tirto.id - Wakil Menteri HAM, Mugiyanto Sipin, memberikan 10 rekomendasi untuk Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Hal tersebut dipaparkannya di tengah rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR RI dengan Kementerian HAM.
Adapun salah satu poin masukan yang disorotinya adalah aturan penangkapan. Dia mengusulkan agar syarat penangkapan dalam RUU KUHAP diperjelas.
“Di pasal 17 KUHAP hanya mensyaratkan cukup alasan tanpa standar jelas, sehingga terlalu umum. Rekomendasi kami adalah untuk memperjelas bukti permulaan sahih, wajib pencatatan rinci, dan bawa ke hakim maksimum 48 jam,” kata Mugiyanto di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Selain itu, dia juga mengusulkan agar syarat penahanan praperadilan direkomendasikan adanya alternatif seperti wajib lapor. Lalu, dia juga menilai alasan aturan penahanan di dalam RUU KUHAP terlalu umum sehingga diusulkan untuk dibuat lebih spesifik.
“Ini (alasan penahanan) persoalannya ada di Pasal 22 yang penyebutan alasan yang abstrak atau generik. Kami merekomendasikan supaya rumusannya dibuat lebih spesifik, terukur, dapat diverifikasi,” ucapnya
Keempat, pihaknya merekomendasikan perlu adanya evaluasi periodik untuk penahanan. Adapun tempat penahanan harus dipisahkan antara tahanan biasa dengan pihak yang mengajukan praperadilan.
Kemudian direkomendasikan perlu adanya evaluasi periodik untuk penahanan. Tempat penahanan juga harus dipisahkan antara tahanan biasa dengan pihak yang ajukan praperadilan.
“Rekomendasi kami adalah larangan ditahan di kantor penyidik. Wajib pemisahan tahanan praperadilan dan narasi dana. Sesuai dengan ICCPR Pasal 10,” tuturnya.
Kemudian, untuk otoritas penahanan, dia merekomendasikan agar hanya hakim independen yang dapat memperpanjang penahanan. Urusan bantuan hukum juga semestinya bisa diakses oleh pihak yang ditangkap sejak awal.
“Kemudian yang kedelapan tentang bantuan hukum. Pasal 54 hanya rumusan umum. Rekomendasi kami adalah adanya akses sejak awal penangkapan, komunikasi privat, penasihat hukum yang efektif,” ucapnya.
Berikutnya terkait penyadapan. Dia merekomendasikan agar penyadapan dilakukan dalam jangka waktu terbatas dan perlu akuntabilitas. Penyadapan diusulkan memerlukan izin hakim untuk tindak pidana tingkat tinggi.
“Terkait penyadapan, belum ada pengawasan judicial yang kuat. Rekomendasi kami adalah kewajiban adanya izin dari hakim hanya untuk tindak pidana serius, jangka waktu terbatas, adanya aspek akuntabilitas dan pemberitahuan pasca penyadapan,” ucap Mugiyanto.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































