tirto.id - Sidang gugatan perdata itu baru dua kali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saban kali dijadwalkan, penggugat maupun tergugat absen di ruang sidang, yang hanya diwakili oleh kuasa hukum dari kedua kubu. Sidang ini nyaris minim diberitakan oleh media setelah ribut-ribut kasus plagiat mencuat dari kampus Rawamangun sejak akhir Agustus 2017.
Sidang ini langkah teranyar Prof. Dr. Djaali menolak semua tudingan yang memojokkannya, baik sebagai direktur program pascasarjana (2009-2014) dan rektor Universitas Negeri Jakarta (2014-2018), yang menyebabkan dia dipecat secara resmi pada 20 November 2017.
Diwakilkan oleh kantor kuasa hukum Muhammad Asrun & Partners, Djaali menggugat Presiden Joko Widodo dan empat pejabat teras dari lingkungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti): Menteri Mohamad Nasir, Ainun Naim (Sekjen Kemristekdikti), Patdono Suwignjo (Dirjen Kelembagaan Iptek & Dikti), dan Supriadi Rustad (Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik).
Johan Budi, juru bicara presiden, saat dikonfirmasi oleh Tirto berkata "tidak mengetahui" gugatan tersebut. “Gugatan apa? Tanya Menristekdikti saja,” ujarnya via pesan singkat, Senin kemarin.
Berdasarkan surat gugatan pada 5 Desember 2017, Djaali menuding empat pejabat di Kementerian, dan termasuk Presiden Jokowi, "berperan" dalam pencopotannya sebagai rektor UNJ. Tudingannya, mereka "melakukan pembunuhan karakter" karena menyebut Djaali terlibat dalam kasus plagiat yang merundung lulusan pascasarjana UNJ.
M. Nasir dan Supriadi Rustad, misalnya, digugat dengan "pencemaran nama baik" melalui pemberitaan di media massa. Sementara Ainun Naim dituduh "melakukan tindakan di luar kewenangan." Suwignjo dituding "melakukan kesalahan karena mengeluarkan surat pemberhentian kerja sama antara UNJ dan tiga belas kampus negeri," yang berbuntut pemecatannya sebagai rektor.
Atas musabab itu, Presiden Jokowi pun digugat karena tak menegur M. Nasir.
Lengkapnya, isi gugatan yang menyebut Jokowi itu: “... memiliki peran yang seharusnya dilaksanakan berupa mempertanyakan langkah tergugat I (Menristekdikti) memberhentikan sementara dari posisi rektor UNJ." (Salinan surat gugatan dipegang redaksi Tirto.)
Tudingan plagiat pada program pascasarjana UNJ tak cuma menghukum Djaali. Koleganya, Moch Asmawi sebagai direktur program pendidikan tersebut, juga turut dicopot.
Temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik dari Kemristekdikti juga menemukan kejanggalan bahwa selama Djaali memegang program pascasarjana. Ia diduga membimbing lulusan mahasiswa dalam jumlah fantastis, sebagaimana sudah ditulis redaksi Tirto pada akhir Agustus 2017 dan pemberitaan setelahnya.
Akrobat Djaali dari Jerat Kritik
Langkah gugatan perdata ini bukanlah satu-satunya yang diupayakan Djaali saat menghadapi orang-orang yang dinilai sebagai batu penghalang.
Saat menjadi orang nomor satu di UNJ, Djaali kerap jadi sorotan pemberitaan karena gaya kepemimpinannya yang antikritik. Pada Januari 2016, ia sempat memberhentikan status mahasiswa Ronny Setiawan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, karena dianggap "telah melakukan perbuatan kejahatan berbasis teknologi, pencemaran nama baik, dan tindakan penghasutan."
Kasus ini berujung damai setelah para alumni UNJ menggelar mediasi antara pihak mahasiswa dan rektorat, sehingga membatalkan surat pemberhentian yang diteken Djaali.
Sorotan lain saat Djaali melaporkan para dosen yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya. Ini bermula ketika beredar tudingan nepotisme keluarga dan saudara Djaali di jejaring pesan lingkaran dosen UNJ. Kuasa hukum UNJ saat itu, Abdul Rahman Hasibuan, mengajukan gugatan pidana ke Polres Jakarta Timur, wilayah hukum tempat kampus itu bermukim.
Kasus ini bahkan menyeret pemeriksaan sedikitnya 23 dosen, yang menyulut demonstrasi para mahasiswa dan dosen pada Mei dan Juni 2017. Belakangan, laporan ini dicabut setelah Djaali diberhentikan sebagai rektor.
Prof. Intan Ahmad dari lingkungan Kemristekdikti, yang ditunjuk sebagai pelaksana harian rektor UNJ, mencabut laporan pencemaran nama baik itu pada 16 Oktober 2017 dengan alasan bahwa masalah internal UNJ harus dibereskan dengan "cara-cara akademik."
Namun, usai dicopot dari jabatan rektor, Djaali melakukan upaya hukum, termasuk melaporkan dosen dan pejabat Kemristekdikti ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, serta menggugat Menristekdikti Mohamad Nasir ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dari perkara PTUN saja, Djaali telah empat kali menggugat M. Nasir karena menolak diberhentikan sebagai rektor. Sampai kini baru satu perkara bernomor 256/G/2017/PTUN.JKT, yang didaftarkan pada Desember 2017, dalam proses persidangan. M. Nasir tidak merespons permintaan wawancara yang diajukan oleh redaksi Tirto. Nasir hanya membaca pesan via WhatsApp lalu mengabaikan.
Jokowi Ikut Diseret Djaali
Tembakan Djaali kepada Jokowi karena sebagai atasan langsung Mohamad Nasir, sang presiden minim mengintervensi langkah sang menteri yang akhirnya bikin Djaali dicopot sebagai rektor UNJ. Jika saja Presiden Jokowi turut mempertanyakan langkah M. Nasir, demikian penilaian Djaali, maka tuduhan bahwa dia terlibat praktik plagiarisme bisa dihentikan dan nama baik UNJ pun tak tercemar.
Dalam gugatan perdata itu, Djaali meminta Jokowi "menghentikan pemberhentian sementara" dirinya sebagai rektor "demi nama baik dan civitas akademik UNJ."
Merujuk versi Djaali, ketika tuduhan plagiat menerpa UNJ yang menyeret namanya, seketika itu Senat UNJ mengirim surat kepada Presiden Jokowi di Istana Negara untuk "memohon keadilan."
Surat bertanggal 25 September 2017 ini memuat rangkuman pendapat dari Senat agar Jokowi "memberikan arahan" kepada M. Nasir untuk "mengedepankan pembinaan", alih-alih pemberian sanksi. Surat ini berisi dukungan kepada Djaali untuk tetap memimpin UNJ.
Namun bukti dari Kemristekdikti kadung kuat. Kementerian tetap pada pendiriannya, sekalipun Djaali mengerahkan langkah hukum dan politik.
Sekalipun begitu, Djaali tetap membantah bahwa jabatannya berperan kunci dalam kasus plagiat. Sebagaimana dalam surat gugatan perdata halaman 12, kuasa hukum Djaali menyatakan bahwa Menteri M. Nasir "belum secara sah" dan "akuntabel" menjabarkan "fakta yang beralasan" bahwa "sebagian atau seluruh" disertasi Nur Alam adalah karya plagiat.
Nur Alam adalah Gubernur Sulawesi Tenggara yang kini menjalani status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain dia, ada empat pejabat lain yang dituding plagiat: Hado Hasina (kepala dinas perhubungan), Muhammad Nasir Andi Baso (kepala badan perencanaan pembangunan daerah), Nur Endang Abbas (kepala badan kepegawaian daerah), dan Sarifuddin Safaa (asisten I sekretariat provinsi).
Baik Nur Alam maupun keempat pegawai itu ialah mahasiswa program doktor Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Pascasarjana UNJ angkatan 2014. Dalam data mahasiswa, nama mereka tercatat dalam kelas kerja sama yang disebut "Blok Kendari."
Polaris Siregar, Kepala Bagian Advokasi Hukum Kemristekdikti, menjelaskan apa yang dilakukan Kementerian mencopot Djaali "sudah sesuai prosedur" regulasi.
“Kita punya data,” ujar Polaris, yang siap menghadapi gugatan Djaali.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam