Menuju konten utama

Yamaha F1ZR, Gacoan Road Race yang Jadi Buruan Kolektor

Sejak mula perilisannya, Yamaha F1ZR dikenal berkat keandalannya, dari pionir motor bebek berkopling sampai jagoan di lintasan balap.

Yamaha F1ZR, Gacoan Road Race yang Jadi Buruan Kolektor
Yamaha F1ZR. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sesosok matador perempuan berdiri tegap di tengah arena kosong dengan iringan musik flamenco cepat khas Semenanjung Iberia. Kain merah itu dia kibaskan sebagai tanda bahwa dia telah siap menghadapi tantangan apa pun. Namun, bukan banteng yang jadi lawannya hari itu, melainkan sesosok laki-laki biasa dengan tunggangan "luar biasa".

Tunggangan itu adalah sepeda motor underbone berdesainnya sporty, dengan garis-garis tegas, juga dilengkapi kopling serta rem cakram. Pada zamannya, ini adalah terobosan yang hebat.

Dalam iklan berdurasi kurang lebih setengah menit tersebut, sepeda motor mutakhir itu ditampilkan mampu melakukan manuver-manuver yang bikin sang matador kewalahan. Di akhir, iklan tersebut menyiratkan bahwa si matador perempuan terpikat oleh (penunggang) motor saking hebatnya dia meliuk-liuk.

Begitulah sepeda motor legendaris F1ZR pertama kali diperkenalkan ke pasar Indonesia pada 1997. Ia digambarkan sebagai motor bebek sporty agresif dan berteknologi canggih.

Yamaha F1ZR

Yamaha F1ZR. FOTO/iStockphoto

Bagi saya pribadi, yang disampaikan Yamaha lewat iklan tersebut sejatinya tidaklah berlebihan.

Saat saya duduk di bangku SMP, ada seorang kawan yang setiap hari mengendarai sepeda motor F1ZR-nya ke sekolah. Akan tetapi, ia bukan versi 1997 sebagaimana di iklan, melainkan seri tahun 2000-an yang sudah mengalami pembaruan serta perbaikan di sana-sini.

Kala itu, pada pertengahan 2000-an, belum "lakik" namanya kalau belum ngoprek motor. Kawan saya ini termasuk salah satu yang cukup keranjingan memodifikasi motornya. Suatu hari, dia datang ke sekolah dengan motor F1ZR yang knalpot-nya sudah dibuat bercabang dua layaknya sepeda motor di ajang Grand Prix.

Melihat itu, saya jelas penasaran ingin menjajal dan dia pun membolehkan. Betapa terkejutnya saya, yang terbiasa mengendarai sepeda motor Jupiter Z 4-tak, ketika harus mengendalikan motor 2-tak berkopling seperti F1ZR alias "Fis Er".

Yang kemudian terjadi adalah saya tanpa sengaja melakukan wheelie kecil lantaran agak telat melepas kopling di saat gas sudah kelewat besar. Kawan perempuan (bukan pemilik motor) yang membonceng pun sempat nyaris terlontar dari jok, lalu refleks menggebuk helm saya. Saya cuma bisa minta maaf, sembari tetap tertawa puas; tentunya bukan karena nyaris mencelakakan orang lain, tetapi karena bisa merasakan sensasi motor yang menurut saya paling keren waktu itu.

Namanya keren, bentuknya keren, sensasi mengendarainya pun keren. Bagi saya, F1ZR adalah paket komplet waktu itu.

Dari Force 1 ke F1ZR

Sejarah F1ZR bisa dilacak sampai pada tahun 1992. Layaknya Pokemon atau Digimon, F1ZR (terutama keluaran 2000 ke atas) adalah versi evolusi sempurna. Nah, pada 1992, yang pertama kali dikeluarkan Yamaha adalah versi dasarnya, yaitu Force 1 atau F1.

Setelah masa kejayaan Alfa pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, pabrikan asal Iwata itu meluncurkan Force 1. Motor ini dibekali sejumlah peningkatan teknis yang signifikan untuk masanya: mesin 110,4 cc dua-tak satu silinder, sistem pendingin kipas Yamaha Performance Cooling System (YPCS), transmisi empat percepatan, dan bodi yang lebih aerodinamis.

Empat tahun berselang, terjadilah evolusi pertama dari F1 menjadi F1Z, yang memiliki tampilan dan fitur lebih sporty. Model ini menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya F1 mendapatkan rem cakram depan, fitur yang kala itu tergolong mewah untuk motor bebek harian. Di fase akhir produksinya, F1Z juga hadir dengan varian berkopling, menjembatani karakter motor bebek harian bernuansa sport yang lebih agresif.

Lompatan berikutnya terjadi pada 1997, ketika Yamaha merilis F1ZR ke pasar Indonesia, model yang muncul dalam iklan “matador vs motor” tadi. Generasi awal F1ZR (1997–1999) masih mengandalkan kopling semi-otomatis atau yang populer disebut “kopling banci” di kalangan pengguna. Namun, mesin dan sasisnya telah mengalami modifikasi untuk meningkatkan handling dan performa, terutama menyasar segmen anak muda dan pencinta kecepatan.

Sampai akhirnya, versi paling sempurna datang pada tahun 2000 melalui F1ZR full clutch. Model terseut bukan sekadar menambahkan kopling manual, tetapi juga dengan velg alloy (racing) dan pembaruan minor pada detail kelistrikan dan tampilan. Varian inilah yang saya jajal waktu SMP tadi dan saat ini menjadi seri F1ZR paling dicari.

Meski populer dan keren, perjalanan F1ZR harus berhenti pada 2004, seiring dengan munculnya aturan batas emisi gas buang yang praktis membunuh motor 2-tak. Di sisi lain, Yamaha sudah mengambil ancang-ancang dengan merilis versi 4-tak dari F1(ZR), yaitu Jupiter yang kemudian juga berevolusi menjadi Jupiter Z dan seterusnya. Langkah "mematikan" F1(ZR) itu pun terbukti tepat secara komersial karena seri Jupiter pun, kala itu, laris bak kacang goreng.

Meski begitu, transisi dari 2-tak ke 4-tak itu tak serta-merta menghapus jejak F1ZR.

Mesin Kecil, Nyali Besar

Reputasi dan citra. Kalau bisa dirangkum, dua kata itulah yang dapat menggambarkan alasan "keabadian" F1ZR.

Harus diakui, performa teknis Yamaha F1ZR sangat istimewa pada zamannya. Dengan konfigurasi mesin satu silinder 2-tak 110,4 cc (bore x stroke 52,0 x 52,0 mm), kompresi 7,1:1, serta karburator Mikuni VM20, F1ZR mampu menghasilkan tenaga sekitar 11,8 dk pada 7.500 rpm dan torsi puncak 10,7 Nm di 6.500 rpm.

Beratnya pun hanya sekitar 95 kg, membuat rasio power-to-weight-nya jauh lebih menggiurkan dibandingkan motor bebek 4-tak sekelasnya pada akhir 1990-an. Kombinasi tersebut menghasilkan karakter mesin galak, cepat merespons putaran gas, serta berakselerasi spontan.

Karakter “buas” itu pula yang membuat F1ZR cepat diadopsi sebagai motor balap. Memasuki akhir 1990-an hingga awal 2000-an, ajang balap road race nasional marak digelar di berbagai kota. Di ajang-ajang tersebut, F1ZR muncul sebagai “senjata utama” tim-tim balap lokal dan privateer. Kombinasi bobot ringan, transmisi responsif, serta kemudahan tuning membuatnya menjadi pilihan favorit, bahkan sebelum Yamaha secara resmi membangun imej kompetitifnya lewat edisi-edisi khusus, seperti Caltex dan Marlboro.

Road Race Lokal

Road Race Lokal. FOTO/pxhere.com

Di lintasan, F1ZR mencetak sejarah lewat pebalap-pebalap legendaris nasional, seperti Ahmad Jayadi, Hendriansyah, dan Harlan Fadillah. Keberhasilan mereka tak hanya memperkuat citra F1ZR sebagai motor kencang, tapi juga membentuk kultur baru di kalangan anak muda.

Modifikasi untuk keperluan balap pun relatif mudah. Banyak tuner kala itu hanya perlu mengutak-atik setelan karburator, porting silinder, mengganti knalpot racing, dan memberi sedikit sentuhan pada rasio gir untuk memperoleh peningkatan performa signifikan. Karakter mesin 2-tak yang sederhana secara mekanis membuat potensi F1ZR bisa dieksplorasi tanpa biaya besar, sehingga menjadi pilihan ideal untuk ajang road race yang menjamur di Indonesia pada masa itu.

Millennium, Marlboro: Caltex: Edisi Buruan Kolektor

Selain performa dan reputasi, estetika Yamaha F1ZR juga jadi daya tarik lewat edisi-edisi khusus. Di kalangan penggemar dan kolektor, edisi-edisi ini bukan sekadar varian kosmetik, melainkan penanda masa tertentu dalam sejarah F1ZR. Masing-masing punya ciri khas, livery ikonik, dan kode rangka (VIN) yang kini menjadi rujukan dalam transaksi motor bekas bernilai tinggi.

Yang pertama dan paling sering disebut adalah Limited Edition/Millennium, yang muncul sekitar 1999–2000. Inilah varian yang memperkenalkan kopling manual penuh serta velg alloy (racing) sebagai kelengkapan standar. Secara tampilan, edisi ini mudah dikenali dari kombinasi kelir cerah dan striping yang lebih modern dibandingkan seri sebelumnya.

Tak lama kemudian, Yamaha memperkuat citra balapnya lewat livery sponsor yang sangat khas di era tersebut. Ada Marlboro Edition (sekitar 1999–2003), Caltex Edition (2001–2002), dan Ardath Edition (2001). Ketiganya berbasis mesin dan rangka yang sama, tetapi tampil dengan corak sponsor yang kala itu identik dengan dunia road race Indonesia, terutama Caltex yang sangat sering terlihat di paddock kejurda dan event nasional.

Menariknya, identifikasi edisi-edisi ini kini tidak hanya mengandalkan tampilan luar, melainkan juga kode rangka. Menurut data yang dihimpun oleh Mobil123, beberapa VIN yang menjadi acuan kolektor antara lain: MH34NS00C (Limited/Millennium & Marlboro Edition), MH34NS00H (Caltex Edition), dan MH34NS00F (Ardath Edition).

Kode rangka biasanya tertera di bagian head pipe atau frame depan, dan menjadi bukti keaslian yang sangat penting dalam transaksi kolektor.

Dari Jalanan ke Etalase Kolektor

Dua dekade setelah produksinya dihentikan, F1ZR telah bertransformasi dari motor harian menjadi komoditas kolektor. Kelangkaan unit dalam kondisi asli, kuatnya ikatan nostalgia generasi 1990–2000-an, serta statusnya sebagai ikon balap rakyat, membuat harga pasarnya terus merangkak naik dari tahun ke tahun.

Awalnya, pasar F1ZR bekas masih dipenuhi unit-unit harian yang telah dimodifikasi atau direstorasi seadanya. Namun, dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir, terjadi pergeseran pola konsumsi. Para pemburu kini makin menaruh perhatian pada keaslian komponen dan kelengkapan bodi, termasuk stiker orisinal, set girboks standar, knalpot pabrikan, dan detail kelistrikan bawaan. Yang paling mengalami lonjakan harga signifikan adalah unit-unit edisi khusus, terutama jika VIN-nya cocok dan catnya belum mengalami pengecatan ulang besar-besaran.

Dalam konteks pasar motor bekas Indonesia, F1ZR punya posisi unik. Ia mewakili masa transisi antara 2-tak dan 4-tak serta punya kiprah ciamik di jalanan dan lintasan balap. Posisi inilah yang membuatnya sangat menarik bagi pembeli yang bukan sekadar pengguna, tetapi juga kurator sejarah otomotif lokal.

Perjalanan F1ZR mencerminkan lebih dari sekadar siklus hidup sebuah produk otomotif. Ia adalah simbol jejak budaya pop, memori masa muda, dunia balap, serta komunitas motor yang kini naik kelas. Jika dulu hanya menjadi tunggangan biasa, kini F1ZR tak salah jika disebut sebagai simbol kemapanan lantaran harganya pun sudah tidak lagi bisa dijangkau orang sembarangan.

Baca juga artikel terkait TREN OTOMOTIF atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Gearbox
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin