tirto.id - “Tetaplah berjuang – kamu pasti akan menang!
Tuhan menolongmu dalam perjuanganmu”
-Taras Shevchenko, puisi “Caucasus”
Kesusastraan adalah bagian penting dalam perjalanan sejarah suatu bangsa. Beberapa negara bahkan mempunyai “penyair nasional” yang karya-karyanya berperan dalam perjuangan dan memperkokoh identitas mereka. Beberapa di antaranya: Chairil Anwar dari Indonesia yang puisi-puisinya menggugah semangat saat perang kemerdekaan; lalu Alexander Pushkin yang berperan dalam perkembangan budaya dan pengembangan bahasa modern Rusia.
Di Ukraina, negara yang kini tengah mendapat simpati dunia karena diinvasi, gelar “penyair nasional” dapat diberikan kepada Taras Shevchenko.
Taras Shevchenko lebih sedikit diketahui orang Indonesia dibanding “pahlawan” Ukraina lain yang kebetulan bernama belakang sama, Andriy Shevchenko, atau bahkan dibanding Pushkin. Hal ini wajar sebab Ukraina memang masih sangat jarang dikaji di Indonesia. Namun, jasa Taras bagi perkembangan bahasa dan budaya Ukraina tidak kalah besar dibanding Pushkin bagi Rusia, meskipun perjalanan mereka berbeda: Pushkin menikmati sebagian besar hidup di kota besar Rusia, sedangkan Taras hanya sesekali bisa tinggal di wilayah Ukraina.
Membahas tentang Taras semakin penting saat ini, tepat ketika Ukraina diserang oleh Rusia. Karya-karya Taras menjadi pemicu semangat nasional Ukraina. Membahas Taras dan karya-karyanya berarti mencoba memahami konflik Ukraina-Rusia dari perspektif Ukraina.
Hidup Penuh Perjuangan
Taras Shevchenko lahir di desa Moryntsi, Cherkasy, Ukraina, pada 9 Maret 1814. Saat itu Ukraina adalah bagian dari Kekaisaran Rusia. Ia berasal dari keluarga Cossack, kelompok yang diperbudak tuan tanah (Riasanovsky, 2011).
Meski berasal dari golongan budak, Taras sudah menyukai seni dan sastra sejak kecil. Ia dikenalkan ke banyak seniman berbahasa Ukraina dan sudah memproduksi berbagai karya seni di masa muda.
Taras beberapa kali berpindah tempat tinggal di Ukraina dan Lithuania, yang juga bagian dari wilayah Kekaisaran, sampai kemudian ke ibu kota Rusia saat itu, St. Petersburg. Di sana ia bertemu beberapa intelektual Ukraina dan mulai belajar di Akademi Seni St. Petersburg.
Ada beberapa peristiwa penting saat dia mengenyam pendidikan. Pertama adalah terbitnya karya besar pertama Taras berjudul Kobzar (1840), suatu kata dalam bahasa Ukraina yang merujuk pada penyair yang juga bermain musik. Karya ini memperlihatkan identitas Ukraina yang kuat. Kedua adalah ia terbebas dari status sebagai serf (hamba tani) dan bisa setidaknya bergabung dengan kelompok yang lebih “mapan” dalam sistem Kekaisaran.
Taras sadar bahwa etnis Ukraina mengalami diskriminasi dan ketidakadilan di bawah Kekaisaran Rusia yang dipimpin oleh Tsar Nicholas I, yang menerapkan pemerintahan otokrasi ketat, ketika “pulang” ke tanah asalnya sebanyak tiga kali di dekade 1840-an. Di era inilah Taras mulai tersadar bahwa Ukraina sebagai bangsa yang memiliki keunikan tersendiri harus merdeka atau setidaknya Kekaisaran bisa melakukan reformasi menjadi negara federasi--yang memberikan otonomi besar bagi wilayah non-Rusia.
Cita-cita tersebut juga coba diwujudkan dengan cara menempatkan bahasa Ukraina pada posisi yang penting: sebagai bahasa yang bukan sekadar dialek selatan Rusia atau “Rusia Kecil” (Malorossiya) sebagaimana yang sering dikatakan orang-orang saat itu.
Pada akhirnya Taras benar-benar berhadapan langsung dengan pemerintahan Nicholas I karena karya-karyanya seperti Haidamtsky, Three Years, dan Dream. Ia bahkan akhirnya dipenjara karena mengejek istri Tsar lewat puisi. Sejak itu Taras beberapa kali berpindah-pindah penjara.
Meski menghadapi berbagai tekanan, Taras tetap aktif menciptakan karya sastra (dan lukisan).
Taras baru keluar penjara pada 1857 setelah mendekam di balik jeruji selama sepuluh tahun. Ia tidak pernah benar-benar bebas karena tetap harus tinggal di St. Petersburg di bawah pengawasan ketat polisi. Taras hanya sekali kembali ke Ukraina pada 1859 sebelum diminta kembali ke St. Petersburg.
Seiring waktu, kondisi kesehatan Taras menurun karena berbagai tekanan batin maupun penyakit yang diderita sejak masa penjara. Taras Shevchenko akhirnya meninggal dunia pada 10 Maret 1861 di usia yang belum tergolong tua, sehari setelah ulang tahun ke-47.
Meskipun sempat dimakamkan di St. Petersburg, sesuai wasiat dalam Testament, jenazahnya kemudian dipindahkan ke ibu kota Ukraina, Kyiv, dan dimakamkan di satu bukit yang hingga kini banyak diziarahi masyarakat (Hardaway, 2017).
Penyair Nasional Ukraina
Apa yang membuat Taras Shevchenko layak disebut sebagai penyair nasional Ukraina? Grabowicz (2014) menjawabnya dengan menjabarkan tentang beberapa kualitas intrinsik karya-karya Taras.
Pertama, kandungan elemen persatuan nasional dan panggilan untuk mempromosikan bahasa Ukraina sebagai identitas yang berbeda dengan identitas Rusia Besar. Kedua, elemen religius yang kuat--terlihat dalam pengutipan nyanyian kitab Mazmur Kristen Ortodoks, agama mayoritas di Ukraina, dan berkali-kali merujuk pada pertolongan Tuhan.
Ketiga, solidaritas dengan bangsa-bangsa lain yang juga mengalami represi di bawah Kekaisaran Rusia, seperti dalam karya “Caucasus” dan “Poles” (Polandia) yang juga menjadi bagian Kekaisaran Rusia saat itu.
Selama era Soviet, pemerintah menyensor karya-karya Taras dengan membenamkan elemen nasionalistisnya. Apa yang ditonjolkan adalah unsur persaingan kelas proletar dan borjuis--agar bisa sejalan dengan ideologi komunis yang dianut pada saat itu.
Baru setelah Ukraina merdeka pada 1991, seiring runtuhnya Uni Soviet, nama Taras Shevchenko mulai dibangkitkan sebagai penyair nasional. Agar masyarakat semakin mengenalnya, Taras Shevchenko dijadikan nama universitas terkenal di Kyiv, juga berbagai taman dan jalan. Taras Shevchenko sudah menjadi bagian dari identitas nasional Ukraina dan bahkan disebut sebagai “bapak bahasa Ukraina” yang berjasa membentuk bahasa Ukraina sebagai bahasa yang unik, bukan sekedar dialek “Rusia Kecil” (Finnin, 2011).
Gema karya Taras semakin kuat pada 2013-2014. Ketika itu rakyat menjatuhkan pemerintahan yang dianggap dekat dengan Rusia--dikenal sebagai Revolusi Euromaidan. Saat itu Taras Shevchenko diidentikkan dan menjadi simbol perjuangan merebut kebebasan.
Puncaknya, setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, akun resmi Instagram Ukraina mengutip kata-kata Taras tentang kemenangan yang menjadi pembuka artikel ini. Itu diunggah tepat pada hari kelahiran Taras, 9 Maret. Mural-mural bergambar Taras pun bermunculan di berbagai sudut Ukraina.
Hans Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations (1985) menyebut karakter nasional adalah salah satu sumber kekuatan suatu negara dalam menghadapi negara lain. Dalam pengertian tersebut, pemikiran tentang Taras Shevchenko dapat dimaknai sebagai memori kolektif yang mempersatukan bangsa Ukraina dalam mempertahankan tanah air mereka. Bangsa Ukraina kini mewarisi beberapa pemikiran Taras Shevchenko tentang perjuangan dan kebebasan. Itu menjadi penguat karakter dan moril mereka dalam mempertahankan diri.
Memori kolektif ini tentu akan berdampak pada kalkulasi konflik Rusia-Ukraina, terutama dalam menghadapi narasi Rusia yang melihat Ukraina sekadar bagian dunia mereka (Russkiy Mir) sebagaimana yang pernah diutarakan Vladimir Putin.
Penulis: Jonathan Jordan
Editor: Rio Apinino