Menuju konten utama
Lanskap Tirto

Geliat dan Tantangan Bisnis Barang Antik di Kota Lama Semarang

Pelaku usaha barang antik di Kota Lama Semarang telah mengalami berbagai dinamika. Namun, mereka masih bisa eksis hingga sekarang.

Geliat dan Tantangan Bisnis Barang Antik di Kota Lama Semarang
Pedagang barang antik sedang melayani kolektor pencari uang lawas. tirto.id/Baihaqi

tirto.id - Waktu sudah menunjukkan pukul 20.11 WIB, tapi Toro masih sibuk melayani pembeli. Pedagang barang antik di Kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah itu menyambut ramah setiap orang yang datang.

Melihat dua sejoli tengah mencari-cari uang kuno, Toro bergegas meraih kursi dan mempersilakan keduanya untuk duduk agar lebih nyaman. Kemudian Toro menunjukkan uang lawas miliknya.

Koleksi uang jadulnya ada yang berupa koin, ada pula kertas. Nominalnya pun beragam. Lapaknya juga memiliki aneka kerajinan keramik antik berbentuk gelas, piring, mangkok, loyang, vas bunga, hingga guci.

Toro mengaku sudah cukup lama menggeluti bisnis barang antik. “Jualan di Kota Lama dari sekitar tahun 2014,” kata dia kepada kontributor Tirto, Rabu (13/12/2023).

Sementara itu, pedagang barang antik lain, Rofiq Achmad, lebih banyak menjual beragam jenis kertas. Seperti buku-buku lama, perangko, sampai dokumen yang berkaitan dengan sejarah. Ada pula barang-barang lain hingga ia tak bisa menghitung jenis dan jumlahnya.

“Dulu sempat fokus mengoleksi dan jual barang-barang militer, tapi kalau sekarang daganganku banyak yang kertas,” kata Rofiq.

Yang tak kalah spesial, Rofiq menjual wayang suket hasil anyaman sendiri. Karya seni wayang suket terbilang unik dan tak mudah ditemukan di tempat lain sehingga menjadikannya spesial.

Harga barang antik yang dijual bervariasi, menyesuaikan dengan jenis, kualitas, dan nilai historis barangnya. Semakin terbatas stok barang di pasaran, nilainya kian mahal. Pun sebaliknya.

Koleksi Rofiq paling murah ada yang seharga Rp1.000 untuk kelereng jadul mini. Sementara koleksi termahalnya saat ini adalah moncong hiu gergaji yang ia banderol dengan harga Rp8 juta.

Pasar Barang Antik Kota Lama

Pedagang barang antik sedang melayani kolektor pencari uang lawas. tirto.id/Baihaqi

Diburu Kolektor Luar Kota

Geliat bisnis barang antik tak pernah mati. Pengunjung pasar klitikan atau pasar barang antik di Galeri Industri Kreatif Kawasan Kota Lama Semarang datang silih berganti.

Mereka yang datang tak hanya warga lokal Semarang. Banyak kolektor dari luar kota maupun luar provinsi Jawa Tengah bertolak ke Semarang untuk memburu barang incarannya.

Pada Rabu (13/12/2023), lapak milik Rofiq kedatangan kolektor dari Bandung, Jawa Barat. Kolektor tersebut membeli beberapa barang, salah satunya tas kanvas selempang keluaran 1980-an.

Di lapak berbeda, Rizki pembeli asal DKI Jakarta, tampak sedang sibuk mencari tustel atau kamera model lawas. Ia mondar-mandir keliling lapak sambil sesekali bertanya kepada pedagang.

“Belum nemu barang yang pas. Tadi ada sih tustel yang bagus, tapi fiturnya sudah enggak berfungsi. Ini coba nyari-nyari yang lain," ucap Rizki saat ditemui di lokasi.

Menurut dia, mencari barang kuno tidaklah mudah. Namun, dengan banyaknya lapak barang antik seperti di Kota Lama Semarang membuatnya punya banyak pilihan. Yang penting, kata Rizki, harus jeli meneliti lapak demi lapak.

Pasar barang antik di Kota Lama Semarang juga kerap dikunjungi wisatawan mancanegara. Namun, kata Rofiq, seringnya para turis hanya melihat-lihat saja tanpa membeli.

“Turis sebenarnya bukan pasar kami. Pasar kami lebih banyak orang dari Jawa Timur, Jakarta, dan Bandung. Kalau luar Jawa, paling Bali," ujar dia yang juga pengurus komunitas pasar antik.

Pasar Barang Antik Kota Lama

Suasana pasar barang antik di Kawasan Kota Lama Semarang. tirto.id/Baihaqi

Lalui Masa Sulit

Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), khususnya pedagang barang antik di Kota Lama Semarang telah mengalami berbagai dinamika. Meskipun begitu, mereka masih bisa eksis hingga sekarang.

Akademisi Universitas Semarang, Dian Puspitasari, mencatat pedagang barang antik di Kota Lama sudah ada sejak 2014. Sebagian besar berjualan di area terbuka dekat Taman Srigunting.

Saat ada penataan kawasan cagar budaya, tidak semua pedagang terakomodir untuk direlokasi ke Galeri Industri Kreatif di Jalan Garuda Nomor 1 Kota Lama. Namun, dalam perjalannnya, semua bisa terakomodir.

Usai menempati area jual baru sekitar 2019, komunitas pedagang (yang kini bernama) Antikan Semarang Kawasan Kota Lama atau Asem Kawak sempat mengeluh. Sebab, pendapatannya justru mengalami penurunan.

M Alam Amrillah dan Putri Agus Wijayati dalam Journal of Indonesian History pada 2021 meneliti, penurunan pendapatan terjadi karena lokasi baru pasar antik kurang strategis, mengharuskan pengunjung masuk gedung terlebih dulu.

Sisi lain, menurut penelitian itu, tujuan kedatangan pengunjung Kota Lama pasca-revitalisasi mengalami pergeseran: hanya berswafoto dan tidak terlalu minat pada barang antik.

Seiring berjalannya waktu, para pedagang mulai beradaptasi. Mereka menyadari meskipun tak seramai ketika jualan di area terbuka, nyatanya lokasi yang baru lebih representatif.

Lapak jualan yang berada dalam gedung membuat pedagang tak lagi takut barangnya kehujanan atau mengalami kemalingan, juga tak perlu membayar biaya listrik dan keamanan.

Selain masalah relokasi, pedagang barang antik di Kota Lama Semarang sempat menghadapi masalah berat saat pandemi Covid-19 melanda. Beruntung kini sudah pulih.

Mental usaha pelaku UMKM barang antik sudah lebih tangguh selepas melewati dua momen krusial, yakni sepinya jualan imbas relokasi dan pandemi Covid-19.

Rofiq Achmad

Pedagang barang antik, Rofiq Achmad (baju merah) tengah memeriksa koleksi wayang suketnya. tirto.id/Baihaqi

Tantangan Bisnis Kian Berat

Tantangan bisnis barang antik semakin berat. Rofiq yang sudah menjajaki bisnis antikan sejak 2013 merasakan betul berbedaan jualan sekarang dibandingkan sepuluh tahun silam.

“Dulu barangnya murah, jualnya juga gampang. Tapi setelah 2020 ke sini, omzet turun karena banyak pesaing," cerita dia.

Menurut pengamatan Rofiq, orang-orang yang tadinya kolektor barang antik lama-lama menjadi pedagang juga. Sehingga saat ini jarang ada kolektor sejati.

“Ketika kolektor punya barang banyak, kemudian iseng jual jenis barang yang dobel, ternyata kok untung, lalu ketagihan. Orang-orang seperti itu banyak,” kata Rofiq bercerita.

Rofiq yang merupakan pengurus Seksi Pariwisata di Komunitas Asem Kawak mengatakan, pedagang barang antik di Kota Lama Semarang sebenarnya tak hanya mengandalkan model jualan konvensional.

Para pedagang kerap memasarkan secara daring koleksi barangnya, baik melalui marketplace maupun media sosial seperti Facebook.

Namun, seiring banyaknya orang yang melek teknologi, membuat bisnis barang antik bisa dilakukan siapa pun, tak harus oleh pedagang yang memiliki lapak dan koleksi seabrek.

“Sekarang banyak orang yang paham jualan online, sampai tukang rosok keliling saja paham. Jadi saingan kami tambah banyak," kata dia.

Untungnya, barang antik memiliki kelebihan: semakin lama bisa semakin mahal. Sehingga dagangan yang belum laku sekarang bisa jadi investasi sampai kelak terjual ke tangan yang tepat dengan harga berlipat.

Pasar Barang Antik Kota Lama

Suasana pasar barang antik di Kawasan Kota Lama Semarang. tirto.id/Baihaqi

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Bisnis
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz