tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Jokowi lah yang harus berbenah dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebab, permasalahan pemberantasan korupsi saat ini dinilai akibat perilaku Presiden Jokowi.
"Pihak yang paling pertama harus sadar dan berbenah karena pemberantasan korupsi belum membaik adalah Presiden Joko Widodo sendiri. Sebab, problematika penegakan hukum hari ini adalah ketiadaan sikap yang jelas dari Presiden," kata Peneliti indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Jumat (10/12/2021).
Kurnia mencontohkan, Jokowi ingin agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bisa disahkan tahun depan. Namun, hal tersebut, dalam pandangan ICW tidak tepat karena RUU Perampasan Aset tidak masuk program legislasi nasional prioritas 2022.
"Jadi, dari sini masyarakat dapat menilai bahwa Presiden seringkali hanya menebar janji-janji manis pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Selain itu, ICW, kata Kurnia, menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang tidak menyinggung kegaduhan akibat perilaku pimpinan KPK. Salah satu isu yang diangkat ICW adalah soal tes wawasan kebangsaan (TWK). ICW menilai Jokowi seharusnya bisa menyelesaikan masalah TWK karena TWK mengganggu kinerja KPK.
"Sebagai Kepala Negara, Presiden harus menegur Pimpinan KPK. Sebab, akibat kegaduhan yang tak berkesudahan itu, roda kerja KPK terganggu dan capaiannya juga jauh dari kata ideal, terutama dalam lingkup penindakan," kata Kurnia.
Presiden Jokowi menghadiri secara langsung pelaksanaan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Dalam sambutan, mantan Wali Kota Surakarta itu menekankan sejumlah hal.
Pertama, Jokowi menekankan bahwa para penegak hukum tidak boleh berbangga diri dengan pencapaian penanganan korupsi selama 2021. Ia mengingatkan bahwa publik masih mempersepsikan bahwa masalah korupsi adalah pekerjaan rumah pemerintah sesuai survei dari lembaga survei pada November 2021 serta soal indeks persepsi korupsi Indonesia yang rendah.
Poin kedua adalah soal penindakan korupsi. Jokowi mengaku Indonesia harus memperbaiki metode pendekatan penanganan korupsi. Ia ingin metode penanganan korupsi tidak mengedepankan penanganan hukum yang heboh, tetapi lebih pada upaya yang dirasakan publik.
"Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan namun dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar, dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat," kata Jokowi, Kamis.
Jokowi pun paham penindakan penting dilakukan tegas tanpa pandang bulu. Namun pendekatan pemidanaan tidak boleh fokus pada pemberian efek jera pelaku, tetapi harus mengedepankan penyelamatan uang negara dan pengembalian kerugian negara.
Pendekatan asset recovery, penerimaan negara bukan pajak serta memitigasi perilaku korupsi adalah hal utama. Oleh karena itu, Jokowi berharap agar KPK dan Kejaksaan Agung terus menerapkan pendakwaan pencucian uang lewat Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) hingga mengingatkan soal kerja sama dengan negara lain seperti Swiss dan Rusia dalam pengejaran aset koruptor.
Ketiga, Jokowi ingin agar penindakan korupsi tidak mengedepankan penegakan hukum. Ia ingin agar penanganan kasus korupsi mengedepankan upaya pencegahan daripada penegakan hukum sebagai solusi utama.
"Pemberantasan korupsi tidak boleh terus-terusan identik dengan penangkapan, pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah," tegas Jokowi.
Ia lantas menambahkan, "Pencegahan merupakan langkah yang lebih fundamental dan kalau korupsi bisa kita cegah, kepentingan rakyat dapat terselamatkan".
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri