Menuju konten utama

Bau Tak Sedap Program Studi Pascasarjana UNJ

Temuan plagiarisme membuka banyak kejanggalan dari program Pascasarjana UNJ, termasuk jual-beli ijazah.

Bau Tak Sedap Program Studi Pascasarjana UNJ
Universitas Negeri Jakarta. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Segera setelah tudingan plagiarisme mencuat, jumlah mahasiswa Program Pascasarjana mendadak berubah seperti dilansir dalam klarifikasi data Universitas Negeri Jakarta pada 16 Januari 2017. Sebagaimana dalam SK Rektor UNJ: 09/SP/2017, kampus yang dipimpin Prof Dr Djaali itu merilis 1.367 mahasiswa pascasarjana nonreguler yang diberhentikan.

Ribuan mahasiswa dari dua program pascasarjana itu terdiri 600 mahasiswa S2 dan 767 mahasiswa S3 dari beragam program studi.

Namun, ada kejanggalan pada data yang diunggah di laman pascasarjana UNJ itu. Berdasarkan temuan kami, ada 13 mahasiswa yang diberhentikan oleh UNJ tetapi statusnya masih aktif di Pangkalan Data Dikti.

Perbedaan data ini bukan hanya dari mahasiswa nonaktif kemudian menjadi aktif. Melainkan, berdasarkan temuan kami di laman Forlap Dikti, kolom status riwayat kuliah dan studinya pun tidak terisi.

Misalnya, nama B. Petrus Budilistyana dan Abdul Basir, mahasiswa program S3 Ilmu Manajemen angkatan 2006/2007. Kedua nama ini termasuk dari 13 mahasiswa yang telah diberhentikan sejak surat keputusan rektor Djaali dirilis.

Kepada kami, Djaali menjelaskan soal simpang-siur data tersebut. Ia mengatakan, ada perbedaan data yang dimiliki oleh UNJ dan data yang terpampang di situsweb Dikti. Ia menyebutkan perbedaan ini bukan hanya di UNJ, melainkan hampir untuk seluruh universitas di Indonesia.

Ia bilang telah menugaskan Wakil Rektor I Bidang Akademik untuk menyamakan data UNJ dan Pangkalan Data Dikti.

“Supaya datanya sama,” tambah Djaali.

Tudingan Jual-Beli Ijazah Doktor

Mahasiswa yang diberhentikan dengan jumlah fantastis itu memang bukan tanpa alasan tiba-tiba. Muasalnya, temuan jumlah lulusan mahasiswa program doktor yang tak sama dari jumlah nomor ijazah yang diterbitkan Universitas Negeri Jakarta.

Dokumen itu diunggah seminggu setelah Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melaporkan temuan mereka kepada UNJ pada 11 Januari 2017. Temuan ini pun tidak dibantah oleh Djaali. Ada tanda tangan yang ia bubuhkan dalam laporan temuan tersebut.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi Tirto, kejanggalan proses pendidikan pada Program Pascasarjana UNJ dijabarkan dalam beberapa poin, salah satunya ketidakcocokan antara jumlah kelulusan mahasiswa program doktor dan data penerbitan nomor ijazah yang dikeluarkan UNJ sejak Desember 2004 hingga September 2016. Dari sana, ada indikasi praktik jual-beli ijazah dalam program doktor UNJ.

Dalam kurun itu, UNJ meluluskan 2.104 mahasiswa doktoral. Sementara, dari jumlah penerbitan nomor ijazah, UNJ meluluskan 2.557 mahasiswa. Ada selisih 453 mahasiswa yang lulus program doktor selama kurun hampir 12 tahun.

Jhon Hendri, Ketua Tim Independen yang dibentuk Kemenristekdikti untuk menindaklanjuti temuan Tim EKA, enggan banyak berkomentar. Ia berkata, sejauh ini Tim Independen masih bekerja, termasuk menyelidiki tudingan plagiarisme oleh lima mahasiswa doktoral dari pejabat Sulawesi Tenggara.

Baca juga: Temuan Plagiat Disertasi di Universitas Negeri Jakarta

Hendri tak menampik bahwa Kemenristekdikti akan menindaklanjuti temuan praktik jual-beli ijazah doktor di UNJ.

“Langkah Kementerian seperti apa, kita tunggu saja,” ujarnya, 18 Agustus lalu.

Temuan ratusan mahasiswa doktoral yang diberhentikan ini pun memicu pertanyaan soal mutu pendidikan dalam Program Pascasarjana UNJ. Ini menjadi salah satu bagian penting indikator penjaminan mutu sebagaimana Peraturan Menristekdikti 62/2016.

Pada 2015, salah satu program studi Pascasarjana UNJ, yakni Manajemen Pendidikan, mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Di program studi ini, sesudah ada temuan dari Kementerian, pihak rektorat memberhentikan 476 mahasiswanya. Sementara, program studi lain yang masih dalam proses akreditasi, yakni Ilmu Manajemen, tercatat memberhentikan 214 mahasiswanya.

Moch Asmawi, Direktur Pascasarjana UNJ, tak mau berkomentar mengenai situasi terbaru temuan tim Kementerian. Temuan ini juga menyebutkan bahwa Asmawi termasuk salah seorang yang melakukan bimbingan doktoral dengan jumlah mahasiswa tak wajar.

“Saya tidak mau berkomentar mengenai masalah itu,” ujarnya, 18 Agustus lalu.

Infografik HL Indepth UNJ

Beban Tak Wajar Promotor Doktor

Berdasarkan dokumen yang kami terima, kejanggalan soal perbandingan anomali antara promotor dan jumlah mahasiswa doktoral itu tertuang dalam data rekapitulasi kelulusan atau penerbitan ijazah pada 2015 dan 2016. Angka ini makin membengkak bila dihitung selama empat tahun (2012-2016) dalam program doktoral UNJ.

Nisbah yang jomplang ini terindikasi melanggar Peraturan Menristekdikti 44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pasal 28 menyebutkan, beban tambahan bagi seorang dosen buat menjadi pembimbing karya ilmiah hanya 10 mahasiswa dalam setahun.

Namun, berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi Tirto, ada empat dosen pembimbing pada Program Pascasarjana UNJ yang terindikasi sebagai promotor disertasi dalam jumlah tidak wajar—melebihi ketetapan peraturan menteri.

Selain Djaali dan Moch Asmawi, dua nama lain adalah Ma’ruf Akbar, Wakil Direktur I Pascasarjana, dan Emzir, Ketua Program Studi Doktor Pendidikan Bahasa.

Pada 2016, Djaali meluluskan 118 mahasiswa; Moch Asmawi meluluskan 24 mahasiswa; Ma’ruf Akbar meluluskan 30 mahasiwa; dan Emzir meluluskan 27 mahasiswa.

Pada 2015, Djaali meluluskan 64 mahasiswa; Asmawi meluluskan 18 mahasiswa; dan Emzir meluluskan 21 mahasiswa.

Bila ditotal selama empat tahun (2012-2016), jumlah lulus program doktor UNJ membengkak.

Djaali yang paling banyak menjadi promotor mahasiswa program doktoral. Selama empat tahun itu Djaali membimbing 327 mahasiswa. Emzir membimbing 110 mahasiswa. Ada pula Thamrin Abdullah, anggota Dewan Guru Besar, yang menjadi promotor 104 mahasiswa.

Bedjo Sujanto, mantan rektor dan guru besar UNJ, yang namanya disebut dalam dokumen yang diperoleh redaksi Tirto karena meluluskan 15 mahasiswa pada 2015, mengatakan bahwa jumlah pembimbingan itu masih dalam batas yang wajar.

“Paling maksimal 15 orang, itu pun kalau tidak sibuk,” ujar Bedjo, 21 Agustus lalu.

Muchlis Rantoni Luddin, Wakil Rektor I yang membawahi bidang akademik UNJ, menolak memberi keterangan. Ia meminta kami melakukan konfirmasi kepada Asmawi—yang juga tak mau berkomentar.

“Mungkin belum tepat waktunya untuk wawancara dengan saya, karena mau pemilihan rektor,” ujar Muchlis melalui pesan singkat, 24 Agustus lalu. Pemilihan Rektor UNJ akan digelar tahun depan.

Kepada kami, Djaali tak mau banyak berkomentar. “Silakan tanya Tim EKA,” ujarnya melalui sambungan telepon, 24 Agustus lalu. Ia langsung mematikan telepon selulernya.

Baca juga artikel terkait PLAGIARISME atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Arbi Sumandoyo & Mawa Kresna
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam