tirto.id - Xherdan Shaqiri adalah salah satu pesepakbola keturunan imigran muslim asal Kosovo yang membela Timnas Swiss di Piala Dunia 2018 lalu. Winger yang kini memperkuat Liverpool ini ternyata mengawali karier sepak bola dengan pahit.
Lahir di Gijlan, Kosovo, atau yang kala itu masih wilayah Yugoslavia, pada 10 Oktober 1991, Shaqiri di usia 4 tahun harus pindah ke Swiss bersama orangtua dan dua saudara laki-lakinya sebelum perang berkecamuk.
Kehidupan di Swiss tidak sebaik yang dibayangkan banyak orang. Isen, ayah Shaqiri harus bekerja menjadi buruh bangunan dengan kendala bahasa. Sementara Shaqiri dan kakaknya, Erdin, membantu sang ibu, Fatime sebagai tukang bersih-bersih di kantor-kantor di Basel.
"Hidup di Swiss sangat mahal untuk semua orang, ini bertambah sulit ketika orang tua saya harus mengirim uang kepada keluarga di Kosovo. Pertama-tama kami dapat pulang setahun sekali, tetapi mustahil setelah perang berkecamuk," cerita Shaqiri kepada The Players Tribune.
"Rumah paman saya hancur lebur, dan masih banyak lagi yang menderita. Sulit bagi bagi keluarga saya yang masih terjebak di sana. Ayah saya akan mengirim uang sebisa mungkin dan kami tidak memiliki uang lebih," tambahnya.
"Saya tidak akan melupakan bahwa Kosovo tempat lahir saya. Negara yang sangat-sangat miskin. Tidak ada pekerjaan dan tidak ada penghasilan," imbuh eks pemain FC Basel, Inter Milan, Bayern Munchen, dan Stoke City ini.
Ikatan emosional Kosovo sempat ia abadikan pada Piala Dunia 2018. Kala Swiss berjumpa dengan Serbia di laga Grup E, Shaqiri tidak bisa menahan diri untuk melakukan perayaan gol yang kental dengan pesan politik.
Shaqiri, bersama Granit Xhaka, berselebrasi dengan mengapitkan kedua tangan sambil mengepakkan jari meniru gestur elang alias ‘Albanian Eagle’. Ini adalah gambaran bendera Albania yang terikat sejarah dan relasi kuat dengan Kosovo.
Imbas selebrasi kontroversial itu, Shaqiri didenda FIFA sebesar 7.600 euro atas aksi tersebut. Demikian pula dengan Granit Xhaka, kapten Timnas Swiss yang juga berdarah Albania-Kosovo dan turut mencetak gol ke gawang Serbia dalam laga itu.
"Saya tidak dapat membahas gestur tersebut, saya takut. Kami adalah pesepakbola, bukan politisi," tanggapan Shaqiri seusai pertandingan yang berakhir 2-1 untuk kemenangan Swiss.
Berkah Natal Tak Terlupakan
Lahir sebagai muslim, Natal justru menjadi momen tak terlupakan bagi Shaqiri. Sang winger memang mengaku tidak terlalu merayakan Natal, tetapi sambutan fans Liverpool pada pesta Natal Desember 2018 tak dapat dilupakannya.
Semuanya berawal dari dua gol Shaqiri di Derby England melawan Manchester United di Liga Inggris musim 2018/2019, tepatnya pada 17 Desember 2018. Meski hanya tampil 20 menit, dua sontekan Big Shaq ke gawang David De Gea membuat Liverpool bertahan di puncak klasemen.
Dalam jumpa fans jelang Natal sebelum laga melawan Wolverhampton di jadwal Boxing Day, Shaqiri mendapat ucapan terima kasih dari para pendukung Liverpool.
"Kami sedang dalam pesta malam Natal dan semua orang mengucapkan rasa terima kasih kepada saya. Saya sedikit terkejut," ucapnya.
"Semua orang berkata: 'Terima kasih, terima kasih, kamu sudah menjadi legenda!' Itu sangat hebat untuk didengar dan itu membuat hari saya baik," ungkap Shaqiri.
Dua gol Shaqiri tersebut juga dianggap sebagai pemicu besar Manchester United memecat pelatihnya saat itu, Jose Mourinho.
"Ada banyak pesan baik datang kepada saya seusai laga tersebut. Saya tidak berpikir satu kemenangan membuat United mengganti pelatihnya. Tetapi itu akan menjadi sejarah bagi saya. Saya tidak akan melupakan laga tersebut," kenang Shaqiri.
Kaki Kiri dan Ronaldo
Sepak bola selalu menjadi obsesi Shaqiri sejak kecil. Idolanya adalah Ronaldo Nazario da Lima, legenda hidup Brasil pemenang dua kali Piala Dunia.
Shaqiri kecil menangis kala Ronaldo kalah dari Perancis di final Piala Dunia 1998. Harapan kecilnya saat itu hanya bisa bermain seperti sang idola dan memakai jersey kuning Brasil bernomor punggung 9. Meski hidup sulit, Fatime sang ibu memberikan hadiah kaos imitasi Timnas Brasil kepada Shaqiri.
"Itu adalah hari terbaik dalam hidup saya. Saya memakai jersey tersebut tiap hari selama 10 hari beruntun. Ketika Ronaldo kalah di final Piala Dunia 1998 saya menangis untuknya," sebutnya.
"Empat tahun kemudian, Ronaldo memenangkan Piala Dunia 2002 dan saya tidak berpikir panjang untuk meniru potongan rambutnya," kata Shaqiri.
Meski mengidolakan Ronaldo, Shaqiri justru mendapat julukan Maradona dari Kosovo saat pertama kali membela FC Basel di umur 16 tahun. Postur tubuh, gaya bermain gesit, dan kaki terkuatnya Shaqiri identik dengan legenda sepak bola Argentina itu.
Manajer legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson bahkan sempat menjulukinya 'Messi Baru' setelah penampilan apik Shaqiri memimpin FC Basel mengalahkan United pada 2011 silam.
Selama karier profesionalnya, Shaqiri malang melintang di berbagai klub besar Eropa. Bayern Munchen, Inter Milan, dan Liverpool adalah klub-klub raksasa yang pernah menggunakan jasanya.
Sebanyak 60 gol telah ia cetak dari total 292 pertandingan. 36 gol di antaranya dicetak Shaqiri lewat kaki terkuatnya, kaki kiri.
Meski tidak memiliki catatan gol yang terlampau impresif, kaki kiri Shaqiri mengantarkannya meraih dua gelar Liga Champions bersama Bayern Munchen (musim 2012/2013) dan Liverpool (musim 2018/2019).
Gol salto kaki kiri Shaqiri ke gawang Polandia di ajang Euro 2016 bahkan dinobatkan sebagai gol terbaik turnamen antar-negara paling bergengsi di Eropa itu.
“Anda dapat melihat sejarah saya di sepatu bola dengan bendera saya. Banyak orang salah paham tentang ini. Saya lahir di Kosovo dan dibesarkan di Swiss,” ia menjelaskan.
"Beberapa orang berpikir saya tidak memberikan segalanya untuk Swiss karena saya memiliki bendera Kosovo di sepatu kanan tetapi itu sama sekali salah," tandas Shaqiri.
"Itu adalah bagian besar dari sejarah saya, sejarah hidup saya, dan akan selalu bersama saya. Bendera Swiss ada di kaki kiri saya karena saya mencetak gol dengan kaki tersebut pula," pungkasnya.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Fitra Firdaus