Menuju konten utama

Ada Apa dengan Pengungsi Rohingya di Aceh dan Berapa Jumlahnya?

Ada dua kasus besar terkait Rohingya yang ramai dibicarakan saat ini, termasuk kasus pengusiran pengungsi oleh mahasiswa hingga penyelundupan orang.

Ada Apa dengan Pengungsi Rohingya di Aceh dan Berapa Jumlahnya?
Pengungsi Rohingya yang mendarat di pantai Lamreh Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember lalu menerima bantuan nasi bungkus di tempat penampungan sementara lantai dasar gedung Balee Meurseuraya Aceh (BMA) milik Pemerintah Provinsi Aceh di Banda Aceh, Aceh, Rabu (13/12/2023). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nym.

tirto.id - Masuknya ribuan pengungsi Rohingya di Aceh menimbulkan serangkaian masalah sosial di wilayah setempat. Gesekan-gesekan antara warga setempat dan pengungsi terus terjadi sehingga memicu pro dan kontra di kalangan publik.

Belum lama ini media sosial kembali ramai dengan isu terkait Rohingya Aceh. Masalah yang dibicarakan warganet tidak jauh dari berbagai konflik sosial yang terjadi akibat jumlah pengungsi Rohingya di Aceh terus bertambah.

Lantas, ada apa dengan pengungsi Rohingya sehingga viral di media sosial? Ada banyak hal yang membuat kasus pengungsi Rohingnya banyak dibahas di media sosial saat ini.

Sebagian membicarakan soal penolakan warga terhadap para pengungsi. Sementara itu, sebagian lagi membicarakan soal temuan tindak penyelundupan orang dan perdagangan manusia yang melibatkan Rohingya.

Ada Apa dengan Pengungsi Rohingya Aceh?

Ada sejumlah krisis dan konflik yang terjadi di Aceh sejak kedatangan pengungsi Rohingnya. Krisis dan konflik yang terjadi melibatkan kasus penyelundupan orang hingga pengusiran paksa pengungsi oleh massa mahasiswa.

Berikut ini Tirto merangkum dua kasus besar terkait Rohingya di Aceh yang terjadi baru-baru ini dan viral di media sosial:

1. Pengungsi Rohingya Terlibat Penyelundupan Orang

Gelombang masuknya imigran Rohingya di Aceh dicurigai bukan pengungsian biasa. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah mengidentifikasi adanya tindak pidana terkait kedatangan mereka. Dua jenis tindak pidana yang melekat pada masalah imigran Rohingya, yaitu penyelundupan orang dan perdagangan manusia.

Pihak Indonesia menjadi terus melakukan pemburuan pelaku atas kedua kejahatan tersebut. Pelaku adalah otak di balik keniscayaan imigran Rohingya untuk mendapatkan akses menuju Aceh. Hal ini merupakan bentuk kejahatan transnasional dan Indonesia menjadi negara pihak Konvensi PBB menentang Tindak Pidana Transnasional.

"Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempersekusi para pelaku tindak pidana, baik tindak pidana penyelundupan manusia maupun perdagangan manusia yang terjadi di dalam pergerakan pengungsi Rohingya ke Aceh,” kata Juru Bicara Kemenlu RI, Lalu Muhamad Iqbal, seperti dikutip laman Kemenpanrb, Selasa (12/12/2023) lalu.

Sebagai negara pihak Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional, Pemerintah RI mempunyai kewajiban dalam lingkup internasional untuk mencegah dan mempersekusi pelaku tindak pidana penyelundupan orang dan perdagangan manusia. Kewajiban ini sebenarnya juga mesti dipikul negara asal.

Di sisi lain, Indonesia sebenarnya bukan negara pihak dalam Konvensi Pengungsi (Konvensi 1951). Oleh sebab itu, kasus pengungsi Rohingya juga semestinya turut melibatkan peran negara-negara lain yang menjadi negara pihak Konvensi Pengungsi tersebut. Justru yang terjadi sebaliknya, yaitu terdapat negara-negara pihak Konvensi 1951 yang menolak kehadiran pengungsi Rohingya.

Kedatangan imigran Rohingya makin banyak di Aceh. Mereka berlabuh dengan kapal secara bergelombang. Penanganan pengungsi Rohingya oleh pemerintah daerah terbilang lambat dan telah menimbulkan gejolak pada masyarakat Aceh.

2. Pengungsi Rohingya Diusir Paksa Mahasiswa Aceh

Belum lama ini terjadi aksi protes dan pengusiran paksa para pengungsi Rohingya oleh kelompok mahasiswa. Aksi mahasiswa ini merupakan bentuk respons atas Pemerintah Aceh yang dianggap lambat dan kurang serius menangani masalah Rohingya.

Aksi pengusiran itu dilakukan ratusan mahasiswa dari berbagai kampus pada Rabu (27/12/2023) lalu. Aksi yang didominasi mahasiswa dari Universitas Abulyatama tersebut dilakukan di kantor DPR Aceh dengan tuntutan agar dirilis pernyataan penolakan pengungsi Rohingya.

Demonstrasi tidak berhenti di situ karena mahasiswa lalu berpindah menuju Balai Meuseuraya Aceh (BMA). Di sana menjadi lokasi penampungan sekira 137 pengungsi Rohingya.

Mahasiswa lantas melakukan pemindahan pengungsi menuju kantor Kemenkumham Aceh. Pemindahan dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang sudah disiapkan mahasiswa. Peristiwa itu sempat diwarnai tangis dan teriakan histeris dari pengungsi yang mayoritas perempuan serta anak-anak.

Kasus Rohingya diusir mahasiswa ini menuai pro dan kontra di kalangan publik. Banyak orang menyayangkan sikap mahasiswa yang kurang bijak dalam memperlakukan kaum rentan, namun tidak sedikit yang mendukung aksi tersebut.

Jumlah Pengungsi Rohingya di Aceh Desember 2023

UNHCR menyebutkan jumlah pengungsi Rohingya yang sudah mendarat di Aceh semenjak November 2023 mencapai 1.200 orang. Angka tersebut belum termasuk 400 pengungsi baru yang berlabuh pada Minggu (10/12/2023). Jumlah pengungsi bisa saja naik terus jika gelombang kedatangan pengungsi Rohingya belum berhenti.

"Secara kumulatif sejak 14 November, jumlah kedatangan pengungsi adalah sekitar 1.200 orang di beberapa titik di Aceh, seperti Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang," kata pejabat informasi publik (public information officer) UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono.

Persoalan pengungsi Rohingya semakin berlarut penuntasannya. Hal ini menimbulkan penolakan dari masyarakat Aceh. Masyarakat setempat sudah enggan untuk menampung kembali pengungsi yang telah menimbulkan gesekan di antara mereka.

Baca juga artikel terkait ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy