tirto.id - Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025. Danantara akan menjadi perusahaan yang berfokus pada investasi dan pengelolaan aset negara.
Tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) raksasa, termasuk Bank Mandiri, BRI, BNI, Pertamina, PLN, Telkom, dan MIND ID, akan berada di bawah naungan Danantara. Dengan aset awal mencapai 900 juta dolar AS (Rp14 triliun), Prabowo berharap Danantara menjadi kekuatan ekonomi baru bagi Indonesia.
Danantara tidak hanya mengelola aset, tetapi juga berperan penting dalam pengembangan ekonomi dan inovasi di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Dengan pendekatan ini, Danantara dapat meningkatkan nilai aset negara, mendorong investasi yang lebih terarah, dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di panggung global.
Meskipun digadang-gadang akan menggantikan peran Kementerian BUMN, Danantara memiliki fungsi yang berbeda. Kementerian BUMN tetap berperan sebagai regulator BUMN, dengan kewenangan untuk menyetujui RUPS, mengusulkan agenda RUPS, mengakses data perusahaan, dan menetapkan pedoman strategis. Sementara itu, Danantara lebih fokus pada pengelolaan investasi dan aset BUMN.
Seiring dengan rencana peresmian BPI Danantara, lembaga investasi global asal Singapura, Temasek, menjadi sorotan publik. Hal ini menarik perhatian karena Temasek telah memiliki pengalaman dalam mengelola investasi negara dalam skala besar. Kemiripan antara keduanya membuat publik penasaran dan bertanya-tanya, apakah Danantara akan meniru model bisnis Temasek.
Apa Itu Temasek di Singapura dan Siapa Pemiliknya?
Temasek Holdings adalah perusahaan investasi Singapura yang didirikan pada tahun 1974. Berbeda dengan lembaga pemerintah atau badan hukum lainnya, Temasek beroperasi sebagai perusahaan komersial di bawah Undang-Undang Perusahaan Singapura, memiliki dewan direksi dan tim manajemen profesional sendiri, membayar pajak, dan membagi dividen kepada pemegang saham. Meskipun demikian, sebagai institusi penting di Singapura, Temasek juga terikat pada ketentuan tertentu dalam Konstitusi Singapura, khususnya terkait perlindungan cadangan masa lalu.
Sebagai lembaga pengelola Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana abadi negara, Temasek bertugas mengelola investasi dan aset yang sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura. Tujuannya adalah untuk memisahkan fungsi pembuatan kebijakan dan regulasi pemerintah yang dipegang oleh Kementerian Keuangan, dengan pengelolaan investasi yang dilakukan secara komersial oleh Temasek. Dengan demikian, Kementerian Keuangan Singapura dapat lebih fokus pada perumusan kebijakan, sementara Temasek memaksimalkan nilai aset negara melalui investasi yang strategis.
Temasek beroperasi secara independen dan profesional. Sumber pendanaan investasinya berasal dari hasil divestasi penjualan investasi, dividen, dan distribusi kas lainnya dari perusahaan portofolio dan investasi lainnya, serta pinjaman dan sumber pembiayaan utang seperti Obligasi Temasek dan Program Surat Berharga Euro-komersial. Temasek tidak mengelola dana tabungan CPF (Central Provident Fund), surplus pemerintah, atau Cadangan Devisa Resmi Singapura yang dikelola oleh Monetary Authority of Singapore.
Pemilik tunggal Temasek adalah Menteri Keuangan Singapura. Meskipun dimiliki oleh pemerintah, Temasek beroperasi secara independen dan tunduk pada prinsip-prinsip komersial. Hal ini memastikan bahwa investasi yang dilakukan oleh Temasek didasarkan pada pertimbangan bisnis yang sehat dan bukan kepentingan politik semata, dengan tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara.
Berapa Aset Temasek?
Temasek memiliki nilai portofolio bersih sebesar 389 miliar dolar Singapura (Rp4 kuadriliun atau Rp4 ribu triliun) per 31 Maret 2024. Angka ini mencerminkan nilai aset yang dikelola oleh Temasek di berbagai penjuru dunia. Portofolio investasi Temasek mencakup berbagai sektor, dari teknologi hingga keuangan, energi, dan lainnya.
Selain nilai portofolio bersih yang telah disebutkan, Temasek juga mengungkapkan potensi peningkatan nilai asetnya. Dengan menandai aset yang belum tercatat di pasar (unlisted assets) ke harga pasar, diperkirakan akan ada peningkatan nilai sebesar 31 miliar dolar Singapura (Rp378 triliun). Jika potensi peningkatan ini direalisasikan, maka nilai portofolio Temasek dapat mencapai 420 miliar dolar Singapura (Rp5 ribu tiriliun).
Nilai aset yang besar ini menunjukkan skala dan pengaruh Temasek sebagai salah satu perusahaan investasi terkemuka di dunia. Dengan kantor di 13 kota di 9 negara, Temasek berinvestasi secara global dan berperan penting dalam perekonomian Singapura dan dunia.
Daftar Investasi Temasek di Indonesia
Investasi Temasek di Indonesia mencakup berbagai sektor, mulai dari perbankan, telekomunikasi, hingga ritel. Hal ini menunjukkan komitmen mereka terhadap pasar Indonesia yang dinamis dan potensial. Meskipun beberapa investasi telah dilepas, kehadiran Temasek sebagai investor besar tetap memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Temasek, melalui Fullerton Financial Holdings, memiliki 67 persen saham di PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), sebuah bank dengan kapitalisasi pasar Rp46 triliun di Bursa Efek Indonesia. Investasi ini menempatkan Temasek sebagai pemegang saham mayoritas di salah satu bank terkemuka di Indonesia, menunjukkan kepercayaan mereka pada sektor perbankan nasional.
Selain perbankan, Temasek juga memiliki investasi signifikan di sektor telekomunikasi. Melalui SingTel, di mana Temasek memiliki 54 persen saham, mereka memiliki 35 persen saham di PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), operator seluler terbesar di Indonesia. Kepemilikan ini bermula sejak tahun 2001 dan terus bertambah, menjadikan Temasek sebagai salah satu pemain kunci di industri telekomunikasi Indonesia.
Pada tahun 2013, Temasek, melalui Anderson Investments, membeli 26,1 persen saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), operator gerai Hypermart, senilai 300 juta dolar AS (Rp4 triliun). Investasi ini menunjukkan minat Temasek pada sektor ritel Indonesia yang berkembang pesat. MPPA saat ini memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp6,6 triliun di Bursa Efek Indonesia.
Sebelumnya, Temasek juga pernah terafiliasi dengan Indosat, operator seluler terbesar kedua di Indonesia, melalui anak usahanya ST Telemedia (STT). Namun, kepemilikan ini kemudian dijual pada tahun 2008 setelah adanya kasus kepemilikan ganda di industri telekomunikasi. Meskipun demikian, investasi ini mencerminkan ketertarikan awal Temasek pada pasar telekomunikasi Indonesia yang potensial.
Penulis: Astam Mulyana
Editor: Dipna Videlia Putsanra