Menuju konten utama

Survei PP17: RUU PPRT Paling Banyak Didukung, RUU TNI Ditolak

Responden yang mendukung agar RUU PPRT segera disahkan mencapai 42 persen sementara penolak RUU TNI mencapai 48 persen responden.

Survei PP17: RUU PPRT Paling Banyak Didukung, RUU TNI Ditolak
Aktivis Koalisi Sipil Untuk Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) melakukan unjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.

tirto.id - Pembahasan terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi inisiatif yang mendapatkan dukungan masyarakat paling banyak dari sejumlah daftar panjang RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Hal tersebut terungkap dalam survei National Kawula Survey (NKS) kuartal kedua 2025 yang dilakukan oleh Yayasan Pelopor Pilihan Tujuhbelas (PP17).

Dalam laporan NKS tersebut, responden yang mendukung agar RUU PPRT segera disahkan mencapai 42 persen, dengan 34 persen responden menyatakan netral, dan 24 persen lainnya mengatakan RUU PPRT bisa menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.

“Di tengah daftar panjang RUU Prolegnas, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) mencuat sebagai inisiatif yang paling didukung oleh masyarakat, dengan 42% menyatakan dukungannya,” tulis Yayasan PP17 dalam laporan surveinya, dikutip Rabu (4/6/2025).

Dukungan masyarakat terhadap RUU ini disebut terjadi karena hingga saat ini belum ada payung hukum yang memadai terhadap para pekerja rumah tangga.

Laporan NKS mengungkapkan, masyarakat yang paling banyak mendukung pengesahan RUU itu tinggal di pulau Jawa, dengan total mencapai 48 persen dari keseluruhan responden.

Di sisi lain, RUU yang paling banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat adalah RUU TNI. Sebanyak 48 persen responden menyatakan penolakannya terhadap RUU itu karena mereka menilai prajurit TNI seharusnya fokus dengan tugas utama mereka, yakni menjaga pertahanan negara.

“Opini yang menolak (48%) berargumen bahwa prajurit TNI seharusnya hanya fokus pada tugas utama mereka menjaga pertahanan negara dan tidak terlibat dalam ranah politik dan pemerintahan sipil,” tulis Yayasan PP17.

Serupa dengan RUU TNI, RUU Kejaksaan juga mendapatkan penolakan dari 47 persen responden. Perluasan kewenangan Kejaksaan yang diatur dalam RUU itu nyatanya membuat masyarakat menilai kewenangan Kejaksaan rentan untuk disalahgunakan.

“Mayoritas masyarakat (47%) menilai bahwa kekuasaan yang

besar tanpa pengawasan ketat dalam RUU Kejaksaan berpotensi disalahgunakan dan mendorong ketidakadilan,” tulis Yayasan PP17.

Selain itu, RUU lainnya yang mendapatkan sentimen negatif adalah RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Untuk RUU ASN, sebanyak 36 persen responden mengaku khawatir dengan kewenangan presiden untuk mengangkat dan memberhentikan ASN, yang dinilai dapat memicu intervensi politik dan melemahnya sistem merit.

Sedangkan untuk RKUHAP, sebanyak 46 persen responden menyatakan penolakannya karena mengaku khawatir akan menciptakan pembatasan hak bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa.

Baca juga artikel terkait RUU PPRT atau tulisan lainnya dari Naufal Majid

tirto.id - Flash News
Reporter: Naufal Majid
Penulis: Naufal Majid
Editor: Andrian Pratama Taher