tirto.id - Xi Jinping dipastikan bisa memimpin Republik Rakyat Cina lebih lama jika usulan Komite Sentral Partai Komunis Cina bakal terwujud. Dilaporkan dari Xinhua, usulan yang diajukan pada Minggu (25/5) berisi pencabutan pasal konstitusi yang mengatur masa jabatan presiden beserta wakilnya.
Dalam konstitusi sekarang, masa jabatan presiden dan wakil dibatasi hanya dua kali lima tahun. Xi Jinping baru menginjak tahun kelima atau satu periode memimpin Cina sejak 14 Maret 2013 lalu. Ia masih memungkinkan lanjut pada periode kedua dan menjabat presiden sampai 2023 mendatang.
Usulan pencabutan pasal pembatasan masa jabatan diperkirakan akan disahkan pada sidang Kongres Rakyat Nasional pada 5 Maret mendatang. Jika terealisasi, Xi bisa duduk di kursi presiden lebih lama.
Bapak satu anak ini memang politikus ulung di Cina. Ia mantan gubernur Fujian dari 1999 sampai 2002, kemudian berlanjut menjadi sekretaris partai di provinsi Zhejiang dari 2002 sampai 2007. Kemudian menjadi Komite Tetap Politbiro selama lima tahun sejak 2007.
Tak heran bila ia mudah memenangkan suara di Kongres Rakyat Nasional ke-12. Ia mengantongi 2.952 suara dukungan, satu suara menentang, dan tiga abstain. Xi pun menjadi Presiden Republik Rakyat Cina ke-12.
Namun suara minor tetap saja muncul. “Secara teori dia bisa terus duduk di kursi presiden lebih lama dari Mugabe (diktator Zimbabwe), tapi keyataannya tidak ada yang tahu secara persis apa yang akan terjadi,” kata Zhang Lifan, sejarawan dan pengamat politik dilansir dari Reuters.
"Jika dua periode tidak cukup, maka mereka bisa menulis dalam periode ketiga, tapi perlu ada batasan. Singkirkan, itu tidak baik!" tulis salah satu warga Cina pengguna media sosial Weibo.
Asal usul batas masa jabatan lima tahun dua periode dapat ditelusuri sejak era Deng Xiaoping. Sejak itu, hanya presiden Hu Jianto dan Jiang Zemin yang menghabiskan masa jabatan 10 tahun dua periode.
Membangun Kekuatan
Upaya Partai Komunis Cina (PKC) mengubah aturan masa jabatan presiden hanya menambah daftar panjang upaya mempertebal posisi Xi Jinping sebagai sosok besar dan kuat.
Pada Oktober 2017 lalu, partai penguasa tunggal ini memasukkan pemikiran Xi Jinping ("Xi Jinping Thought") ke dalam konstitusi PKC. Nama Xi Jinping sejajar dengan tokoh-tokoh besar pendahulu yang pemikirannya dicantumkan dalam konstitusi partai, seperti Marxisme-Leninisme, Mao Zedong Thought dan Deng Xiaoping Theory.
Keputusan PKC itu juga merespons pidato Xi di hadapan elite PKC pada 17 Oktober 2017 lalu. Ia menggembar gemborkan era baru politik China. Dalam kongres besar lima tahun sekali itu, Xi mengatakan bahwa sudah saatnya bangsa Cina mengubah diri menjadi kekuatan besar yang bisa memimpin dunia dalam urusan politik, ekonomi, militer, dan lingkungan.
Pada 2013, tak lama sejak Xi Jinping resmi menjabat presiden, ia meluncurkan program visi global bernama One Belt, One Road (OBOR). Program ini merupakan strategi pembangunan ekonomi yang mengajak negara lain ikut terlibat dalam konektivitas jalur darat dan maritim kawasan Eurasia.
Cina era Xi Jinping juga membangun pangkalan militer pertama di luar negeri yang berada di Djibouti, disusul rencana pembangunan pangkalan militer di Pakistan. Dalam beberapa tahun terakhir, investasi Tiongkok untuk pembangunan infrastruktur di sejumlah negara Afrika juga meningkat drastis.
Periode pertama kekuasaan Xi juga diisi dengan kampanye agresif melawan korupsi dan banyak orang memujinya. Tapi di sisi lain Xi juga merepresi kebebasan berbicara. Beberapa orang menghindari kebijakan penyensoran di internet melalui ejekan yang menggambarkan Xi dengan foto tokoh kartun Winnie the Pooh sebagai ungkapan kritik. Pada akhirnya Winnie the Pooh pernah ikut dilarang.
Cina punya struktur tidak formal namun berpengaruh kuat yaitu "pemimpin terpenting" ("paramount leader"). Mao Zedong dan Deng Xiaoping pernah menduduki posisi pemimpin terpenting meski Deng tak pernah jadi presiden. Sedangkan Xi Jinping kini merangkap jabatan berlapis; sebagai pemimpin terpenting, presiden, Sekjen Partai Komunis Cina, dan Ketua Komisi Militer Pusat.
Sulit untuk tidak menghubungkan rencana perpanjangan masa jabatan Xi Jinping dengan ambisi program jangka panjang yang sedang dan akan berjalan itu.
Usaha Memperpanjang Masa Jabatan
Langkah untuk membatalkan batas masa jabatan presiden bukan cuma terjadi di Cina. Di Kongo, keinginan untuk memperpanjang masa jabatan datang dari Presiden Joseph Kabila. Ia memerintah Kongo sejak 26 Januari 2001 silam ketika usianya baru 29 tahun. Di bawah konstitusi Kongo pada 2006, memungkinkan presiden menjabat sekali selama lima tahun. Namun kenyataannya, Kabila tetap menjadi presiden sampai sekarang meski protes anti-Kabila terus bergema dan menjadi pemicu konflik.
Di Rwanda ada Paul Kagame yang telah menjadi presiden sejak 2001. Masa jabatan presiden di Rwanda adalah selama tujuh tahun. Dan Kagame masih tetap kokoh lewat perubahan konstitusi pada 2015 yang memungkinkannya berkuasa sampai 2034 mendatang.
Pierre Nkurunziza adalah presiden Burundi sejak 2005. Pada 2017 kemarin, Majelis Nasional mengumumkan referendum untuk pengubahan konstitusi yang memungkinkan Nkurunziza berkuasa sampai 2020 mendatang. Termasuk mengubah lama masa jabatan dari lima tahun menjadi tujuh tahun per periode.
Tetapi ada pula presiden yang menginginkan masa jabatannya dipersingkat. Sebagai Presiden Benin, Patrice Talon sesuai dengan konstitusi menjabat selama enam tahun. Tetapi pada April 2017 ia mengajukan agar konstitusi diubah untuk mempersingkat masa jabatan presiden. Majelis Nasional Benin menolak usulan Talon yang baru menjabat selama setahun itu.
Di Negara Monarki
Perdana Menteri di negara-negara yang menganut sistem monarki konstitusional punya batas masa jabatan yang beragam.
Inggris misalnya, Perdana Menteri dipilih lewat pemungutan suara yang melibatkan rakyat. Tetapi untuk masa jabatan ditentukan Ratu Elizabeth II yang berkuasa sejak 1953. Selama 65 tahun masa pemerintahannya, Ratu Elizabeth II telah melantik 12 Perdana Menteri, termasuk yang kini dijabat oleh Theresa May.
Sempat muncul sebuah petisi daring yang menyerukan masa jabatan Perdana Menteri Inggris maksimal 10 tahun. Selama 6 bulan berjalan, akan tetapi petisi itu hanya ditandatangani oleh empat orang saja dan petisi akhirnya ditutup pada 25 Agustus 2012.
Jepang masih mempertahankan Kekaisaran punya aturan bahwa Perdana Menteri menjabat selama tiga tahun dan maksimal dua periode. Pada Maret 2017 lalu, Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa mengajukan perpanjangan masa jabatan menjadi tiga periode. Hal ini membuat Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang sekarang, dapat berkuasa sampai September 2021.
Sedangkan di negara yang menganut sistem monarki absolut, raja yang merangkap jabatan tertinggi di negara jelas tidak memiliki batas masa jabatan alias seumur hidup. Beberapa negara tersebut di antaranya adalah Arab Saudi, Brunei, Swaziland, sampai Oman.
Penulis: Tony Firman
Editor: Zen RS