tirto.id - Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9 persen dari yang sebelumnya 5,0 persen pada 2025. Sejalan dengan itu, ADB juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2026 dari yang sebelumnya 55,1 persen menjadi 5,0 persen.
Tidak hanya Indonesia, lembaga keuangan tersebut juga menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia dan Pasifik sebesar 0,1 dan 0,2 poin masing-masing di tahun 2025 dan 2026.
Menurut Kepala Ekonom ADB, Albert Park, penyesuaian pertumbuhan ekonomi ini dilakukan ADB karena adanya perubahan lingkungan perdagangan global akibat penerapan kebijakan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Tarif lebih tinggi yang dikenakan Amerika Serikat dan meningkatnya ketidakpastian perdagangan diperkirakan akan membebani pertumbuhan di kawasan ini," katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (30/9/2025).
Berdasar Asian Development Outlook (ADO) September 2025, ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik diproyeksikan tumbuh 4,8 persen tahun ini dan 4,5 persen tahun depan. Angka tersebut turun dibandingkan dengan proyeksi April, yaitu masing-masing 4,9 persen dan 4,7 persen.
Selain pelemahan pertumbuhan ekonomi, ADB juga melihat adanya sinyal inflasi yang masih terus melandai, dengan proyeksi untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik diproyeksikan hanya berada di level 1,7 persen untuk tahun ini, anjlok dari proyeksi April 2025 yang masih sebesar 2,3 persen.
Sedangkan di tahun depan, inflasi untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik diperkirakan hanya akan berada di angka 2,1 persen, turun tipis dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,2 persen.
"Inflasi diproyeksikan masih terus melandai ke 1,7 persen tahun ini di tengah penurunan harga pangan dan energi, sebelum naik lagi menjadi 2,1 persen tahun depan seiring normalisasi harga pangan. Tarif Amerika Serikat berada pada tingkat yang tinggi secara historis dan ketidakpastian perdagangan global masih sangat tinggi,” ujar Park.
Sementara untuk Indonesia, inflasi diperkirakan akan berada di angka 1,7 persen di 2025, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang masih sebesar 2,0 persen. Sementara tingkat inflasi di tahun depan diperkirakan akan semakin meningkat, di level 2,0 persen.
"Risiko utama terhadap proyeksi di kawasan Asia yang sedang berkembang dan Pasifik termasuk berlanjutnya ketidakpastian di seputar kebijakan dagang Amerika Serikat, terutama yang berkaitan dengan peluang tarif sektoral terhadap semikonduktor dan farmasi, dan juga negosiasi perdagangan Amerika Serikat–RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang belum selesai," jelasnya.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang masih terjadi di dunia juga menjadi sebab pelemahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik. Kemudian, kondisi itu diperparah oleh potensi makin memburuknya pasar properti RRT, dan kemungkinan volatilitas pasar keuangan juga dapat berdampak terhadap proyek kawasan ini.
“Pertumbuhan di kawasan berkembang Asia dan Pasifik masih tangguh tahun ini berkat kuatnya ekspor dan permintaan domestik, tetapi memburuknya lingkungan eksternal telah berdampak terhadap proyeksi ke depan. Dalam lingkungan perdagangan global yang baru, sangatlah penting agar berbagai pemerintahan terus mengedepankan manajemen makroekonomi yang kuat, keterbukaan, dan integrasi regional lebih lanjut," tutup Park.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































