Menuju konten utama

5 Cerita Singkat Berdirinya Muhammadiyah untuk Anak SD dan TK

Temukan cerita singkat tentang berdirinya Muhammadiyah & KH Ahmad Dahlan untuk anak SD dan TK di sini. Berbagai cerita ini amat menarik juga bermakna.

5 Cerita Singkat Berdirinya Muhammadiyah untuk Anak SD dan TK
Buku bacaan anak Islami. foto/istockphoto

tirto.id - Cerita singkat berdirinya Muhammadiyah untuk anak SD dan TK ini bisa dijadikan bahan belajar dan renungan generasi muda Muhammadiyah. Cerita singkat yang menarik ini bisa dibacakan oleh orang tua di rumah, atau para guru yang sedang mengangkat materi sejarah berdirinya Muhammadiyah.

Muhammadiyah sendiri adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1912. Organisasi ini dikenal dengan gerakan pendidikan, sosial, dan ajaran kebaikannya yang terus hidup hingga sekarang. Banyak sekolah, rumah sakit, hingga kegiatan sosial yang kita kenal hari ini lahir dari cita-cita mulia para pendirinya, terutama KH Ahmad Dahlan.

Besok, Muhammadiyah akan memperingati Milad Muhammadiyah pada 18 November 2025. Momen ini bukan hanya tentang sejarah panjang perjuangan Muhammadiyah dalam pendidikan dan dakwah, namun juga saat yang tepat untuk mengajarkan nilai-nilai akhlak kepada anak-anak sejak dini.

Melalui cerita sederhana dan mudah dipahami, anak-anak dapat belajar bagaimana bersikap baik, menolong sesama, jujur, dan berani melakukan hal yang benar, termasuk mengelola akhlak yang sejalan dengan ajaran Islam dan semangat gerakan Muhammadiyah.

Untuk membantu para guru, orang tua, atau pembina dalam memberikan teladan akhlak, artikel ini menghadirkan 5 cerita singkat tentang berdirinya Muhammadiyah untuk anak SD dan TK. Cerita singkat seperti ini sangat mengena bagi anak-anak karena sarat nilai moral, memberi teladan, mudah diingat, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Milad ke-112 Muhammadiyah

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti (kanan) menandatangani ucapan dalam rangka memperingati Milad ke-112 Muhammadiyah di SMA Muhammadiyah 1 Taman, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (16/11/2024). Milad ke-112 Muhammadiyah tersebut mengambil tema 'Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua'. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/nz

Cerita Singkat Berdirinya Muhammadiyah untuk Anak SD dan TK

Anak-anak selalu belajar dari teladan. Ketika mereka mendengar kisah nyata tentang orang-orang baik, mereka akan lebih mudah memahami makna rajin, jujur, dan suka menolong.

Oleh karena itu, cerita tentang KH Ahmad Dahlan dan berdirinya Muhammadiyah sangat cocok diperkenalkan sejak dini. Berikut beberapa kisah tentang Muhammadiyah yang disusun untuk anak-anak:

1. Cerita tentang Siapa KH Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan adalah seorang ulama yang sangat mencintai ilmu dan kebaikan. Namun, sebelum dikenal sebagai kiai besar, ia adalah seorang anak kecil bernama Muhammad Darwis yang lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta. Sejak kecil, ia tumbuh di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ia suka belajar, suka membantu orang tua, dan selalu ingin tahu tentang banyak hal.

Darwis adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ia merupakan keturunan ulama besar Walisongo, yaitu Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim. Karena itu, sejak kecil Darwis sudah akrab dengan kegiatan masjid, belajar Al-Qur’an, dan mendengar banyak cerita tentang perjuangan menyebarkan Islam. Anak-anak seusianya suka bermain seharian, tetapi Darwis lebih senang duduk mendengarkan orang dewasa berbicara tentang agama.

Ketika berusia 15 tahun, Darwis melakukan perjalanan besar yang mengubah hidupnya. Ia pergi berhaji ke Mekkah. Bayangkan, di usia yang masih belasan tahun, ia sudah berani melakukan perjalanan panjang yang memakan waktu berbulan-bulan. Di Mekkah, Darwis bertemu banyak ulama dan pemikir besar dari berbagai negara. Ia belajar tentang Islam yang bersih dari perbuatan syirik, malas, ataupun tidak peduli pada sesama.

Di Mekkah pula Darwis bertemu pemikir pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin Al-Afghani, dan para ulama yang mengajarkan umat untuk maju. Ia belajar selama bertahun-tahun dan ketika pulang ke Indonesia pada tahun 1888, ia mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan.

Setelah kembali ke Yogyakarta, Ahmad Dahlan mulai mengajar dan berdakwah. Ia dikenal sebagai sosok lembut, sabar, tetapi tegas pada kebenaran. Darwis tidak hanya mengajarkan tentang ibadah, tetapi juga pentingnya bekerja keras, hidup bersih, dan saling menolong. Ahmad Dahlan juga seorang pedagang batik yang sukses. Ia berdagang bukan hanya untuk mencari rezeki, tetapi juga agar bisa membantu orang lain.

Ahmad Dahlan menikah dengan seorang perempuan salehah bernama Siti Walidah, yang dikenal kemudian sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Keduanya menjadi pasangan yang saling mendukung dalam dakwah dan pendidikan. Nyai Ahmad Dahlan kelak mendirikan Aisyiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah yang kini dikenal di seluruh Indonesia.

Meskipun Ahmad Dahlan orang yang baik, ia tidak selalu diterima oleh semua orang. Ada yang menuduhnya aneh, ada yang menyalahi ajaran, bahkan ada yang ingin menyakitinya. Tapi Ahmad Dahlan tetap sabar dan terus mengajarkan kebaikan. Baginya, membimbing orang agar kembali kepada ajaran Islam yang benar adalah tugas utama.

Di akhir hidupnya, Ahmad Dahlan telah menjadi sosok yang sangat dihormati. Ia wafat pada tahun 1923 pada usia 54 tahun. Namun ajaran dan perjuangannya tidak hilang. Justru dari tangan sosok sederhana bernama Muhammad Darwis inilah lahir gerakan besar bernama Muhammadiyah yang namanya terus bergema karena berbagai gerakannya selalu membawa manfaat bagi masyarkaat di sekitarnya.

2. Cerita Berdirinya Muhammadiyah & Kenapa KH Ahmad Dahlan Ingin Mengajarkan Kebaikan

Pada suatu hari di Kampung Kauman, Yogyakarta, suasana sore terasa damai. Burung-burung beterbangan di langit, anak-anak berlari bermain gobak sodor, dan para orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Di tengah suasana itu, ada seorang kiai yang selalu menjadi perhatian banyak orang. Ia adalah KH Ahmad Dahlan, seorang guru yang sabar dan penuh kasih.

Namun ada sesuatu yang membuat beliau sering merenung. Pada masa itu, ia melihat banyak masyarakat yang lupa menjalankan ajaran agama dengan benar. Sebagian masih percaya pada hal-hal yang tidak sesuai dengan Islam. Ada yang malas belajar, ada yang tidak peduli pada kebersihan, dan banyak yang tidak memahami makna saling menolong. Hari demi hari, Ahmad Dahlan semakin merasa bahwa umat Islam perlu dibimbing untuk kembali pada ajaran Al-Qur’an dan teladan Nabi Muhammad.

Suatu malam, Ahmad Dahlan duduk di ruang kecil rumahnya sambil membuka mushaf Al-Qur'an. Ia membaca surat Al-Ma’un berkali-kali. Ayat itu berbicara tentang pentingnya membantu anak yatim, peduli pada orang miskin, dan tidak hanya beribadah secara ritual tanpa perhatian pada sesama. Ayat-ayat itu membuat hatinya bergetar. “Umat Islam harus kembali memahami ajaran ini,” bisiknya dalam hati.

Besok paginya, Ahmad Dahlan mengumpulkan beberapa muridnya. Ia berkata, “Anak-anak, apa kalian tahu apa arti Al-Ma’un?” Murid-muridnya menggeleng. Dengan sabar, ia mengajak mereka melihat keadaan sekitar. Ia menunjukkan ada anak yang tidak sekolah karena miskin, ada orang tua yang sakit tetapi tak bisa berobat, dan ada keluarga yang kelaparan. “Inilah yang dimaksud dalam Al-Ma’un,” kata beliau, “Kita tidak boleh membiarkan mereka begitu saja.”

Sejak itulah Ahmad Dahlan mulai mengajarkan bahwa Islam bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang kebaikan sosial. Ia mengajak murid-muridnya menyisihkan uang untuk membantu orang miskin. Ia mengajarkan mereka belajar sungguh-sungguh agar suatu hari bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Namun, Ahmad Dahlan sadar bahwa mengajak orang secara pribadi tidaklah cukup. Jika suatu hari beliau wafat, siapa yang akan melanjutkan perjuangan ini? Bagaimana umat Islam bisa terus belajar tentang ajaran yang benar? Dari sinilah muncul sebuah gagasan besar dalam hati beliau: mendirikan sebuah organisasi yang bisa mengajarkan Islam secara lebih luas, teratur, dan berkelanjutan.

Pada tahun 1912, dengan izin pemerintah Hindia Belanda, berdirilah sebuah organisasi bernama Muhammadiyah. Nama ini dipilih agar perjuangannya selalu terhubung pada ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Ketika berdiri,

Muhammadiyah tidak langsung besar. Aktivitasnya masih kecil dan sederhana, di antaranya mengajar anak-anak di langgar kecil, mengadakan pengajian, dan membantu fakir miskin. Namun dari tempat sederhana itulah perubahan besar dimulai.

Tidak semua orang setuju. Ada yang menuduh Ahmad Dahlan mendirikan agama baru. Ada yang bilang ia meniru orang Belanda karena mengajar di sekolah modern. Bahkan, pernah ada yang ingin menyakitinya. Namun beliau tidak membalas keburukan dengan keburukan. Ia hanya tersenyum dan berkata, “Kebenaran pada akhirnya akan terlihat.”

Pelan tetapi pasti, ajaran kebaikan itu diterima masyarakat. Murid-muridnya semakin banyak. Orang-orang mulai melihat bahwa apa yang dibawa Ahmad Dahlan bukanlah sesuatu yang aneh, tetapi ajaran Islam yang murni. Keikhlasan dan keteguhannya membuat Muhammadiyah berkembang ke kota-kota lain, hingga akhirnya menjadi organisasi besar seperti yang kita kenal sekarang.

Dan semua itu berawal dari satu hal sederhana: keinginan seorang kiai baik hati untuk mengajarkan kebaikan kepada umat manusia.

3. Cerita tentang Ajaran Utama: Rajin, Jujur, dan Suka Menolong

Pada sebuah pagi yang cerah, sekolah kecil Muhammadiyah di Kauman kedatangan seorang tamu. Ia adalah KH Ahmad Dahlan, yang ingin mengajarkan tiga hal penting kepada murid-muridnya. Hari itu, beliau membawa sebuah keranjang. Anak-anak penasaran, “Apa isi keranjang itu, Kiai?”

Ahmad Dahlan tersenyum. “Hari ini kita akan belajar tentang tiga ajaran utama: rajin, jujur, dan suka menolong.”

Ia membuka keranjang itu. Di dalamnya ada tiga benda: sebuah sapu kecil, sebuah kaca bening, dan seikat roti. Anak-anak mendekat dengan mata berbinar.

Pertama: Rajin

Ahmad Dahlan mengangkat sapu kecil. “Kalian tahu apa ini?”

“Sapu!” jawab anak-anak serempak.

“Betul,” kata beliau, “Tapi sapu ini bukan hanya untuk membersihkan lantai. Sapu mengajarkan kita untuk rajin. Jika kita tidak rajin belajar, hati kita seperti lantai yang kotor. Kita tidak bisa memahami apa-apa.”

Ahmad Dahlan mengajak anak-anak membersihkan kelas bersama. Mereka tertawa, berlarian, dan bekerja sama. Setelah selesai, kelas menjadi rapi dan wangi. “Begitulah hati orang rajin,” kata beliau, “bersih dan siap menerima ilmu.”

Kedua: Jujur

Ahmad Dahlan mengangkat kaca bening. “Coba lihat kaca ini. Kalian bisa melihat diri kalian dengan jelas, bukan?”

Anak-anak mengangguk sambil melihat bayangan mereka.

“Kaca itu seperti hati orang yang jujur. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Saat kita berkata benar, orang akan percaya. Tapi jika kita berbohong, hati kita menjadi keruh seperti kaca yang kotor.”

Beliau lalu bercerita tentang seorang anak yang suka berbohong sehingga tidak dipercaya orang lain ketika ia benar-benar membutuhkan pertolongan. Anak-anak mendengarkan dengan serius. Mereka memahami bahwa kejujuran adalah kunci untuk menjadi orang baik.

Ketiga: Suka Menolong

Terakhir, Ahmad Dahlan mengangkat seikat roti. “Apa yang biasanya kalian lakukan jika punya banyak makanan?”

“Dimakan, Kiai!” jawab seorang anak polos.

Ahmad Dahlan tertawa kecil. “Ya, tapi apa lebih baik kalau kita berbagi?”

Ia lalu membagi-bagikan roti itu kepada anak-anak, tetapi dengan satu syarat: setiap anak harus memberikan sebagian rotinya kepada teman yang paling membutuhkan. Anak-anak pun mencari temannya yang terlihat lapar atau belum sarapan. Wajah mereka ceria saat saling berbagi.

“Kebaikan itu seperti roti,” kata Ahmad Dahlan, “Jika dibagikan, semua orang menjadi kenyang.”

Setelah mengajarkan tiga benda itu, Ahmad Dahlan menutup pelajaran hari itu. “Ingatlah,” katanya, “rajin membuat kalian pintar, jujur membuat kalian terpercaya, dan menolong membuat kalian dicintai Allah.”

Anak-anak pulang dengan hati gembira. Mereka membawa tiga ajaran itu ke rumah dan mempraktikkannya setiap hari: mereka rajin belajar, jujur kepada orang tua, dan menolong teman tanpa diminta.

Ajaran ini menjadi dasar sekolah-sekolah Muhammadiyah hingga sekarang. Bukan hanya mengajarkan membaca dan berhitung, tetapi juga membentuk karakter anak-anak agar menjadi manusia yang baik.

Anak-anak Muslim

Anak-anak Muslim . FOTO/iStockphoto

4. Kisah Muhammadiyah Mendirikan Sekolah dan Tempat Kebaikan

Di awal abad ke-20, suasana pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh. Tidak semua anak bisa sekolah. Banyak anak miskin yang tidak mendapat kesempatan belajar membaca dan menulis. Pada masa itulah, Muhammadiyah hadir membawa perubahan besar.

KH Ahmad Dahlan menyadari bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan umat. Beliau sering berkata, “Orang yang berilmu dapat menolong lebih banyak orang.” Karena itu, setelah Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912, langkah pertama yang dilakukan adalah mendirikan sekolah.

Sekolah Muhammadiyah pertama berdiri di Kauman. Bangunannya sederhana, hanya rumah kayu dengan beberapa ruang belajar. Tetapi semangat di dalamnya sangat besar.

Yang membedakan sekolah Muhammadiyah dengan sekolah lain pada masa itu adalah kurikulumnya. Sekolah Muhammadiyah tidak hanya mengajarkan pelajaran agama, tetapi juga membaca, berhitung, menulis, ilmu bumi, dan pengetahuan umum. Ini dianggap hal baru, karena banyak orang pada masa itu hanya belajar agama tanpa ilmu lain.

Ahmad Dahlan ingin anak-anak Muslim maju seperti bangsa lain. Ia tidak ingin umat Islam tertinggal. Karena itu, ia mengajarkan caranya belajar yang baik, hidup sehat, disiplin, dan mencintai kebersihan. Bahkan, ia mengajarkan cara membuat jadwal belajar, sesuatu yang sangat modern pada masa itu.

Selain sekolah, Muhammadiyah juga mendirikan panti asuhan, panti jompo, dan tempat kesehatan. Semua ini dibuat untuk membantu masyarakat yang kesulitan hidup. Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa membantu orang tidak cukup hanya dengan kata-kata, tetapi harus diwujudkan dengan tindakan nyata.

Salah satu kisah terkenalnya adalah ketika ia mengumpulkan murid-muridnya untuk mengunjungi anak yatim dan orang miskin. Ia berkata, “Kita tidak boleh hanya membaca ayat Al-Ma’un. Kita harus menghidupkan ayat itu.” Dari sinilah lahir kegiatan sosial Muhammadiyah yang terus berkembang hingga hari ini.

Sekolah Muhammadiyah semakin dikenal karena kedisiplinannya. Banyak orang tua mulai menyekolahkan anaknya. Murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan, ada yang berasal dari keluarga kaya, miskin, pedagang, buruh, bahkan anak yatim. Semua diterima dengan adil.

Ketika murid semakin banyak, Muhammadiyah memperluas jangkauannya. Cabang-cabang baru didirikan di kota-kota lain seperti Imogiri, Wonosari, hingga Garut. Di beberapa daerah, mereka menggunakan nama lain karena ada aturan pemerintah. Tetapi semangatnya tetap sama: menyebarkan pendidikan dan kebaikan.

Hari ini, ratusan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, perguruan tinggi, dan lembaga sosial Muhammadiyah ada di seluruh Indonesia. Semua berdiri karena tekad seorang kiai sederhana yang percaya bahwa pendidikan adalah cahaya.

5. Kisah Pesan Penting Muhammadiyah untuk Anak-Anak

Di sebuah kelas kecil di SD Muhammadiyah, seorang guru bernama Bu Rina sedang bersiap memberi pelajaran. Hari itu istimewa, karena ia ingin mengajarkan tiga pesan penting yang diwariskan dari perjuangan Muhammadiyah untuk anak-anak zaman sekarang.

Bu Rina memulai ceritanya, “Anak-anak, kalian tahu tidak? Muhammadiyah bukan hanya organisasi besar. Muhammadiyah punya pesan penting untuk kalian semua.”

Anak-anak menatapnya penuh rasa ingin tahu.

Pesan Pertama: Jadilah Anak yang Cerdas dan Rajin Belajar

Bu Rina berkata, “KH Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa belajar itu tidak boleh malas. Ilmu akan menjadi bekal kalian untuk masa depan.”

Ia lalu bercerita tentang seorang murid Muhammadiyah pada masa dahulu bernama Amin. Amin anak yatim yang miskin, tetapi sangat rajin belajar. Ia sering membaca dengan lampu minyak karena tidak punya listrik. Amin tumbuh menjadi orang yang bermanfaat dan membantu banyak orang sebagai dokter.

“Karena itu,” kata Bu Rina, “jika kalian rajin belajar, kalian bisa menjadi apa pun yang kalian cita-citakan.”

Pesan Kedua: Jadilah Anak yang Berakhlak Baik

Bu Rina kemudian menulis kata akhlak di papan tulis. “Muhammadiyah mengajarkan bahwa ilmu tanpa akhlak seperti rumah tanpa tiang: mudah roboh.”

Bu Rina mencontohkan akhlak baik di antaranya adalah sopan kepada guru, tidak berbohong, membantu teman, tidak mengambil milik orang lain, dan menjaga kebersihan.

Ia juga bercerita tentang murid perempuan bernama Siti yang selalu jujur meski pernah dimarahi karena mengaku memecahkan gelas. “Kejujuran Siti membuat semua orang percaya padanya.”

Pesan Ketiga: Jadilah Anak yang Bermanfaat untuk Sesama

Bu Rina mengambil beberapa makanan kecil dari mejanya dan meletakkannya di tengah kelas. “Siapa yang mau membantu membagi makanan ini untuk teman-teman?”

Banyak tangan terangkat. Bu Rina tersenyum. “Nah, inilah maksud pesan Muhammadiyah. Hidup adalah tentang saling menolong.”

Ia bercerita tentang kegiatan bakti sosial, panti asuhan, dan rumah sakit Muhammadiyah yang semuanya ada karena semangat menolong sesama. “Kalau kalian besar nanti, kalian juga bisa membantu banyak orang, tidak harus menjadi kaya dulu. Kebaikan bisa dimulai dari hal kecil: memberi tempat duduk, membantu teman yang kesulitan, atau menyapa orang tua dengan ramah.”

Bu Rina menutup pelajaran dengan kalimat lembut, “Anak-anak, Muhammadiyah mengajarkan bahwa menjadi Muslim bukan hanya tentang beribadah di masjid, tetapi menjadi cahaya bagi orang lain. Jadilah cahaya itu.”

Anak-anak tersenyum dan berjanji dalam hati bahwa mereka ingin menjadi anak yang rajin, baik, dan suka menolong.

Logo Muhammadiyah

Logo Muhammadiyah. (FOTO/muhammadiyah.or.id)

Kisah tentang KH Ahmad Dahlan dan berdirinya Muhammadiyah adalah teladan penting bagi anak-anak Indonesia. Dengan mengenal perjuangan tokoh bangsa sejak dini, anak akan belajar tentang rajin, jujur, disiplin, dan peduli pada sesama. Semoga cerita ini menginspirasi guru dan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan setiap hari.

Ingin membaca artikel seputar milad Muhammadiyah? Jika iya, Anda bisa mengklik tautan di bawah ini:

Kumpulan Artikel Milad Muhammadiyah

Baca juga artikel terkait MILAD MUHAMMADIYAH atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Robiatul Kamelia
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Lucia Dianawuri