tirto.id - Ada yang berbeda dari Malioboro saat ini. Suasana pedestrian yang biasa ramai oleh pedagang kaki lima, kini lengang dan hanya menyisakan para pejalan kaki yang berjalan lalu-lalang.
Pedestrian ini menjadi sepi semenjak para pedagang kaki lima direlokasi ke 2 tempat: Teras Malioboro 1 dan 2. Teras Malioboro 1 berada di gedung eks Bioskop Indra dan Teras Malioboro 2 berada di bekas kantor Dinas Pariwisata DIY.
Meski sempat menimbulkan pro dan kontra di antara para pedagang, tapi mereka akhirnya tidak punya pilihan lain, selain menuruti instruksi yang telah ditetapkan pemerintah Yogyakarta.
Ketua Pedagang Kaki Lima Malioboro Ahmad Yani (Pelmani) Slamet Santoso mengatakan, sejatinya para pedagang tidak ada yang menolak mengenai relokasi tersebut. Mereka menyadari bahwa selama ini telah berjualan di lahan milik orang lain.
“Kami juga menyadari bahwa lahan yang kami tempati jualan selama ini bukan milik kami. Namun yang menjadi keluhan adalah waktu pemindahan yang dianggap terlalu cepat,” kata dia saat diwawancara reporter Tirto, Rabu (9/2/2022).
Para pedagang berharap diberikan waktu setidaknya untuk mengumpulkan modal setelah dua tahun dihantam pandemi COVID-19, kata Slamet.
"Para pedagang sempat mengajukan agar relokasi ditangguhkan hingga selesai libur lebaran, pada saat itu animo belanja masyarakat sangatlah tinggi sehingga ada harapan bisa menambah modal untuk persiapan pindah,” kata Slamet.
Dalam proses relokasi para pedagang diberi kesempatan untuk mengosongkan trotoar atau lorong Malioboro dari 1 hingga 7 Februari 2022. Selama proses itu, para pedagang pindah secara sukarela dan saat ini suasana sudah kondusif dan suasana trotoar menjadi lebih lengang.
“Kami akhirnya pindah bahkan sebelum tanggal 1 Februari, dan mengisi lapak yang dibagikan dengan cara diundi," ujarnya.
Proses undian dilakukan di masing-masing paguyuban pedagang, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial di antara mereka.
“Para pedagang di sini sudah seperti keluarga, meski ada rasa iri namun prinsip kekeluargaan masih terjaga. Oleh karenanya bisa memaklumi satu sama lain," kata dia.
Slamet yang telah menggantungkan hidup di trotoar Malioboro selama lebih dari 30 tahun ini juga menggambarkan bahwa rasa kekeluargaan para PKL membuat mereka betah bekerja tanpa harus ada bumbu persaingan yang tak sehat.
“Tipikal pedagang di sini sangat guyub, tanpa harus bersaing meski barang dagangan yang dijual hampir sama semua," tuturnya.
Gratis Retribusi Selama Setahun
Slamet mengungkapkan selama setahun di Teras Malioboro para pedagang tidak akan ditarik biaya retribusi, sehingga bisa menjadi waktu untuk beradaptasi dengan lokasi baru tersebut.
“Kami diberi keringanan dengan bebas retribusi setahun, dan selama itu bisa menjadi waktu untuk beradaptasi dengan suasana baru dari yang sebelumnya di emperan toko kini berada di dalam gedung," ungkapnya.
Nantinya para pedagang akan bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Dinas Koperasi dan UMKM dalam melakukan promosi Teras Malioboro.
“Kami rencana mau membuat panggung agar bisa diisi para seniman yang dulu sering meramaikan trotoar Malioboro. Sehingga bisa menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang masih asing dengan keberadaan Teras Malioboro," imbuhnya.
Malioboro Menjadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY, Srie Nurkyatsiwi mengungkapkan, pemindahan pedagang Malioboro terkait dengan proses pengajuan kawasan sumbu filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.
“Rencananya pada Maret mendatang akan ada kunjungan dari tim asesor UNESCO ke Malioboro, agar bisa menjadi kawasan warisan budaya dunia," kata dia.
Srie Nurkyatsiwi menuturkan proses pemindahan ini merupakan hasil diskusi bersama dan melibatkan banyak pihak, dari pemda hingga pedagang serta elemen lain yang ada di Malioboro.
“Tentu kami memikirkan bagaimana nasib para pedagang dan orang-orang yang mencari penghasilan di Malioboro, dari tukang dorong gerobak hingga penarik becak dan kusir andong yang juga ikut hidup di sekitar teras Malioboro," terangnya.
Sosok yang akrab disapa Siwi ini tak menampik adanya perdebatan baik di kalangan pedagang dan masyarakat terkait relokasi.
"Tentu ada yang merasa ruh Malioboro itu ada di PKL dengan suasana tawar menawar di lorong pertokoan atau dagangan khas mereka yang unik, namun tidak sedikit juga ada yang merasa terganggu karena limbah yang dibuang atau pedestrian untuk pejalan kaki menjadi lebih sempit," ungkapnya.
Siwi menjamin para PKL akan mendapat pelatihan dari pemda berupa manajemen pelayanan kepada konsumen. Serta adaptasi terhadap teknologi agar bisa lebih bersaing di era digital saat ini.
“Kami ajarkan bagaimana melayani pembeli terutama wisatawan dari luar kota, serta kami dampingi agar tidak terulang lagi PKL yang menjual dengan harga ngepruk (memukul/terlalu mahal)" kata Siwi.
Siwi menambahkan saat ini Teras Malioboro 1 dan 2 masih dalam proses improvisasi. Dirinya tak menampik masih ada kekurangan di antara kedua gedung tersebut.
“Kami juga masih terus membenahi di dua tempat itu, salah satunya saat kejadian hujan dan angin kencang kemarin yang membuat gedung teras menjadi basah dan mengenai barang dagangan,” kata dia.
Siwi mengungkapkan bahwa para PKL di Teras 2 nantinya akan dipindahkan ke tempat baru sembari menunggu proses pembangunan.
“Kami juga menyadari bahwa bangunan di Teras Malioboro 2 masih belum layak karena sifatnya darurat. Oleh karenanya hanya sementara sekitar setahun atau dua tahun, dan nanti akan dipindahkan ke tempat baru," ujarnya.
Selama masa permulaan relokasi ini, nampak aparat gabungan dari TNI, Polri dan Satpol PP berjaga di sekitar trotoar Malioboro. “Dari aparat masih berjaga di sekitar lokasi, sembari menjaga situasi agar lebih kondusif,” kata Siwi.
Siwi menambahkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, juga berpesan agar para PKL diayomi dengan baik sehingga keberadaan mereka tetap menjadi esensi penting di Malioboro.
“Kemarin Ngarso Dalem juga berpesan bahwa PKL adalah bagian penting yang tidak boleh terpisahkan dari Malioboro, oleh karenanya harus diayomi bersama," kata dia.
Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana memberi dukungan sepenuhnya dalam relokasi PKL dari area pedestrian ke Taman Malioboro. “Kami mendukung sepenuhnya kebijakan Pemda DIY dalam upaya relokasi, demi mewujudkan Malioboro sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO," jelasnya.
Huda menuturkan pihaknya sempat menerima banyak keluhan dari para PKL saat sebelum relokasi dilakukan. Mereka khawatir dengan lokasi baru yang masih sulit mereka bayangkan.
“Kami menyerap aspirasi dari PKL dan juga memberikan ruang dialog dengan instansi dinas terkait, sehingga kekhawatiran yang muncul bisa hilang" ujarnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz