tirto.id - Bagi sebagian orang, sepakbola adalah agama, dan stadion dianggap sebagai tempat ibadah. Fanatisme kepada tim kebanggaan juga kerap menyulut kericuhan. Ketika stadion tempat tim yang didukungnya tidak ada, yang tertinggal hanya rasa sesak. Gelora hilang. Tinggal kenang-kenangan yang tersisa, berarak di lereng ingatan.
Publik sepakbola Tangerang merasakan hal itu, saat Stadion Benteng markas Persita dan Persikota tak lagi dipakai, kerinduan akan atmosfer mendukung tim kesayangan di rumah sendiri semakin menebal. Ya, stadion yang diresmikan pada 11 Januari 1989 tersebut, mulai tahun 2012 tak lagi bergemuruh. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang melarang sepakbola digelar di kota berslogan Akhlakul Karimah tersebut.
Keributan yang kerap saat pertandingan digelar, membuat lembaga yang dihuni para ulama itu jengah. Bersama kepolisian dan pengurus Persita serta Persikota, Ketua MUI Kota Tangerang, K.H. Edi Junaedi, mengadakan pertemuan dan mengeluarkan fatwa haram bagi pertandingan sepakbola yang digelar di Stadion Benteng.
“Kami tidak memberikan izin terhadap semua pertandingan di Stadion Benteng karena selalu menimbulkan tawuran,” ujar Kapolres Metro Tangerang, Kombes Wahyu Widada.
Ia menambahkan, kepolisian menolak memberikan izin karena suporter kedua tim yang bermarkas di Stadion Benteng, yaitu Persita dan Persikota, selalu berkelahi dan kerap melibatkan warga sekitar stadion. Hal ini menjadi keresahan bagi para pengguna jalan yang melintas di sekitar tempat keributan tersebut.
“Hampir tiap pertandingan termasuk ketika menjamu lawan selalu ada keributan. Terakhir ada korban meninggal dunia. Kondisi stadion itu juga tidak memenuhi syarat termasuk papan dan pagar yang rawan rubuh. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan korban dari kalangan penonton,” tambahnya.
Senjakala Stadion Benteng
Setelah larangan dari kepolisian dan fatwa MUI setempat keluar, Stadion Benteng perlahan terabaikan. November 2017, kondisi stadion tersebut amat mengkhawatirkan. Meski kadang masih digunakan untuk pertandingan sepakbola oleh warga sekitar, tapi lapangan tidak terurus. Rumput tumbuh subur. Ladang rumput itu sering dimanfaatkan warga untuk memberi makan hewan ternak peliharaannya.
“Bangunan stadion makin rapuh, kumuh, dan mungkin sudah siap untuk dirobohkan. Pintu stadion berkarat, halamannya menjadi tempat parkir truk dan angkot. Bau pesing menyengat tercium dari sekitaran tembok. Kesan angker benar-benar tampak kala malam tiba. Angker yang benar-benar angker, bukan karena tim lawan susah dapat poin di sini,” tulis Rahmat Baihaqi.
Kepemilikan dan lokasi stadion juga menjadi kendala yang menyergap Stadion Benteng. Di satu sisi, stadion tersebut dimiliki oleh Kabupaten Tangerang, tapi di sisi lain lokasinya berada di Kota Tangerang. Hal ini membuat kedua pemerintahan tersebut gagap dalam mengambil sikap terhadap Stadion Benteng yang kian terlantar.
“Memang stadion ini dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten, yang agaknya masih berat untuk melepas kepemilikan tempat bersejarah ini. Sempat terdengar kabar kalau Pemerintah Kota siap mendandani stadion ini jika kepemilikannya sudah diberikan pada mereka. Meski akhirnya Pemerintah Kota malah merencanakan untuk membangun stadion baru di daerah Pinang untuk markas Persikota,” tambah Rahmat.
Siswanto Setyarosa, salah seorang pendukung Persita mengenang saat-saat ia membela tim kesayangannya berlaga di Stadion Benteng, terutama waktu Persita berada di masa kejayaan. Meski tak pernah menjuarai kasta tertinggi liga Indonesia, tapi pada tahun 2002 Persita sempat menjadi ancaman bagi tim-tim unggulan.
Musim 2002, Persita hampir menjadi juara liga. Mula-mula mereka berada di posisi ke-4 klasemen akhir wilayah barat. Di babak 8 besar Persita tampil perkasa dengan menyapu 3 kemenangan beruntun dan menjadi pemuncak grup, menghembalang Petrokimia Putra, Persipura Jayapura, dan Arema Malang di urutan berikutnya.
Di semifinal, giliran PSM Makassar yang mereka hajar dengan skor 2-0. Namun sayang, di partai final mereka dikalahkan Petrokimia Putra yang sebelumnya berhasil mereka bungkam di fase grup. Striker Persita, Ilham Jaya Kesuma tampil sebagai pencetak gol terbanyak sekaligus terpilih sebagai pemain terbaik.
Menurut pengakuan Siswanto, ia telah menjadi pendukung Persita sejak tahun 1988 saat ia masih remaja.
“Rumah saya tidak jauh dari sini. Saya tahu persis bagaimana pembangunan stadion ini. Dulu sebelum ada bangunannya, kalau mau ke stadion harus nyebrang jembatan karena ada kali buat beli tiket. Tapi kalau mau jebolan kadang juga nyebur ke kali. Jadi secara emosi saya pribadi ada keterikatan dengan Stadion Benteng ini,” terangnya.
Belakangan, Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Kota Tangerang tengah malah hendak membuat stadion baru, alih-alih merenovasi Stadion Benteng yang syarat sejarah bagi kedua tim yang bermarkas di Tangerang.
“Kami inginnya stadion yang jadi kebanggaan kami berdua [Laskar Benteng Viola (pendukung Persita) dan Benteng Mania (pendukung Persikota)] bisa tetap ada, bisa tetap eksis. Tapi kalau saudara kami, Benteng Mania, tetap ingin stadion ini ada, kami siap bantu. Bukan maksud tidak legowo, tapi ini harapan kami kalau memang bisa jangan dibongkar, jangan dialihfungsikan, tapi diperbaiki direnovasi sana-sini [agar] keangkeran Stadion Benteng tetap dijaga,” tambahnya.
Stadion Baru dan Harapan yang Masih Tersisa
Sejak tahun 2014, Pemerintah Kabupaten Tangerang membangun stadion baru di Dasana Indah, Kelurahan Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, dengan nama Stadion Benteng Taruna. Stadion baru ini ditargetkan mulai beroperasi mulai Desember 2018.
Selain stadion sepakbola, demi menyambut Pekan Olahraga Provinsi banten yang ke-5, dibangun juga GOR mini berkapasitas 1.000 orang, lapangan baseball, basket, trek altetik, panjat tebing, dan venue cabang olahraga lainnya.
“Pembangunan stadion dan fasilitasnya saat ini dalam progres yang sesuai dengan jadwal. Fokus kami cepat selesai untuk Porprov Banten ke-5, kebetulan Kabupaten Tangerang menjadi tuan rumah,” tutur Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar.
Sementara pada Oktober 2017, Wali Kota Tangerang, Arief Rachadiono Wismansyah, menyampaikan bahwa awalnya Pemerintah Kota Tangerang hendak membangun stadion baru di Pinang, tapi hal tersebut tidak dapat terpenuhi karena persoalan kondisi lahan.
Menurutnya, lahan di kawasan Pinang tidak memadai untuk lapangan sepakbola yang harus persegi panjang. Jadi, ke depan kawasan Pinang hanya dijadikan sebagai pusat olahraga seperti di kawasan Senayan, Jakarta.
Untuk stadion sepakbola, karena terkendala lahan, Arief menambahkan tetap akan memakai Stadion Benteng. Namun persoalan kepemilikan dan administratif masih menjadi halangan.
“Kami masih terkendala soal penyerahan aset bangunan Stadion Benteng itu. Kendalanya masih dalam proses administrasi. Kalau sudah selesai, baru kami akan melakukan pembangunan,” ujarnya.
Persoalan ketersediaan stadion sepakbola di Tangerang yang memadai, nampaknya akan segera teratasi dengan langkah-langkah yang tengah ditempuh oleh pemerintah, baik kabupaten maupun kota. Namun, apakah hal itu akan mengembalikan atmosfer sepakbola Tangerang yang masih dikerangkeng fatwa haram MUI?
Firman Utina, salah satu pemain bintang yang penah memperkuat Persita, mengharapkan MUI segera mencabut fatwa tersebut. Menurutnya, pengembangan sepakbola usia dini di Tangerang akan terhambat jika MUI masih melarang sepakbola di Tangerang.
Ia yang sejak 2016 membuka SSB di Tangerang menambahkan bahwa fatwa MUI tersebut tak sejalan dengan pihak-pihak yang ingin mengembangkan sepakbola sejak usia dini.
“Sepakbola bukan haram. Kalau haram, anak-anak di SSB (sekolah sepakbola) ini bakal ke mana? Jika ada Persita dan Persikota, motivasi mereka bisa timbul agar bisa bermain sampai sana. Itu hal yang positif,” ungkapnya.
Selain Firman, kedua pendukung tim asal Tangerang juga tentunya mengharapkan hal yang sama, yaitu MUI segera mencabut fatwanya yang melarang sepakbola di Tangerang.
Menanggapi keinginan publik sepakbola Tangerang tersebut, pada 20 Februari 2018, Ketua MUI Kota Tangerang, K.H. Edi Junaedi Nawawi mengatakan bahwa MUI tidak pernah melarang dan mengharamkan sepakbola di Tangerang.
“Silakan berlaga di kota ini, yang saya minta itu adalah pihak terkait dapat menjamin laga sepakbola berjalan aman. Tidak ada fatwa sepakbola haram, baik Persikota atau Persita bermain. Saya minta jaminan kalau main bola ini tidak akan ribut. Kalau ribut terus itu hukumnya bisa haram, sebab kita tahu itu bisa menyebabkan kerusakan banyak, orang bisa mati,” ujarnya.
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Zen RS