dunia yang lebih adil dan damai. Warisan ini akan dikenang sebagai "Pontifikat perdamaian, untuk perdamaian," seperti yang disebutkan oleh Vatican News.
Penulis: Lita Candra
Editor: Elisabet Murni P
Masuk tirto.id


































