tirto.id - Jika Anda pernah menonton Watchmen, film neo-noir tentang sekelompok superhero yang diadaptasi dari komik berjudul sama karya Alan Moore, Anda tentu tahu seorang tokoh yang dijuluki Comedian dan sama sekali tidak pantas dianggap sebagai pahlawan.
Comedian, yang punya nama asli Edward Blake, adalah pria paruh baya yang begitu kecewa dengan masa lalunya. Namun, alih-alih berusaha memperbaikinya, ia lebih memilih menjadi bajingan dalam level paling rendah sampai akhir hayat. Salah satu contoh betapa degilnya Comedian terjadi saat adegan ia menembak mati seorang wanita Vietnam yang tengah hamil dan hendak menuntut pertanggungjawabannya.
Bukan hanya tidak merasa bersalah usai melakukan hal tersebut, ia dengan enteng justru menyalahkan Dr. Manhattan, superhero terkuat sekaligus berbudi paling luhur di antara anggota Watchmen lain, karena tidak mencegahnya.
"Iya, iya, benar. Wanita hamil. Ditembak sampai mati. Dor. Dan kamu tahu? Kamu melihat saya melakukannya. Kamu bisa mengubah senjata saya jadi uap atau peluru menjadi merkuri atau botol menjadi serpihan salju! Kamu bisa memindahkan salah satu dari kami ke Australia, tapi kamu tidak menggerakkan jarimu sama sekali!”
Dr. Manhattan pada mulanya adalah seorang ilmuwan muda cemerlang yang bernama Jon Osterman. Suatu ketika, ia terjebak dalam ruang eksperimen partikel radioaktif yang mengubahnya menjadi sosok bertubuh kekar bercahaya biru dan memiliki kekuatan laksana “Tuhan”: mampu mengendalikan struktur atom, sanggup melayang langsung ke Mars, hingga dapat memindahkan tubuh manusia dengan teleportasi.
Comedian adalah antitesis murni Dr. Manhattan. Ia hadir bukan untuk mencerminkan perilaku terhormat dan luhur selayaknya seorang pahlawan, melainkan justru mendekonstruksi kenyataan atas persepsi awam terkait (ke)pahlawan(an). Dari perspektif ini, Comedian lebih mirip seperti suatu ironi yang menggetok keras-keras kode moral universal.
Lewat sinismenya, Comedian tahu betapa masa depan tak punya tempat berlindung karena perang nuklir tinggal menunggu waktu. Hal itu pula yang turut dikatakan Rorschach, superhero lain dalam Watchmen yang memandang segala sesuatu dengan hitam-putih: ”Blake mengerti. Ia melihat wajah abad ke-20 dan memilih untuk dijadikan cerminan dan parodi tentang abad ini.”
Di Ukraina, baru-baru ini juga ada sosok komedian asli yang secara mengejutkan terpilih sebagai presiden. Berbeda dengan Edward Blake sang Comedian yang merupakan tokoh fiksi, komedian yang satu ini hadir membawa harapan bagi rakyat Ukraina yang sudah letih dengan oligarki dan perang tak berkesudahan.
Namanya: Volodymyr Zelensky.
Pada Mulanya adalah Akting
Volodymyr Zelensky merupakan seorang pesohor yang dikenal secara luas lewat perannya di serial komedi televisi Ukraina berjudul Servant of the People sebagai Vasyl Petrovych Holoborodko: guru miskin yang secara tak terduga menjadi presiden. Selain itu, ia juga memiliki sebuah perusahaan entertainment yang ditaksir bernilai puluhan juta dolar AS yang dinamakan Kvartal 95.
Nama Kvartal 95 pada mulanya merupakan grup lawak yang dibentuk Zelensky dan rekan-rekannya pada tahun 1997. Dari grup inilah ia memulai kariernya lewat sebuah kontes komedi KVN—sebuah kompetisi humor yang menjadi acara televisi dan cukup populer di bekas negara Uni Soviet. Sepanjang 1999-2003, Kvartal 95 terus tampil di liga tertinggi KVN dan acap diundang berkeliling di negara-negara pasca-Soviet lainnya saat itu.
Secara khusus, Zelensky dikenal lantaran ia punya ciri khas tersendiri dalam tiap lawakannya, yakni mengolok-olok para politikus. Servant of the People tadi, misalnya, dikhususkan untuk menyindir secara telak bagaimana alam politik Ukraina yang involutif, tidak progresif, dan hanya akan berakhir seperti yang sudah-sudah: pejabat mencuri uang rakyat.
Namun demikian, karena merasa lawakannya tidak mengubah keadaan, pada Maret 2018 Zelensky memutuskan untuk membuat partai politik dan Servant of the People dipilih sebagai namanya. Ia menggunakan dana dari perusahaannya, Kvartal 95, untuk membiayai operasional partai tersebut. Pada 31 Desember 2018, ia membuat publik Ukraina terkejut dengan mengumumkan pencalonan dirinya sebagai presiden melalui saluran televisi 1+1 dan akan berhadapan dengan petahana, Petro Poroshenko.
Majunya Zelensky semula hanya dinilai sebagai 'suara protes' publik belaka. Namun, seiring menurunnya tingkat kepercayaan rakyat Ukraina terhadap pemerintahan Poroshenko, popularitas Zelensky pun perlahan menanjak. Bagi mereka, petahana terlalu fokus pada platform patriotik, dianggap telah berseberangan dengan mayoritas rakyat Ukraina yang kian lelah menghadapi perang proksi dengan Rusia. Kendati demikian, di atas kertas pertarungan keduanya dinilai amat berat sebelah.
Dalam wawancaranya dengan Der Spiegel yang dikutip Pravda Maret 2019 lalu, Zelensky mengatakan pilihannya terjun ke politik adalah demi "membawa orang-orang baik dan profesional ke tampuk kekuasaan" dan "sangat ingin mengubah konstelasi politik Ukraina.” Dengan menggaet mantan Menteri Keuangan Ukraina, Oleksandr Danylyuk, sebagai dewan penasihat tim politiknya, Zelensky pun terus melenggang.
Hal menarik dari (tim kampanye) Zelensky adalah, alih-alih menggunakan metode usang politikus yang gemar tampil di berbagai acara bincang-bincang atau kerap menggelar konferensi pers, ia justru amat jarang melakukan hal tersebut. Karena itulah kebijakan atau platform seperti apa yang akan dijalankan jika ia terpilih menjadi sulit diketahui. Sikap tersebut, seperti diakui Zelensky, memang merupakan strategi politiknya. Untuk publisitas, ia sekadar memanfaatkan media sosial, termasuk Youtube.
Namun, siapa sangka jika dengan cara-cara seperti itulah Zelensky justru berhasil memenangkan pemilihan presiden secara mengejutkan pada Minggu (21/4/2019). Pria 41 tahun itu berhasil mengalahkan Petro Poroshenko dengan meraih 73 persen suara. Adapun sang petahana, berdasarkan rekapitulasi 85 persen suara nasional, hanya mendapat 24,4 persen dukungan. Zelensky benar-benar telah mengambil alih kepemimpinan negara berpenduduk 45 juta jiwa itu secara nyata.
"Saya tidak akan pernah mengecewakan kalian. Saya bisa memberi tahu semua negara bekas Uni Soviet, 'Lihat kami! Semua hal itu mungkin!'" ujarnya kepada para pendukung di markas kampanyenya seperti dilansir dari New York Times.
Kini, usai terpilih sebagai Presiden Ukraina, Zelensky sudah dihadapkan dengan sekian tantangan lain, termasuk tekanan dari Presiden Rusia, Vladimir Putin. Hal-hal lainnya adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Ukraina, melunasi utang negara yang cukup besar, mengakhiri konflik dengan kelompok separatis pro-Rusia di wilayah timur Ukraina (Krimea). Yang paling mendesak adalah membentuk tim yang akan mengisi posisi kunci dalam kabinetnya karena partai koalisi Poroshenko masih mendominasi di parlemen Ukraina.
Jika ia gagal, bukan tidak mungkin akan muncul sosok komedian lain yang mengolok-oloknya di layar kaca. Dan sejak itu, Zelensky mungkin akan merenungkan kembali apa yang pernah diucapkan Edward Blake di Watchmen: “Setelah Anda menyadari bahwa segalanya adalah lelucon, menjadi pelawak merupakan satu-satunya hal yang masuk akal.”
Editor: Maulida Sri Handayani