tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap dugaan manipulasi perhitungan harga jual eceran (HJE) bahan bakar minyak (BBM) Pertalite oleh PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). Dugaan itu muncul dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi kompensasi BBM bersubsidi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dengan terdakwa Direktur Utama PT PPN Riva Siahaan.
Dalam dakwaannya, jaksa menegaskan bahwa tidak ada praktik “oplosan” bahan bakar dalam produksi Pertalite RON 90. Namun, dugaan penyelewengan justru terjadi dalam penyusunan formula perhitungan harga yang dijadikan dasar pemerintah membayar kompensasi kepada Pertamina.
Menurut jaksa, PT Pertamina melalui PT PPN mengusulkan formula harga jual eceran (HJE) yang tidak mencerminkan kondisi riil pasar. Manipulasi itu disebut dilakukan agar kompensasi yang diterima perusahaan menjadi lebih besar dari seharusnya.
“PT Pertamina (Persero) melalui PT PPN mengusulkan HJE formula yang tidak mencerminkan kondisi riil untuk menaikkan kompensasi yang dapat diterima PT Pertamina (Persero) melalui PT PPN,” ujar jaksa dalam surat dakwaan.
Dalam perhitungan resmi, PT Pertamina Patra Niaga disebut mengusulkan formula HIP Pertalite RON 90 sebesar 99,21 persen MOPS 92, padahal bahan bakar tersebut bukan hasil blending antara produk Mogas RON 88 dan RON 92 sebagaimana dihitung dalam formula itu.
Jaksa menjelaskan, Pertalite justru diproduksi melalui pencampuran High Octane Mogas Component (HOMC-RON minimal 92) dengan Naptha, menggunakan fraksi formula blending tertentu.
Formula itu juga digunakan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Alpha untuk impor Pertalite sejak 2021, serta dalam proses produksinya di kilang Pertamina.
Akibat penghitungan yang dimanipulasi, pemerintah disebut membayar kompensasi BBM yang lebih besar dari seharusnya. Berdasarkan hasil perhitungan jaksa, negara mengalami kerugian hingga Rp13,11 triliun selama periode 2022–2023.
“Dengan menggunakan formula campuran yang sesuai, kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah untuk tahun 2022 s.d. 2023 seharusnya lebih rendah sebesar Rp13.118.191.145.790,40 dibandingkan kompensasi yang dihitung menggunakan HJE formula yang telah ditetapkan saat ini,” demikian bunyi dakwaan jaksa.
Sebagai informasi, hari ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan dakwaan Riva Siahaan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp285.185.919.576.620 (Rp 28,1 T), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain Riva, tiga terdakwa lain juga dihadirkan dalam kasus yang sama yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Maya Kusuma, Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga Edward Corne periode 2023-2025, dan Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) periode 2022-2025 Sani Dinar Saifudin.
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































