Menuju konten utama

Tanah di Menteng Diserobot Mafia, Fuad Bawazier Mengadu ke DPR

Putri Fuad Bawazier membeli tanah di Menteng pada 2008, namun pada 2014 muncul gugatan mengatasnamakan ahli waris Juntaswardi.

Tanah di Menteng Diserobot Mafia, Fuad Bawazier Mengadu ke DPR
Fuad Bawazier. FOTO/ANTARA

tirto.id - Mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier, mengadu ke Komisi III DPR RI usai tanahnya di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diserobot mafia tanah.

Dalam agenda mediasi di Gedung DPR RI, Senayan, Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman mengatakan kasus yang dialami Komisaris Utama PT. Mind.id ini, telah mencederai rasa keadilan.

"Kasus yang benar-benar mencederai rasa keadilan hadir ke sini memberikan atensi terhadap permohonan bapak untuk melakukan rapat dengar pendapat umum ini," kata Habiburokhman di ruang rapat Komisi III DPR RI, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2024).

Sementara itu, Kuasa hukum Fuad, Sri Melyani menceritakan bagaimana kliennya menjadi korban mafia tanah. Awalnya Nurani Bawazier, putri dari Fuad Bawazier membeli sebidang tanah di Jalan Yusuf Adiwinata 15, Menteng, Jakarta Pusat pada 2008.

Proses pembelian tanah itu dilakukan dengan pengecekan yang sangat hati-hati.

"Kebetulan 2008 saya juga sudah menjadi lawyer yang ditunjuk oleh keluarga Pak Fuad. Jadi saya yang memang 2008 melakukan pengecekan ke BPN terkait serifikat tanah," kata Sri menjelaskan.

Singkat cerita, proses pengecekan tanah oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak ada permasalahan mulai dari sitaan hingga fisik tanah dalam keadaan kosong. Tanah itu kemudian menjadi milik putri Fuad Bawazier.

Tanah itu kemudian dibangun menjadi rumah tinggal putrinya Fuad. Namun, pada 2014 muncul gugatan dari orang yang mengatasnamakan ahli waris Juntaswardi.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kala itu menyatakan sertifikat tanah atas nama Nuraini Bawazier tidak mengikat dan diperintahkan mengosongkan objek rumah itu.

"Amar putusan dinyatakan sertifikat nomor 431 atas nama Nurani tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum kemudian diperintahkan untuk mengosongkan dan menyerahkan objek dalam keadaan kosong tanpa syarat dan beban apapun," ucap Sri.

Kemudian, meminta BPN untuk mencoret sertifikat hak milik dan langsung menggantikan namanya kepada ahli waris tanpa beban dan tanpa syarat.

Sri mengatakan pada 7 Agustus 2024, pengadilan hendak melakukan pengosongan rumah di tanah tersebut, tetapi tak jadi dilakukan lantaran keluarga Fuad melakukan perlawanan.

Kala itu, Sri bertanya kepada pengadilan ihwal yang menjadi hak melakukan pengosongan dan menyerahkan ke pemohon eksekusi. Sebab, kata dia, pemohon eksekusi bukan pemilik dan tidak memiliki bukti kepemilikan apapun atas tanah dan tidak pernah dinyatakan sebagai pemilik di dalam putusan tersebut.

"Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak menjawab, dia hanya mengatakan kami hanya menjalankan amar putusan untuk mengosongkan dan menyerahkan objek kepada pemohon eksekusi. Kami menolak dengan tegas, kami lawan, dan karena situasi tidak kondusif maka pada hari kemarin eksekusi pengosongan dibatalkan," tutur Sri.

Atas dasar itulah, keluarga Fuad melakukan kuasa hukum mengadukan ke DPR dan meminta perlindungan hukum.

"Ini masalah yang sangat menyedihkan bagi saya para pencari keadilan, saya dengan rekan-rekan sudah 15 tahun menjalani profesi advokat dan baru kali ini mendapatkan satu kasus yang aneh bin ajaib," tutur Sri.

Sementara hasil audiensi hari ini, Komisi III DPR merekomendasikan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu tidak dapat dieksekusi karena terdapat pertentangan dengan tidak ditetapkannya penggugat sebagai pemilik tanah.

Sedangkan tergugat memiliki atas hak yang sah berupa sertifikat hak milik, sehingga penetapan eksekusi bertentangan dengan hukum.

Kemudian, Komisi III DPR meminta Kanwil BPN DKI Jakarta untuk tidak mengeluarkan sertifikat kepemilikan baru karena proses ini masih dalam sengketa. Selanjutnya, Komisi III DPR meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk tidak melakukan eksekusi pengosongan karena putusan bermasalah.

Terakhir, Komisi III DPR meminta Kepolisian Negara RI untuk tidak mendukung pengamanan eksekusi rencana pengosongan oleh PN Jakpus.

Baca juga artikel terkait MAFIA TANAH atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto