tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan resmi menerapkan aturan baru ketentuan impor barang pribadi penumpang dari luar negeri. Penetapan itu merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 Jo. Permendag Nomor 3 Tahun 2024 yang mulai berlaku pada 10 Maret 2024.
Ketentuan impor barang bawaan pribadi penumpang untuk kelompok barang yang dibatasi impornya, diatur dalam Lampiran IV Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Jo. Permendag Nomor 3 Tahun 2024.
Barang-barang tersebut berupa telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet, paling banyak dua unit per penumpang dalam satu kedatangan dalam jangka waktu satu tahun.
Kedua kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, paling banyak 20 piece per penumpang. Ketiga alas Kaki, paling banyak dua pasang per penumpang.
Keempat elektronik, paling banyak lima unit dan dengan nilai paling banyak FOB 1.500 dolar AS per penumpang. Terakhir, barang tekstil sudah jadi lainnya, paling banyak lima piece per penumpang.
“Bea cukai hanya melaksanakan regulasi yang dibuat Kementerian Perdagangan tersebut,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, kepada Tirto, Kamis (14/3/2024).
Kepala Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, tidak menampik bahwa seluruh barang yang kini dibatasi tersebut umumnya memang dibawa dalam jumlah banyak oleh masyarakat Indonesia. Terlebih, barang-barang ini biasa dikonsumsi pribadi atau dijadikan oleh-oleh.
“Barang komoditas ini sangat lazim dibawa penumpang saat kembali ke Indonesia sebagai barang konsumtif atau cinderamata untuk keluarga dan kerabat,” tutur dia.
Atas dasar itu, Gatot mengimbau masyarakat agar memperhatikan Permendag Nomor 36 Tahun 2023. “Para importir diharapkan memperhatikan aturan baru ini dan membuat perencanaan yang baik dalam melakukan kegiatan impor,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Impor Kemendag, Arif Sulistiyo, mengatakan ketentuan impor barang pribadi penumpang, barang kiriman dan barang pindahan untuk kategori barang bebas impor, maupun barang yang dibatasi bukanlah pengaturan baru. Akan tetapi sudah ada dalam Permendag-Permendag impor sebelumnya.
“Dan kebijakan ini beberapa masukan dari kementerian lembaga terkait, Kemendag tidak sendiri dalam memutuskan," ujar Arif kepada Tirto, Kamis (14/3/2024).
Urgensi Permendag Nomor 36 Tahun 2023
Arif menjelaskan, latar belakang diaturnya batasan jumlah dan atau nilai impor barang bawaan pribadi penumpang untuk memastikan barang baru yang dibeli di luar negeri, kemudian dibawa masuk ke wilayah Indonesia sebagai barang bawaan pribadi penumpang.
Sejatinya, kata Arif, pemerintah hanya ingin mengetahui barang kiriman tersebut hanya untuk keperluan pribadi atau bukan, dan tidak ditujukan untuk diperdagangkan kepada pihak lain.
“Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan mencegah praktik impor tidak resmi, sehingga apabila tujuannya diperjual belikan silahkan menggunakan mekanisme impor secara resmi atau legal,” ujar dia.
Perlu dipahami, lanjut Arif, yang dimaksud dengan pengaturan pemasukan melalui barang bawaan pribadi penumpang ini, tidak termasuk barang pribadi penumpang yang dibawa dari Indonesia ke luar negeri kemudian dibawa kembali ke Indonesia.
Ketentuan tersebut, hanya terbatas pada barang baru yang dibeli di luar negeri dan dibawa masuk ke wilayah Indonesia sebagai barang bawaan pribadi penumpang.
Dia berharap dengan adanya kebijakan ini, tidak mengganggu mekanisme impor resmi dan ekosistem bisnis retail di Indonesia. Di samping kebijakan ini juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dengan memberikan peluang lebih besar bagi produsen lokal untuk bersaing di pasar domestik.
Diklaim Membantu dan Menguntungkan
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengeklaim aturan baru ketentuan impor barang pribadi penumpang dari luar negeri justru akan membantu dan menguntungkan mereka. Karena penumpang tidak akan dikenakan pajak selama mengikuti batasan bawaan tersebut.
“Kalau dulu kalau pajak kan harus bayar. Sebenarnya Permendag ini membantu, sekarang kalau beli dua pasang enggak apa-apa," kata pria akrab disapa Zulhas saat mengunjungi Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Dia mencontohkan, jika ada penumpang terbukti membawa barang masuk melebihi batasan dan terbukti untuk diperjualbelikan kembali, maka itu yang akan diproses. Mereka wajib kena pungutan dari Bea Cukai.
“Jadi kalau barang masuk, belanja, bayar dikenakan, kalau saudara beli tas Chanel buat di sini Bea Cukai dikenakan pungutan. Sekarang di atur yang beli lebih dari dua pasang, kalau dua pasang enggak apa-apa,” jelas dia.
Beda halnya, kata Zulhas, jika penumpang pribadi melakukan perjalanan umrah atau haji. Barang-barang bawaan tersebut dikecualikan selama memang itu buat oleh-oleh.
“Ya enggak apa-apa, kalau buat bagi-bagi kan enggak apa-apa. Kalau beli baru mau dijual lagi, nah itu," kata dia.
Dia mengatakan, untuk membedakan barang bawaan seperti oleh-oleh dan yang akan dijual pengawasannya nanti akan dilakukan oleh Bea Cukai. Menurut Zulhas, Bea Cukai sudah terbiasa melakukan pengecekan dan mengetahui kondisi di lapangan seperti apa.
“Tapi kalau beli jam buat dipakai, dua, ya enggak apa-apa, sepatu, dua, ya enggak apa-apa. Tapi kalau belinya banyak, beli yang seratus juta, dua ratus juta ya harus bayar," pungkas dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, justru menyoroti masalah pengawasan di lapangan. Menurut Bhima, pengawasan harus dilakukan berimbang dan adil.
“Kalau aturan membawa barang dari luar negeri terlalu rumit justru Indonesia akan dianggap tidak ramah turis atau wisatawan," kata dia kepada Tirto, Kamis (14/3/2024).
Sebenarnya, kata Bhima, cara lewat profiling di media sosial atau website bisa dilakukan untuk meminimalisir terjadinya jastip. Apalagi jenis usaha jastip beredar luar di media sosial, sehingga cara pencegahannya adalah lewat investigasi pada saat penyedia jastip menawarkan jasanya.
“Di situ bisa dilacak oleh petugas Bea Cukai. Jadi jangan pukul rata semua orang dari luar negeri dicurigai buka jastip itu keliru," kata dia.
Berdampak ke Pelaku Usaha
Terlepas dari itu, kebijakan pengetatan impor barang bawaan pribadi penumpang berdampak kepada pelaku jastip. Hal ini diakui oleh salah satu pelaku Jastip, Sudrajat (bukan nama sebenarnya).
Sudrajat mengatakan, sebelum kebijakan ini berlaku, ia bisa membawa puluhan barang masuk ke Indonesia berupa elektronik dan tekstil. Barang-barang tersebut berasal dari Thailand dan Jepang.
Namun setelah kebijakan ini berlaku, mau tidak mau dia harus memutar otak. Menyesuaikan bawaan barang tersebut dengan mengikuti ketentuan Permendag baru.
“Kalau dibilang berdampak iya [berdampak]. Karena harus menyesuaikan kan sekarang," kata dia kepada Tirto, Kamis (14/5/2024).
Sementara itu, Legal Meneger salah satu pelaku usaha ritel, NMD, mengatakan bahwa pengetatan impor komoditas tertentu seperti alas kaki, pakaian, tas dan kosmetik ini juga akan berdampak pada importir produk merek global. Di mana produk merek global bukan merupakan saingan produk lokal, akan tetapi sebagai produk komplementary dari produk lokal.
“Sehingga pemerintah seharusnya juga memberikan ruang yang luas bagi merek global untuk dapat diperjualbelikan di Indonesia," kata NMD kepada Tirto, Kamis (15/3/2024).
Meski begitu, dia melihat bahwa hal ini adalah awal dan semangat yang baik yang digaungkan pemerintah. Agar kemudian produk lokal menjadi raja di negaranya sendiri.
Di sisi lain, Zulhas sendiri mengakui akan mengevaluasi terkait aturan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Zulhas akan menjajaki koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas lebih lanjut bagian yang akan dievaluasi.
“Karena Permendag 36 itu banyak keluhan, bawa sepatu lah, soal bedak dan segala macam. Nanti kita evaluasi kita bikin surat ke menko untuk dibahas kembali. Misalnya makanan, masa mesti ada rekomendasi kan enggak perlu," ucap Zulhas.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz