tirto.id - Konflik antara Rusia vs Ukraina semakin memanas. Sejak Kamis (24/2/2022), Rusia memulai perang dengan melancarkan serangan ke wilayah Ukraina. Kedua negara ini sebenarnya punya sejarah panjang. Ukraina pernah menjadi bagian dari Uni Soviet yang kemudian menyatakan merdeka seiring berakhirnya Perang Dingin pada 1991.
Sejak dahulu, wilayah Ukraina sudah menjadi perebutan pemerintahan-pemerintahan besar di Eropa bagian timur. Berabad-abad lamanya kawasan yang kemudian disebut sebagai Ukraina dikuasai atau dibagi-bagi wilayahnya oleh bangsa-bangsa lain dari zaman lama hingga memasuki era modern.
Tanggal 23 Juni 1917, Republik Rakyat Ukraina berdiri sebagai negara Ukraina modern. Republik ini, tulis Nicholas V. Riasanovsky dalam A History of Russia (1963), diakui internasional. Sebelum itu, Ukraina merupakan bagian dari Pemerintahan Sementara Rusia usai Revolusi Rusia. Revolusi ini menggantikan sistem Tsar di Rusia menuju pembentukan Uni Soviet.
Republik Rakyat Ukraina tak bertahan lama dan jatuh seiring dideklarasikannya Negara Ukraina yang anti-sosialis pada 29 April 1918. Namun, pemerintah baru ini juga berlangsung singkat saja dan berakhir pada Desember 1918, dan digantikan kembali oleh Republik Rakyat Ukraina dengan pusatnya di Kiev.
Perjanjian Riga pada 18 Maret 1921 semakin memperumit urusan kekuasaan di Ukraina karena banyak kepentingan yang ikut bermain. Terjadilah Perang Ukraina-Soviet yang berakhir dengan memasukkan wilayah Ukraina ke dalam Republik Sosialis Soviet Ukraina sebagai bagian dari Uni Soviet yang merupakan representasi dari Rusia.
Sejarah Kemerdekaan Ukraina dari Uni Soviet
Dengan segala dinamika dalam perjalanan sejarah dan kerumitannya dengan Rusia, wilayah Ukraina ikut terseret ke pusaran Perang Dunia II (1939-1945), yang dilanjutkan Perang Dingin. Perang ini melibatkan dua kubu besar, yakni Blok Barat yang dimotori oleh Amerika Serikat melawan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet alias Rusia.
Dikutip dari Ukraine: A History (2000) yang disusun Orest Subtelny, pada 21 Januari 1990, lebih dari 300.000 warga Ukraina membentuk rantai manusia untuk kemerdekaan Ukraina antara Kiev dan Lviv.
Berikutnya, tanggal 24 Agustus 1991, Dewan Agung Ukraina menyatakan bahwa hukum dari Uni Soviet tidak berlaku lagi di Ukraina. Dengan kata lain, Ukraina mendeklarasikan kemerdekaannya dari Uni Soviet meskipun belum secara de jure.
Hingga akhirnya, tanggal 1 Desember 1991, digelar referendum oleh rakyat Ukraina untuk menentukan pilihan: tetap bersama Uni Soviet atau merdeka sebagai negara sendiri. Hasil referendum menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen warga Ukraina memilih merdeka dengan suara bulat di setiap daerah.
Pada hari yang sama setelah referendum, seperti dilansir BBC News lewat laporannya bertajuk “Ukraine Country Profile”, warga Ukraina memilih presiden mereka untuk pertama kalinya. Adalah Leonid Kravchuk yang terpilih sebagai presiden pertama Ukraina.
Ukraina benar-benar menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh setelah Uni Soviet resmi membubarkan diri pada 26 Desember 1991. Dengan demikian, Ukraina merdeka secara de jure dan diakui oleh komunitas internasional.
Penyebab Perang Rusia vs Ukraina Terkini
Sejak menjadi negara merdeka, Ukraina masih kerap terlibat polemik atau ketegangan dengan Rusia, terutama pada era pemerintahan Presiden Ukraina ke-2, yakni Viktor Yushchenko yang menjabat sejak 2005 hingga 2010. Penyebabnya terutama karena Yushchenko lebih merapat ke Uni Eropa ketimbang dengan Rusia.
Ketegangan meningkat lantaran Krisis Krimea tahun 2014. Kawasan Semenanjung Krimea yang semula berada di wilayah Ukraina dianeksasi oleh Rusia. Dilaporkan BBC News (13 November 2014), Krisis Krimea memicu kerusuhan serta perpecahan di Ukraina bagian timur dan selatan.
Tanggal 11 Mei 2014, gerakan separatis di Ukraina mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk. Dua wilayah inilah yang menjadi pemicu terjadinya kembali konflik Ukraina vs Rusia sejak tahun 2021 dan memicu perang pada Februari 2022.
Donetsk dan Lugansk, yang termasuk dalam area bernama Donbas, dihuni oleh mayoritas warga yang dekat dengan kultur Rusia. Ratusan ribu rakyat Donbas bahkan sudah berstatus sebagai warga negara Rusia.
Pada Kamis (24/2/2022), Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan bahwa dirinya memutuskan untuk mengirimkan operasi militer ke Ukraina. "Saya telah membuat keputusan operasi militer," ucap Putin seperti diwartakan AFP, Kamis pagi.
Putin menganggap Ukraina sebagai ancaman dan berdalih melindungi warga sipil. Ia juga menuding Amerika Serikat dan sekutunya yang memicu keputusan tersebut karena mengabaikan permintaan Rusia untuk mencegah Ukraina bergabung dengan NATO.
Tak hanya itu, Putin juga memperingatkan kepada negara-negara lain untuk tidak mengganggu misi Rusia di Ukraina. Jika tidak, ada ancaman mengerikan yang dilontarkan oleh Presiden Rusia tersebut.
“Kepada siapa pun yang akan mempertimbangkan untuk ikut campur dari luar, jika Anda melakukannya, Anda akan menghadapi konsekuensi yang lebih besar daripada yang pernah Anda hadapi dalam sejarah. Semua keputusan yang relevan telah diambil. Saya harap Anda mendengar saya,” tandas Putin.
Pihak Ukraina tidak tinggal diam dan membalas pernyataan perang oleh Rusia. Melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Oleg Nikolenko, Ukraina menegaskan akan memberikan perlawanan dan mempertahankan kemerdekaan tanah air mereka.
"Ini merupakan tindakan perang, suatu serangan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, sebuah pelanggaran menjijikkan terhadap Statuta PBB, norma, juga prinsip hukum internasional," tukas Nikolenko, dilansir CNN, Kamis (24/2/2022).
"Kami harus melawan penyerang dan mempertahankan tanah Ukraina sekuat mungkin," tegasnya.
Hingga saat ini, serangan Rusia ke beberapa kota di Ukraina masih berlangsung dan sudah memakan korban. Banyak pihak dari seluruh dunia yang menyerukan kepada Rusia agar menghentikan agresinya dan menghormati kedaulatan Ukraina.
Editor: Yantina Debora