tirto.id - Belum genap sebulan, Prof. Intan Ahmad, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dikti, duduk sebagai pelaksana harian rektor UNJ. Namun, beberapa perubahan mulai terasa. Ia langsung mengebut pembenahan pada Program Pascasarjana UNJ. Salah satu mencopot jabatan sekretaris pribadi rektor serta mencabut laporan pidana yang menyeret nama dosen di kepolisian.
Alumnus Institut Teknologi Bandung ini menuturkan, tugas utamanya adalah membenahi karut-marut program doktor di Pascasarjana UNJ.
Sejak dugaan praktik plagiarisme mencuat, Kemenristekdikti mengeluarkan rekomendasi untuk memberhentikan Prof. Dr. Djaali sebagai rektor. Djaali diduga terlibat plagiarisme yang dilakukan lima mahasiswa Jurusan Ilmu Manajemen, yakni para pejabat Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain Djaali, Kemenristekdikti mencopot Moch Asmawi, Direktur Pascasarjana UNJ.
Namun, kementerian belum secara resmi menjatuhkan sanksi kepada lima plagiator yang mencoreng reputasi UNJ. Kelima orang yang disebut Blok Kendari ini adalah Nur Alam (gubernur), Hado Hasina (kepala dinas perhubungan), M. Nasir Andi Baso (kepala badan perencanaan pembangunan daerah), Nur Endang Abbas (kepala badan kepegawaian daerah), dan Sarifuddin Safaa (asisten I sekretariat provinsi).
Menurut Intan, sanksi kepada mereka akan segera dijatuhkan sebelum tugasnya selesai. Sanksi ini berupa pencabutan gelar dan ijazah.
Berikut wawancara lengkapnya.
Apa langkah yang Anda lakukan untuk memulihkan nama UNJ terkait dugaan kasus plagiarisme?
Intinya yang saya lakukan, ada dua, terutama membenahi pascasarjana, khususnya program S3; dan kedua, mengawal sampai ada rektor baru.
Jadi itu yang saya benahi karena menyangkut integritas akademik. Saya melakukan berbagai pembicaraan dengan senat, dengan dekan, dengan mahasiswa, bahwa penting integritas akademik ditegakkan.
Anda kabarnya membentuk tim pemulihan nama baik UNJ, apa saja yang sudah dilakukan?
Ini masalah nama baik adalah proses panjang. Saya akan rapat dengan tim ini, macam-macamlah. Saya belum bisa bagikan. Paling tidak, apa yang sudah saya sampaikan kepada para dekan, kalau untuk pendidikan doktor, sebelum disertasi dilakukan ujian tertutup, harus dilakukan review oleh eksternal reviewer.
Jadi, reviewer adalah orang-orang yang memang terpilih dan memahami betul topik penelitian. Ini adalah cara umum untuk menjamin kualitas.
Saya juga meminta, sesuai standar nasional, sebelum bisa disidangkan harus sudah ada publikasi. Publikasi ini nanti akan kami lihat, apakah berkontribusi terhadap existing knowledge atau tidak.
Publikasi ini cara yang baik sekali. Kalau di kampus saja sudah dinilai secara internal, apalagi sudah dipublikasikan secara internasional. Nilai akademiknya meningkat. Sampai sejauh mana penelitian ini, dan kontribusinya bagaimana?
Apakah tim ini bekerja sesuai temuan Tim EKA dan Tim Independen Kemenristekdikti?
Saya melihatnya sebagai tim yang lain. Saya memakai pendekatan akademik. Jadi saya tidak terlibat dalam tim Kemenristekdikti.
Sejauh ini, kelima mahasiswa plagiat belum juga ada sanksi, bagaimana kelanjutannya?
Sebenarnya yang akan dilakukan sesuai peraturan Mendiknas tentang tindakan plagiat. Yang harus dilakukan harusnya kampus. Nah, rektor yang lalu tidak melakukan. Itu akan kami lakukan, dan di sini senat berperan. Senat ini sangat besar peranannya mengenai disertasi (kelima pejabat Sulawesi Tenggara).
Artinya lima disertasi mahasiswa doktoral terindikasi plagiarisme ini masih akan diteliti lagi?
Saya akan menugaskan senat untuk meneliti ini.
Apakah saat ini tim itu sudah berjalan?
Belum.
Jika nanti terbukti seperti temuan Tim EKA dan Tim Independen, apakah sanksi pencabutan gelar dan ijazah akan dilakukan?
Itu sebenarnya sudah jelas dalam undang-undang. Apabila plagiat, harus dicabut ijazahnya.
Ada rencana, misalnya, bila gelar dan ijazah para plagiat dicabut dan melakukan gugatan kepada UNJ, apa langkah selanjutnya?
Itu kan fakta, ya. Dan pernah terjadi di institusi lain di Indonesia. Saya pikir, ini persoalan akademik, pendekatannya pun akademik. Kalau memang nanti ada aspek hukum, kami akan hadapi secara hukum.
Kemarin Anda mengeluarkan surat pemberhentian sekretaris rektor, yang dipegang Baso Maruddani, notabene putra Djaali. Apakah ini bagian dari bersih-bersih dugaan nepotisme?
Sebenarnya jabatan itu (sekretaris pribadi rektor) tidak ada di Susunan Organisasi dan Tata Kerja UNJ. Dan saya tidak perlu ada sekretaris rektor. Saya tidak perlu itu. Kalau orang lain merasa perlu, silakan. Tapi saya tidak merasa perlu ada sekretaris rektor.
Anda juga mencabut laporan di kepolisian yang menyeret nama dosen, bisa dijelaskan?
Prinsipnya, kalau kita ada masalah internal, kita bisa bicarakan di internal—itu namanya budaya akademik. Dan kalau ada masalah internal, kita bisa bicarakan di senat. Ada kode etik dan segala macam bisa dilakukan. Itu umumnya yang saya lakukan dalam masyarakat akademik. Karena itu, saya langsung tulis surat dan perlu pihak lain (yang melapor ke kepolisian) cukuplah dibahas di dalam.
Artinya, laporan sudah resmi dicabut?
Saya tidak begitu paham dengan istilah yang lain. Dan dari Universitas Negeri Jakarta sudah mencabut karena laporannya atas nama rektor. Kalau atas nama pribadi, silakan.
Selain membenahi dan memulihkan reputasi UNJ, apa saja yang akan Anda lakukan ke depan?
Ada pendidikan sarjana bagus, ada pascasarjana yag juga bagus. Tidak bisa semuanya. Tentu, pendidikan yang baik itu, misalnya, kalau membimbing ya membimbing yang baik. Jangan sampai pembimbingan dilakukan oleh seorang yang jumlahnya banyak sekali (tidak rasional). Bagaimana melakukan bimbingan, mengajar, dan lain sebagainya, sebagaimana institusi pendidikan yang baik.
Selain membenahi sengkarut di UNJ, ada yang mengatakan Anda melakukan bersih-bersih nepotisme?
Dalam bekerja itu ada yang patut dibagikan, ada juga yang tidak patut dibagikan. Saya lebih ke masalah akademik. Intinya, masalah akademik, misalnya, mengapa publikasi internal UNJ sekarang sedikit sekali? Saya mau genjot itu. Saya lebih tertarik mengurus yang akademik, karena saya ahlinya di situ. Pengalaman saya di ITB puluhan tahun mungkin bisa membantu UNJ lebih baik lagi.
Selama hampir sebulan Anda duduk sebagai pelaksana harian rektor, seberapa rumit masalah di Pascasarjana UNJ?
Rumit atau tidak itu, kan, relatif. Tapi yang akan saya ajak adalah semua pihaklah. Memang harus ada yang berkorban untuk hal lebih baik. Mungkin waktu studi lebih lama sedikit. Saya pikir, ini masalah pelik. Sambil jalanlah karena mengubah kebiasaan tidak gampang.
Jadi yang mungkin bisa kami lihat adalah enam bulan ke depan, misalnya, publikasi jurnal ilmiah yang meningkat.
Dan mengenai jurnal ilmiah ini minggu lalu sudah Anda lakukan.
Ya itu memang sesuatu yang wajib dilakukan. Mahasiswa ditantang untuk lebih baik dan saya pun sering mengadakan roadshow. Saya bicara apa yang namanya plagiarism itu, bagaimana cara mencegahnya dan tahu konsekuensinya kalau melakukan tindak plagiarisme.
Kapan keputusan lima mahasiswa terindikasi plagiat diberi sanksi?
Di kampus itu ada tata kelola. Jadi ada namanya rektor, ada namanya senat. Saya belum masuk ke sana. Saya masih melakukan pembenahan Ini adalah proses yang berjalan terus.
Artinya sebelum ada rektor baru selama enam bulan ke depan, sanksi akan diberikan kepada plagitor?
Iya, karena itu jelas dan ada macam-macam gradasinya. Tapi memang terakhir, kalau terbukti melakukan plagiat, akan dicabut ijazahnya.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam