Menuju konten utama

Trump Sanksi Presiden Kolombia Imbas Gagal Perangi Narkoba

Hubungan Kolombia dan AS kini berada pada titik terburuk dalam seratus tahun terakhir.

Trump Sanksi Presiden Kolombia Imbas Gagal Perangi Narkoba
Gustavo Petro mengangkat tangan saat dirinya dilantik sebagai Presiden Kolombia di Plaza Bolivar, Bogota, Kolombia, Minggu (7/8/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Luisa Gonzalez/RWA/djo

tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menjatuhkan sanksi terhadap Presiden Kolombia Gustavo Petro atas kegagalannya memerangi perdagangan narkoba. Langkah ini diumumkan Office of Foreign Assets Control (OFAC) di bawah Departemen Keuangan AS pada Jumat (24/10/2025).

Dilansir oleh Bloomberg, keputusan ini secara efektif akan melarang Petro mengakses sistem keuangan AS, membekukan aset-asetnya di negara itu, dan melarang perusahaan maupun warga AS melakukan transaksi keuangan dengannya.

Selain Gustavo Petro, sanksi juga berlaku bagi istrinya, salah satu putranya, serta Menteri Dalam Negeri sekaligus mantan kepala tim kampanyenya, Armando Benedetti—keempatnya dimasukkan ke dalam daftar “warga negara yang secara khusus ditunjuk” (specially designated nationals list).

Maklumat tersebut menandai titik terendah dalam hubungan AS–Kolombia selama lebih dari satu abad, serta berpotensi semakin merenggangkan kerja sama erat kedua negara dalam memerangi perdagangan kokain. Gustavo Petro sendiri dikenal sebagai lawan ideologis sekaligus pengkritik kebijakan AS.

Namun, meskipun Trump menyebut Petro sebagai “pemimpin narkoba ilegal,” Kolombia sejauh ini terhindar dari pemberlakuan tarif dagang yang melumpuhkan. Para pengusaha di negara itu telah melobi Washington dengan argumen bahwa hubungan kedua negara jauh melampaui sosok Petro, yang masa jabatannya akan berakhir Agustus mendatang.

Minggu ini, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut Petro sebagai “orang gila,” namun menambahkan bahwa secara umum otoritas Kolombia masih sangat pro-Amerika.

Dalam pengumuman sanksinya, AS menuduh Petro telah membocorkan informasi intelijen rahasia dengan cara yang mengancam integritas sistem keuangan internasional, serta bersekutu dengan pemimpin Venezuela, Nicolas Maduro, yang oleh Trump disebut sebagai pemimpin kartel.

“Sejak Presiden Gustavo Petro berkuasa, produksi kokain di Kolombia melonjak ke tingkat tertinggi dalam beberapa dekade, membanjiri Amerika Serikat dan meracuni rakyatnya,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam pernyataannya.

Petro Sewa Pengacara

Langkah pada Jumat ini mengikuti keputusan Trump pada September lalu untuk “mencabut sertifikasi” Kolombia sebagai mitra dalam perang melawan narkoba—menurunkan status sekutu lama AS itu ke kategori yang sama dengan Venezuela, Bolivia, Afghanistan, dan Myanmar. Petro juga telah kehilangan visa AS-nya setelah mengikuti aksi bela Palestina dan menyerukan agar tentara menolak perintah Trump.

Meski demikian, melalui akun media sosialnya, Petro menulis bahwa ia telah menyewa pengacara di AS dan akan membela diri dari tuduhan tersebut.

“Memerangi perdagangan narkoba selama puluhan tahun dengan efektif malah membawa saya pada tindakan seperti ini dari pemerintah negara yang selama ini kami bantu menekan konsumsi kokainnya,” tulis Petro.

Ia juga menyalahkan Bernie Moreno, senator AS kelahiran Kolombia sekaligus pengkritiknya, dengan mengatakan bahwa “ancamannya telah terpenuhi.”

Pun begitu, Moreno menanggapi dengan unggahan satu kata di X (Twitter) yang merupakan slang dari ungkapan “main-mainlah, nanti kena akibatnya.”

Sementara Benedetti, sang menteri dalam negeri, membantah terlibat dalam perdagangan narkoba dan menulis di X: “Gringos, pulanglah ke rumah.”

Sebagai informasi, Kolombia secara historis merupakan sekutu dekat Washington dan menjadi salah satu penerima bantuan terbesar AS pada abad ini—mencapai sekitar 14 miliar dolar AS, termasuk perlengkapan militer dan pelatihan untuk melawan kartel narkoba serta pemberontak Marxis.

Namun hubungan antara Trump dan Petro memburuk dengan cepat, karena keduanya memiliki pendekatan yang sangat berbeda terhadap perang melawan narkoba, migrasi, dan hubungan dengan Venezuela.

Hubungan Terburuk Seabad Terakhir

Analis politik dan strategis yang berbasis di Bogotá, Pedro Viveros, mengatakan bahwa hubungan Kolombia dan AS kini berada pada titik terburuk sejak Paman Sam membantu Panama meraih kemerdekaan dari Kolombia pada awal abad ke-20.

“Ini sangat mencolok karena bahkan mantan Presiden Ernesto Samper—yang kampanyenya terbukti menerima uang dari kartel narkoba—tidak pernah dimasukkan ke dalam daftar ini,” kata Viveros. “Dengan keputusan ini, AS menutup pintu bagi Gustavo Petro, tapi tidak bagi Republik Kolombia,” sambungnya.

Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa Kolombia saat ini berada di pusat ledakan produksi kokain terbesar dalam sejarah, dengan produksi lebih dari enam kali lipat jumlah yang dihasilkan saat Pablo Escobar tewas ditembak pada 1993.

Budidaya semak koka—bahan baku utama pembuatan kokain—dilaporkann melonjak menjadi 253.000 hektare tahun lalu, cukup untuk menghasilkan lebih dari 2.600 ton kokain, atau lebih banyak dibandingkan gabungan produksi Peru dan Bolivia.

Adam Isacson, peneliti kebijakan AS–Kolombia di Washington Office on Latin America, menyebut keputusan ini sebagai penyalahgunaan instrumen hukum “yang seharusnya digunakan untuk menghukum perilaku kriminal yang nyata dan terbukti—bukan sekadar orang-orang yang sedang berseteru dengan presiden.”

Baca juga artikel terkait KOLOMBIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Flash News
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana