tirto.id - The PRAKARSA, sebuah lembaga riset dan advokasi kebijakan, menilai target rasio pajak Indonesia di Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2045 masih terlalu rendah. Dalam dokumen rancangan akhir RPJPN 2025–2045 yang baru saja diluncurkan Bappenas, pemerintah menetapkan target rasio pajak terhadap PDB sebesar 18–20% pada 2045.
“Indonesia kurang berani menetapkan target rasio pajak yang lebih tinggi pada 2045, nilainya hanya setara dengan realisasi rasio pajak negara maju tahun 2023 dan masih relatif rendah dibandingkan negara di kawasan regional dan negara berkembang lain,” kata Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/8/2023).
Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi Negara-Negara Maju (OECD) 2021 telah mencatat rata-rata rasio pajak sebesar 33,5%. OECD bisa menjadi referensi karena mereka telah membangun standar yang tinggi untuk kebijakan ekonomi negara-negara berpendapatan tinggi, di mana Indonesia diproyeksikan telah masuk kelas tersebut pada 2045.
Mengacu pada kondisi beberapa tahun ini, rasio pajak masih hanya berkisar pada 10-11 persen terhadap PDB. Hal ini mencerminkan ketergantungan pendapatan Indonesia dari sumber lain seperti utang yang tentu sangat membebani dan cenderung tidak stabil. Pendanaan dari utang yang terus berkesinambungan ini juga dikhawatirkan akan mempengaruhi kemandirian dan kedaulatan bangsa.
Oleh karena itu, kata Maftuch, dalam jangka panjang, rasio pajak yang semakin tinggi akan memberikan kestabilan fiskal pemerintah. Dari kestabilan fiskal ini, diharapkan akan mendorong stabilitas sosial dan ekonomi sebagai dampak redistribusi hasil pajak pada kelompok masyarakat miskin dan rentan.
“Bagaimanapun, tingkat rasio pajak yang tinggi diprioritaskan untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki sumber pendapatan yang memadai dalam membiayai pengeluaran publik yang vital seperti infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, keamanan, dan program sosial,” kata Maftuch.
Terget rasio yang tertera dalam rancangan RPJPN ini tidak cukup jika Indonesia ingin menjadi negara maju di 2045. Belajar dari negara maju yang memiliki rasio pajak tinggi, mereka mengimplementasikan sistem pajak yang progresif dan tetap memiliki kepatuhan yang tinggi. Sistem pajak yang progresif membantu pemerintah mengumpulkan pajak yang efektif dari masyarakat sesuai dengan tingkat pendapatannya.
Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam 20 tahun ke depan untuk bisa meningkatkan rasio pajak ini.
“Rasio pajak Indonesia dapat lebih tinggi dengan memperluas basis perpajakan, optimalisasi pajak sektoral termasuk memerangi penghindaran pajak dan memperluas alternatif pajak baru seperti pajak untuk orang kaya,” kata Samira, Peneliti The PRAKARSA.
Salah satu bentuk perluasan basis perpajakan ialah meningkatkan bracket untuk pajak bagi masyarakat dengan pendapatan atau konsumsi yang tinggi. Basis yang ada saat ini dianggap relatif terbatas dan masih banyak ruang yang bisa dieksplorasi.
Selain itu, pemerintah bisa menggenjot optimalisasi perpajakan sektor-sektor potensial memanfaatkan momentum pembangunan global. Dalam beberapa tahun ke depan, pembangunan global akan terarah menuju ekonomi yang berkelanjutan.
Indonesia memiliki keunggulan beberapa komoditas ekstraktif yang menunjang industri berkelanjutan dalam jumlah sangat besar seperti bijih nikel, bauksit, tembaga, serta mineral lain. Dengan kebijakan hilirisasi komoditas mineral, diharapkan penerimaan negara melalui ekspor barang olahan bisa meningkat belasan kali lipat daripada mengandalkan perdangangan bahan mentah.
Dengan hal ini, pemerintah juga bisa secara praktis berfokus untuk meningkatkan pendapatan dari sektor sumber daya alam yang masih memiliki kontribusi pajak relatif rendah.
Editor: Maya Saputri