Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Pertarungan Sengit Pileg yang Kalah Pamor dari Riuh Pilpres 2024

Publik lebih tertarik pilpres daripada pileg pada Pemilu 2024. Meski demikian, bukan berarti pemilihan legislatif adem ayem saja.

Pertarungan Sengit Pileg yang Kalah Pamor dari Riuh Pilpres 2024
Ilustrasi Partai Politik Peserta Pemilu. tirto.id/Ecun

tirto.id - Debat perdana capres yang digelar pada Selasa (12/12/2023) malam, terus menjadi perbincangan. Hal ini membuat pemilu serentak tahun depan terkesan didominasi kontestasi capres-cawapres, padahal pada 14 Februari 2024, rakyat Indonesia juga akan memilih calon anggota legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah serta anggota DPD RI.

Meski demikian, bukan berarti pemilihan legislatif adem ayem saja. Sebab, partai politik peserta pemilu, khususnya parpol menengah ke bawah harus berjuang mati-matian agar mereka bisa lolos ambang batas parlemen 4 persen. Mereka juga harus bersaing dengan partai non-parlemen hingga parpol baru yang lolos sebagai peserta Pemilu 2024.

Berdasarkan data sejumlah lembaga survei yang dirilis baru-baru ini, persaingan perolehan suara partai di level papan tengah cukup sengit. Misalnya, data survei Indikator Politik [PDF] pada periode 23 November-1 Desember 2023 yang melibatkan 1.200 responden dengan margin of error (MoE) 2,9 persen, PDIP berada di urutan teratas dengan 23,5 persen suara. Di posisi kedua adalah Partai Gerindra dengan suara 16,9 persen.

Di luar dua partai di atas, setidaknya ada enam parpol yang diprediksi lolos ambang batas parlemen, yakni: Partai Golkar (10,8 persen), PKB (7,8 persen), Partai Nasdem (6,3 persen), Partai Demokrat (6 persen), PKS (5,5 persen), dan PAN (4,4 persen).

Sementara itu, PPP yang notabene adalah partai parlemen diprediksi hanya mendapat suara 2,6 persen dalam survei Indikator Politik. Selain PPP, ada PSI (1,6 persen), Partai Perindo (1,2 persen), Partai Hanura (0,5 persen), PBB dan Partai Ummat sama-sama 0,4 persen, Partai Buruh dan Gelora (0,2 persen), dan PKN serta Garuda (0,1 persen).

Jika menilik secara grafis, Partai Golkar, Gerindra, dan Demokrat mengalami kenaikan suara. Jika dibandingkan survei yang digelar periode 27 Oktober-1 November 2023, Gerindra naik dari 14,4 persen menjadi 16,9 persen; Golkar naik dari 9,3 persen menjadi 10,8 persen; dan Demokrat naik dari 5,2 persen menjadi 6 persen. Suara PAN juga naik, tapi tidak signifikan dari 4,3 persen jadi 4,4 persen.

Sedangkan PDIP mengalami penurunan dari 24,1 persen menjadi 23,5 persen. Suara PPP turun dari 3 persen menjadi 2,6 persen. Hal yang sama juga terjadi pada parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Misalnya, suara Partai Nasdem turun dari 7 persen ke 6,3 persen dan PKS dari 6,2 persen ke 5,5 persen. Di sisi lain, suara PKB justru naik dari 7,7 persen menjadi 7,8%.

Data yang hampir sama juga tercermin dalam temuan survei yang dilakukan Populi Center [PDF]. Survei ini dilakukan pada periode 28 November hingga 5 Desember dan melibatkan 1.200 responden dengan margin of error 2,83 persen. Tiga partai teratas adalah PDIP, Gerindra, dan Golkar.

Berdasarkan data Populi Center, PDIP juga mengalami penurunan dari 18,1 persen dalam survei periode November 2023 menjadi 17,7 persen. Sedangkan Gerindra yang berada di peringkat kedua naik dari 15,2 persen menjadi 16,3 persen. Golkar juga naik dari 10,7 persen ke 12,3 persen.

Dalam survei Populi Center ini, di papan tengah ada PKB yang mengalami kenaikan dari 9,1 persen menjadi 10,6 persen; PKS dari 6,4 persen menjadi 7,4 persen; Demokrat naik dari 4,8 persen menjadi 5 persen; Nasdem dari 4,8 persen menjadi 4,7 persen; PAN berubah dari 5,4 persen menjadi 4,3 persen. Sementara itu, partai non-parlemen, seperti Perindo turun dari 1,6 persen menjadi 1,4 persen; PSI dari 2,3 persen menjadi 1,3 persen, dan Partai Gelora turun dari 0,2 persen menjadi 0 persen.

Di sisi lain, Poltracking [PDF] juga merilis temuan mereka dalam survei periode 29 November-5 Desember 2023 terhadap 1.220 responden dengan margin of error 2,9 persen. Poltracking menempatkan PDIP teratas dengan angka 22,2 persen, tetapi angka ini turun daripada survei November 2023 yang mencapai 23 persen.

Peringkat kedua digawangi Gerindra dengan 18,3 persen atau naik 0,2 persen dari sebelumnya di angka 18,1 persen. Partai Golkar yang finis di peringkat ketiga juga naik dari 8,8 persen menjadi 9,8 persen.

Selain tiga partai di atas, PKB naik dari 8,4 persen menjadi 9,4 persen; Nasdem dari 8,3 persen menjadi 8,5 persen; Demokrat naik dari 5,1 persen menjadi 5,8 persen; PKS turun dari 6,5 persen menjadi 5,1 persen; PAN turun dari 4,8 persen menjadi 4,5 persen; PPP naik sedikit dari 3,2 persen menjadi 3,4 persen; dan Perindo turun dari 2,1 persen menjadi 1,5 persen.

Mengapa Publik Lebih Fokus ke Pilpres?

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, menilai perubahan minat publik tidak lepas dari sistem pemilu Indonesia yang dilakukan serentak antara pemilihan caleg dan presiden. Hal itu berimbas pada pola pikir publik tentang pemilu.

“Jadi memang hal ini berkonsekuensi terhadap dominasi perhatian publik terhadap pilpres yang pada akhirnya menenggelamkan perhatian mereka terhadap pileg,” kata Arfianto, Kamis (14/12/2023).

Arfianto mengatakan, sebelum Pemilu 2019, parpol berupaya meningkatkan aktivitas politik mereka, termasuk mengenalkan caleg-calegnya agar mendapatkan suara terbanyak. Sebab, perolehan suara parpol akan menentukan bisa dan tidaknya mengusung capres-cawapres. Namun, dengan pemilihan serentak, publik lebih fokus ke pilpres daripada pileg.

Dalam kacamata Arfianto, hal itu dapat merugikan pemilih. Sebab, kata dia, publik akan sulit mengenal calon dan rekam jejak para calon wakil rakyat di parlemen. Di sisi lain, ada potensi caleg yang terpilih justru mereka yang punya dana besar, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas caleg.

Sementara itu, analis politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi, mengatakan publik tidak melihat lagi pileg karena tidak ada perbedaan antara satu parpol dengan parpol lain, termasuk program yang ditawarkan. Selain itu, kata dia, jati diri partai juga tidak mengakar di publik. Ia tidak melihat partai politik sebagai bagian dari kesadaran masyarakat.

“Hal ini juga sangat ditentukan oleh lemahnya pelembagaan partai politik yang ada sekarang dan berjaraknya partai politik dalam mengkanalisasi agenda-agenda rakyat. Kita melihat kalau kemudian dalam konfigurasi struktur politik Indonesia seringkali partai menjadi rumah dari kekuatan faksi-faksi oligarki,” kata Airlangga, Kamis (14/12/2023).

Di sisi lain, kata Airlangga, suara tiga partai besar yang konsisten dalam survei, yakni PDIP, Golkar, dan Gerindra tidak lepas dari kemampuan mereka yang sudah membangun basis pemilih. Hal ini berbeda dengan partai di posisi menengah ke bawah.

“Di partai tengah yang masih belum stabil perolehan suara dan hubungan engagement dengan konstituen itu yang kemudian membuat seringkali ada perubahan-perubahan dalam konfigurasi peta dari partai politik,” kata Airlangga.

Respons Partai Politik

Politikus Partai Nasdem, Surya Tjandra, mengakui bahwa pilpres bersamaan dengan pileg memicu tantangan dalam upaya meraup suara. Akan tetapi, ia menilai Nasdem, yang notabene pendukung pasangan nomor urut 1, Anies-Muhaimin, sudah bergerak untuk membangun pemilih.

“Tantangan pileg berbarengan pilpres memang cenderung membuat pileg seperti tenggelam, untungnya teman-teman caleg Nasdem juga tetap bergerak mengawal dan membangun konstituen. Mulai dari penyebaran alat peraga juga canvassing dan kampanye door to door,” kata Surya, Kamis (14/12/2023).

Selain itu, Surya yang juga juru bicara Timnas AMIN ini menegaskan, Nasdem adalah partai pertama yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres. Ia yakin akan ada efek elektoral dari Anies bagi suara Nasdem.

“Kami percaya diri di berbagai daerah, di mana AMIN unggul, akan berdampak positif bagi Nasdem. Meski tetap perlu kerja keras nanti di lapangannya,” kata Surya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi, menilai bahwa realita politik bukanlah persaingan pilpres, melainkan pileg. Menurut dia, persaingan pileg di tingkat kabupaten dan kota justru lebih kuat daripada pilpres.

“Yang sangat ketat adalah pertarungan di dapil yang dilakukan oleh caleg DPRD kabupaten/kota. Semakin ke atas semakin longgar, provinsi kemudian DPR RI, kemudian calon DPD RI dan presiden. Yang saya tahu kenyataan di lapangan seperti itu,” kata Viva, Kamis (14/12/2023).

Viva mengklaim PAN sudah mencapai ambang batas minimal. Akan tetapi, kata dia, PAN akan berupaya meningkatkan kembali elektabilitasnya. Strategi yang dilakukan, antara lain: Pertama, mengaktifkan mesin partai untuk mendulang suara. Kedua, memonitor dan mengendalikan kinerja dan perjuangan caleg-caleg di dapil, karena kekuatan PAN itu adalah kekuatan para caleg.

Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, M. Romahurmuziy, juga mengatakan penyebab publik lebih suka pilpres daripada pileg karena sejumlah faktor. Pertama, publik menaruh atensi di pilpres karena coverage media lebih luas. Ia mencontohkan, beragam kegiatan debat digelar oleh non-KPU, seperti podcaster hingga debat bisnis yang digelar APINDO serta perguruan tinggi.

Di sisi lain, pilpres lebih menarik sebagai tontonan karena kandidat lebih sedikit. “Kalau pileg Ini kandidatnya 18 partai politik, belum lagi jumlah orang yang terlibat. Satu partai itu 12.000 orang calegnya. Pastilah tidak menyenangkan untuk dilihat, untuk diikuti antara satu dengan yang lain begitu,” kata pria yang akrab disapa Romi ini.

Romi juga mengatakan, PPP akan terus berupaya untuk kembali merebut suara pemilih di tengah hingar-bingar pilpres. Ia mengaku, PPP telah menginstruksikan kepada kader dalam rangka mengembalikan kejayaan PPP.

Instruksi tersebut, antara lain: Pertama, partai meminta kader untuk bersilaturahmi kembali kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama yang menjadi basis pemilih mereka. Kedua, PPP memerintahkan agar para kader merebut suara PPP yang berkelana di partai lain. Ketiga, upaya merebut suara pemilih pemula.

“Itu yang kami amanatkan kepada mereka [caleg]. Soal caranya, caleg sudah kami berikan pembekalan yang cukup untuk melakukan berbasis kearifan lokal masing-masing,” kata Romi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz