tirto.id - Pemerintah mulai melakukan beragam upaya jelang arus mudik Natal dan tahun baru 2024. Presiden Joko Widodo pun menggelar rapat paripurna dalam pembahasan mudik pada Senin (11/12/2023) pekan lalu. Usai rapat, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa ada sekitar 107,6 juta orang yang akan melakukan aktivitas mudik.
“Polri tentunya mempersiapkan operasi untuk melaksanakan kegiatan pengamanan pengawalan terkait dengan rangkaian kegiatan Natal dan tahun baru dengan melaksanakan operasi Lilin yang kita laksanakan mulai dari 20 Desember - 2 Januari, di mana kegiatannya melibatkan kurang lebih 129.923 personel baik Polri-TNI maupun seluruh stakeholder terkait,” kata Sigit kala itu.
Pemerintah juga menyiapkan sejumlah infrastruktur. Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hedi Rahadian, mengatakan bahwa mereka telah menyiapkan jalan non-tol nasional sepanjang 47.603 kilometer untuk menghadapi Natal dan tahun baru 2024.
Selain itu, Kementerian PUPR juga telah menyiapkan jalan tol sepanjang 2.816 kilometer di 5 wilayah besar Indonesia dalam menghadapi arus mudik Nataru antara lain: Sumatera 865 kilometer, Jawa 1.782 kilometer, Bali 10 kilometer, Kalimantan 97 kilometer, dan Sulawesi 62 kilometer. Mereka juga tengah menyelesaikan pembangunan jalan tol sepanjang 410 kilometer yang tersisa.
“Pembangunan jalan tol sampai akhir tahun 410 kilometer targetnya, yang sudah dioperasikan 218 kilometer. sisanya kami harapkan akan berfungsi pada saat Nataru ini,” ucap dia.
Bahaya Masih Mengancam
Meskipun pemerintah sudah berupaya menyiapkan segala infrastruktur, toh masih ada hal yang belum menjadi perhatian, yakni masalah keamanan masyarakat melintasi jalan sebidang kereta api.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyinggung permasalahan perlintasan sebidang sebagai salah satu hal yang diatensi. Sebab, kata dia, tidak sedikit korban kecelakaan di perlintasan sebidang akibat ketidaktahuan masyarakat saat melintas.
“Akhir-akhir ini banyak kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang pada malam hari. Dan lokasi berada di perdesaan,” kata Djoko, Senin (18/12/2023).
Menurut Djoko, kecelakaan perlintasan sebidang umumnya terjadi di malam hari dengan kondisi tidak terpantau. Ia sebut entah masyarakat yang lewat daerah tersebut kurang hati-hati atau tidak mengetahui medan. Hal ini semakin penting untuk ditangani apalagi kereta saat ini sudah lebih cepat. Menurut Djoko, kereta saat ini sudah jalan dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih tinggi dibanding sebelumnya yang hanya 90 km/jam.
Ia mengingatkan bahwa masih ada sekitar 260 lebih perlintasan sebidang yang perlu diatensi. Dari ratusan perlintasan tersebut, ada sekitar 51 titik yang dilintasi di pedesaan dan tidak bisa ditangani.
“Bagi pengguna senang, [karena] lebih cepat, tapi harus berhati-hati. Memang beberapa perlintasan sudah diupayakan ditutup. Tidak mudah memang. Mereka sudah terbiasa lewat di situ dan sebagainya, maka harus dicari jalan keluar bersama,” kata Djoko.
Selain menutup, Djoko mengatakan, pemerintah sudah berupaya menggunakan teknologi. Ia sebut, beberapa daerah mulai melakukan pengadaan alat modern untuk mencegah kecelakaan di perlintasan sebidang. Akan tetapi, masyarakat justru nakal dengan mencuri alatnya.
“Memang titik-titik seperti itu sebenarnya oleh pemda itu sudah dipasang, namanya early warning system (EWS). Jauh dari pemukiman, sumber energi dari tenaga surya, bagus [di] awal tapi tidak bertahan lama. Dicuri. Itu menjadi masalah. Serba salah, kan? Dipasang kamera, dicuri dulu baru barangnya karena jauh dari pemukiman,” kata Djoko.
Jelang mudik dan libur Nataru, Djoko berharap permasalahan perlintasan sebidang bisa ditangani pemerintah. Ia berharap publik mau hati-hati ketika melintas di perlintasan sebidang. Pemerintah, kata Djoko, sebaiknya menambah personel agar kecelakaan di perlintasan sebidang bisa ditekan.
“Ya kalau kondisi seperti ini pada saat Nataru seperti ini, ya penjagaan diperketat aja. Penambahan SDM,” kata Djoko.
Pengamat kebijakan publik dari IDP-LP, Riko Noviantoro, juga mengakui bahwa permasalahan perlintasan sebidang harus diatensi. Kendati kecelakaan kereta api yang terjadi pada perlintasan sebidang tercatat menurun, tapi perlu menjadi perhatian pemerintah.
Sebab, kata Riko, jumlah jalur perlintasan sebidang merupakan potensi kecelakaan pada musim liburan dan mudik. Bahkan sejumlah titik merupakan jalur perlintasan sebidang yang tidak ada penjaga.
“Perlintasan sebidang itu suatu area perlintasan kereta api yang menjadi pelintasan kendaraan lain, seperti mobil dan motor. Perlintasan sebidang itu berbahaya bagi keselamatan pengguna jalan dan kereta api,” kata Riko, Senin (18/12/2023).
Pada sejumlah daerah, lanjut Riko, telah banyak yang ditutup pelintasan sebidang ini. Hanya saja jumlah yang belum ditutup lebih banyak. Khususnya di wilayah luar Jakarta. Akibatnya, kata dia, di beberapa daerah masih terjadi kecelakaan kereta. Tidak sedikit korban jiwa dan kerugian materi.
“PT KAI perlu serius menyelesaikan masalah ini. Jangan dibiarkan berlama-lama tanpa solusi. Segera dilakukan kajian dan penutupan atau pengalihan,” kata Riko.
Menurut dia, masalah utama memang terletak pada desain perkotaan yang tidak sejalan dengan jalur kereta. Daerah yang dilintasi jalur kereta sering melakukan perkembangkan wilayah tanpa mempertimbangkan pelintasan kereta.
Di sisi lain, kata Riko, memang terdapat persoalan harga tanah. Beberapa daerah yang berupaya melakukan pembebasan tanah untuk menyesuaikan dengan jalur kereta api, mengalami hambatan. Harga tanah yang semakin tinggi, akibatnya pemerintah tdak mampu sediakan jalur alternatif untuk masyarakat.
“Bagi daerah terpaksa perlu bikin under pass atau fly over untuk hindari perlintasan kereta. Itu butuh dana besar, terutama dalam pembebasan lahannya,” kata Riko.
Respons Kemenhub
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, menegaskan Kementerian Perhubungan sudah memotivasi permasalahan perlintasan sebidang. Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) bersama dengan stakeholder terkait telah melaksanakan inspeksi keselamatan bersama pada jalur-jalur dan infrastruktur perkeretaapian yang akan digunakan untuk pelayanan kereta api.
“Khusus untuk penanganan perlintasan sebidang, DJKA bersama dengan stakeholder terkait akan menyiagakan petugas tambahan pada titik-titik yang dianggap rawan terjadinya kecelakaan,” kata Adita saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (18/12/2023).
Adita juga memastikan, DJKA Kementerian Perhubungan berkolaborasi dan melakukan harmonisasi dengan pemerintah daerah melalui pemberian bantuan teknis berupa pembangunan pos jaga dan pintu perlintasan, yang kemudian dioperasikan oleh pemda dimaksud.
Selain itu, tahun ini, kata Adita, DJKA telah dan akan memberikan bantuan teknis penanganan perlintasan sebidang kepada pemda, antara lain 22 pos jaga dan pintu perlintasan (sudah terbangun), 6 pintu perlintasan yang akan dibangun pada 2024, serta frontage road di lintas Bandar Tinggi Kuala Tanjung yang akan selesai pada 2024, melalui Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Medan; 27 pos jaga dan pintu perlintasan, 2 JPO/M dan 7 Early Warning System (EWS), frontage road, serta sterilasasi jalur melalui BTP Padang.
Lalu, ada 13 pos jaga dan pintu perlintasan melalui BTP Palembang; 7 pos jaga dan pintu perlintasan, 14 JPO/M, serta 3 underpass melalui BTP Jakarta; 9 pos jaga, dan 3 JPO/M melalui BTP Bandung; 31 pos jaga, 16 flyover/underpass, dan 3 JPO/M melalui BTP Semarang; serta 26 pos jaga dan pintu perlintasan, serta 2 flyover melalui BTP Surabaya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz