tirto.id - Prof. Dr. Djaali terlihat berjalan santai menuju lift di Gedung Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Beberapa mahasiswa yang semula menunggu lift, dengan gestur segan, mempersilakan Djaali masuk ke lift dan naik terlebih dulu. Djaali segera masuk setelah pintu lift di depannya terbuka, lalu disusul anaknya, Baso Maruddani, yang pernah menjadi sekretaris pribadi rektor saat ayahnya masih menjabat di UNJ. Bapak dan anak ini naik ke lantai lima gedung Pascasarjana.
Itu pemandangan rutin bagi para mahasiswa dan dosen sejak Djaali diberhentikan sementara sebagai rektor UNJ oleh M. Nasir, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, sejak 25 September lalu.
Saban hari, Djaali sering terlihat di lantai lima untuk menggelar rapat atau menemui koleganya yang datang ke UNJ. Ia menempati ruang GBH 506 di gedung Pascasarjana UNJ, bersebelahan dengan ruangan Direktur Pascasarjana. Ruangan ini sudah disiapkan Djaali jika memang ia tak lagi menjabat sebagai rektor.
Selasa, 24 Oktober lalu, saya datang ke kampus UNJ, dan melihat ada empat tamu yang menemui Djaali di ruangannya. Seorang tamu perempuan mengenakan seragam pegawai negeri sipil, tiga laki-laki lain berpakaian rapi. Lima belas kemudian, dengan diantar Djaali, para tamu itu keluar sembari menenteng berkas. Setelahnya, ruangan itu kembali dikunci oleh Djaali.
Djaali menolak diwawancara. “Enggak, enggak,enggak,” jawabnya, berkata sedang sibuk karena ada acara, lalu turun dari lantai lima.
Sejak Djaali "dibebastugaskan" sebagai rektor oleh M. Nasir, ia praktis dilarang melakukan "tugas-tugas fungsional" sebagai dosen di UNJ. Djaali dinilai telah melanggar pasal berlapis dalam PP 53/2010 tentang disiplin PNS. Selagi menjalani pemeriksaan, aktivitas akademiknya dihentikan untuk sementara waktu.
"Ada kebijakan Rektor UNJ yang melanggar peraturan," ujar M. Nasir, akhir bulan lalu, merujuk peraturan Mendiknas 17/2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi.
"Setelah nanti berhenti sementara, kami akan cek lebih dalam nanti bagaimana kebijakan yang akan kami lakukan," kata Nasir.
Baca juga: Upaya Memulihkan UNJ Setelah Kasus Plagiat
Prof. Dr. Ilza Mayuni, pelaksana harian Direktur Pascasarjana, mengklaim "tidak mengetahui" jika Djaali memiliki ruangan di Gedung Pascasarjana.
“Saya baru seminggu di sini. Ruangan yang ada sudah seperti ini sebelum saya ke sini,” ujar Ilza kepada reporter Tirto di ruangannya, Rabu pagi lalu.
Menyiapkan Sanksi kepada Plagiat
Selasa malam, 24 Oktober, di Gedung D. Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta Pusat, ada forum diskusi yang digelar oleh Intan Ahmad, pelaksana harian rektor UNJ, bertajuk "Revitalisasi Universitas Negeri Jakarta" dengan mengundang beberapa guru besar perguruan tinggi negeri, termasuk guru besar dan para dosen UNJ.
Pertemuan selepas magrib itu membahas sejumlah langkah pembenahan di UNJ, termasuk memperbaiki statuta UNJ yang mengatur tata cara pemilihan rektor, rencana sanksi oleh senat kepada para plagiat, dan mengevaluasi susunan senat.
Baca juga: Bau Tak Sedap Program Studi Pascasarjana UNJ
Intan Ahmad irit berkomentar soal langkah ke depan membenahi UNJ. Ia hanya memastikan soal rencana memberi sanksi kepada lima mahasiswa terduga plagiat—para pejabat di lingkungan provinsi Sulawesi Tenggara—setelah Senat UNJ kembali mengecek dokumen disertasi mereka.
“Saya akan menugaskan senat untuk meneliti ini,” ujar Intan via telepon, 22 Oktober lalu.
Kemenristekdikti Bergerak Lamban
Selama sebulan sejak M. Nasir meneken SK Pembebasan kepada Djaali, belum ada keputusan resmi terhadap para plagiator, termasuk para pengajar UNJ yang terlibat dalam praktik plagiarisme tersebut.
M. Nasir tak pernah merespons upaya konfirmasi maupun permintaan wawancara dari redaksi Tirto. Ia hanya membaca pesan dan mengabaikannya.
Sementara Ali Ghufron Mukti, Ketua Tim Independen Dikti yang menengahi temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik dan pihak UNJ, menolak berkomentar soal temuan tim yang sudah dilaporkan kepada Nasir. Ia hanya menjawab jika rekomendasi tim hanya untuk konsumsi menteri.
Ilza Mayuni, pelaksana harian Direktur Pascasarjana, mengklaim sejauh ini belum mengetahui rencana Kemenristekdikti terhadap UNJ serta sanksi yang akan dijatuhkan kepada Djaali. Ilza mengatakan, jika keputusan sanksi telah dikeluarkan Kementerian, pihak Program Pascasarjana bakal melaksanakan putusan itu.
“Itu, kan, ada di Dikti, tetapi apa pun yang diputuskan nanti, kami hanya melaksanakannya,” ujar Ilza.
Di lingkungan Dikti, salah satu yang menangani kasus plagiat di UNJ adalah Direktorat Kelembagaan Iptek dan Dikti yang dipimpin Patdono Suwignjo. Mei lalu, sebelum kasus ini mencuat, Patdono membuat memo kepada Menteri M. Nasir agar menindaklanjuti temuan Tim EKA.
Dalam suratnya, Patdono memaparkan beberapa poin, salah satunya mencabut gelar ijazah kelima mahasiswa doktoral yang terindikasi plagiat. Namun, ketika dikonfirmasi, Patdono menolak dan mengklaim sudah tidak mengikuti perkembangan kasus di UNJ.
“Saya enggak ngikuti, yang ngikuti Pak Ghufron,” ujar Patdono.
Sayangnya lagi, sejauh rencana pembenahan di bawah supervisi Kemenristekdikti, kasus di UNJ hanya terhenti pada penuntasan indikasi plagiat. Padahal, jika merujuk temuan Tim EKA, ada indikasi jual-beli ijazah dalam program Pascasarjana UNJ.
Dan sejak beragam kejanggalan di kampus Rawamangun ini pelan-pelan terbuka ke publik, kalangan internal UNJ curiga ada "orang kuat" di belakang kasus plagiat serta jual-beli ijazah, sehingga kementerian lamban bergerak dan mengunci kasus ini pada persoalan praktik plagiarisme semata.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam