tirto.id - Istilah "neo Orba" (Orde Baru) sedang viral jelang pelaksanaan Pilpres 2023. Istilah ini disebut-sebut oleh para politisi untuk mengkritik jalannya pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Joko Widodo (Jokowi).
Maraknya penyebutan istilah neo Orba di kalangan politisi tentu menimbulkan tanda tanya di kalangan publik. Apa sebenarnya arti neo Orba yang dimaksud para politisi jelang Pilpres 2024?
Istilah neo Orba jelang Pemilu 2024 bermula dari penyataan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri di acara pertemuan dengan sukarelawan pendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Melalui pidatonya, Megawati menuding penguasa sekarang mirip pemerintahan Orba.
"Mestinya Ibu nggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa? Republik ini penuh dengan pengorbanan tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru?" tutur Megawati JiExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (27/11/2023) seperti yang dikutip dari Antara.
Megawati berbicara terkait sejumlah tindakan pemerintah yang mengesankan seperti zaman Orde Baru. Menurutnya, jelang Pemilu 2024 pemerintah saat ini melakukan tindakan sewenang-wenang seperti intimidasi hingga menjurus ke arah intervensi.
Selain Megawati politisi PDI-P lainnya, yaitu Djarot Saiful Hidayat sempat menyebut soal 'neo Orba' di acara yang sama. Namun, tak seperti Megawati, sebutan neo Orba ini bukan ditunjukkan Djarot kepada pemerintah, melainkan paslon Probowo-Gibran.
Melalui acara yang sama, eks Gubernur DKI Jakarta ini menganggap pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka termasuk gambaran neo Orba. Oleh karena itu, Djarot mengajak relawan Ganjar-Mahfud bertindak menghadapi Prabowo-Gibran.
"Terus bergerak, Ganjar-Mahfud MD pastikan akan terus perkuat demokrasi. Bersama kita hadapi Prabowo-Gibran sebagai cerminkan neo-Orde Baru masa kini," kata Djarot selaku Ketua DPP PDI-P.
Pernyataan Djarot terkait neo Orba ini kemudian ditanggapi dengan santai oleh Partai Gerindra. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, Prabowo tidak terprovokasi atas pernyataan Djarot tersebut.
Arti Neo Orba yang Viral Jelang Pilpres 2024
Istilah neo Orba diketahui sudah dipakai sejak tahun 2004 oleh sosiolog asal Indonesia bernama George Junus Aditjondro. Melalui wawancara di Tabloid Reformata Edisi 13 April 2004, Aditjondro menyebut Pemilu 2004 digelar "untuk konsolidasi kekuatan neo-Orba."
Lantas, apa artinya neo Orba yang ramai jelang Pilpres 2024? Neo Orba sendiri merupakan frasa yang terdiri dari dua kata, 'neo' dan 'Orba'.
Kata 'neo' bersalah dari bahasa Latin yang artinya modern, baru, atau mutakhir. Kata 'neo' diadaptasi dalam istilah Inggris yang umum, yaitu 'new' yang artinya baru.
Dikutip dari The Word Counter beberapa sinonim "neo" yang bermakna "new" dan "modern" adalah Contemporary, Now, Modernized, Fresh, hingga Ultramodern.
Sementara itu, kata 'Orba' merujuk pada era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Orde Baru merupakan era kepemimpinan presiden terlama di Indonesia, yang berlangsung sejak 1966 hingga 1998 alias 32 tahun.
Kesimpulannya, istilah neo Orba artinya adalah Orde Baru Modern. Istilah Orba sendiri diartikan secara positif dan negatif oleh masyarakat Indonesia.
Konteks positif Orba merujuk pembaruan atau pergantian dari pemerintahan Orde Lama ke pemerintahan baru yang diklaim bersih dari paham komunisme. Di sisi lain, Orba juga dikaitkan dengan konteks negatif.
Hal ini karena berbagai sisi gelap pemerintahan Orba yang memicu Reformasi 1998. Sisi gelap yang dimaksud berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pemerintahan yang otoriter, keterbatasan pers, hingga korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Jelang Pilpres 2024, istilah neo Orba kembali digunakan untuk mengkritisi hal-hal negatif yang dikaitkan dengan era Orde Baru karena marak terjadi di masa itu. Megawati misalnya, yang menyebut bahwa penguasa saat ini mirip Orde Baru karena ia nilai telah bertindak menekan rakyat.
"Bolehkah kamu menekan rakyatmu. Bolehkah kamu memberikan apa pun kepada rakyatmu tanpa melalui perundangan yang ada di Republik ini," ujar Megawati.
Melalui pernyataan itu, dapat disimpulkan bahwa Megawati Soekarnoputri menilai bahwa tindakan penguasa saat ini bertindak semaunya sendiri jelang Pilpres 2024.
Tudingan ini diduga merujuk pada kasus putusan judicial review eks Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman soal batas usia capres dan cawapres. Putusan tersebut dinilai melibatkan konflik kepentingan karena hanya menguntungkan salah satu paslon.
Berkat keputusan tersebut, keponakannya Anwar Usman, yaitu Gibran lolos syarat masuk bursa capres-cawapres dan bisa mendampingi Prabowo. Atas alasan tersebut Djarot mengajak para loyalis PDI-P untuk "hadapi Prabowo-Gibran sebagai cerminkan neo-Orde Baru masa kini."
Bagi Djarot Saiful Hidayat, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka termasuk cerminan sebuah neo Orde Baru.
Penulis: Beni Jo
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy