tirto.id - Perekonomian Indonesia sejak dulu hingga kini mengalami dinamika dan sejarah yang panjang, termasuk pada masa awal kemerdekaan.
Perekonomian Indonesia pada awal kemerdekaan secara garis besar mengalami periode sulit. Soedrajad Djiwandono, dkk., dalam Sejarah Bank Indonesia Periode I: 1945-1959 (2005) menjelaskan, kondisi ekonomi yang juga dikatakan mengalami kemandegan pada masa itu terjadi baik secara makro maupun mikro.
Situasi tersebut diperburuk oleh pergantian pemerintahan dari masa kolonial ke republik yang memerlukan berbagai penyesuaian. Pada masa ini, kondisi politik Indonesia belum stabil.
Pasca-proklamasi kemerdekaan, Jepang masih mempertahankan status quo setelah menyerah pada sekutu di akhir Perang Dunia II. Di samping itu, Indonesia juga masih harus menghadapi tentara sekutu dan Netherlands Indies Civil Administration alias NICA. Upaya mempertahankan kemerdekaan baik melalui perjuangan bersenjata maupun diplomasi masih harus dilakukan.
Terjadinya masalah sosial di berbagai wilayah di Indonesia juga turut menghambat Indonesia dalam membentuk alat kelengkapan negara.
Berbagai tantangan yang dialami Indonesia sebagai negara baru ini menghambat pemerintahan republik untuk bergerak cepat dalam membenahi perekonomian.
Penyebab Memburuknya Ekonomi Indonesia pada Awal Kemerdekaan
Buruknya kondisi ekonomi Indonesia pada masa awal kemerdekaan yang disebabkan oleh situasi politik nasional saat itu dipengaruhi oleh setidaknya 3 faktor berikut:
1. Terjadi inflasi tingkat tinggi
Tidak stabilnya kondisi politik menyebabkan Indonesia mengalami inflasi tingkat tinggi atau hiperinflasi.
Hiperinflasi ini terjadi karena mata uang Jepang di masyarakat masih beredar dalam jumlah yang tidak terkendali, sedangkan Indonesia belum memiliki mata uang sendiri sebagai pengganti.
Pada Agustus 1945, angka edaran mata uang Jepang mencapai 1,6 miliar di Jawa, sedangkan yang beredar di masyarakat mencapai 4 miliar.
2. Adanya blokade ekonomi dari kolonial Belanda
Belanda melakukan blokade ekonomi dengan menutup akses perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor pada tahun 1945.
Akibatnya, produk buatan Indonesia tidak dapat dikirim ke luar negeri. Barang-barang yang tidak dapat diekspor bahkan banyak yang kemudian dimusnahkan.
Selain itu, karena akses masuk juga ditutup, Indonesia kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan. Akibatnya, kebutuhan akan barang-barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri, tidak dapat terpenuhi.
Kondisi tersebut semakin memperparah keadaan perekonomian Indonesia, sekaligus membuat rakyat menjadi gelisah.
Belanda melakukan blokade ekonomi dengan tujuan meruntuhkan perekonomian Indonesia dan berkuasa kembali di Nusantara. Melalui tindakan-tindakannya, Belanda pun bermaksud membuat rakyat mengalami krisis kepercayaan pada pemerintahan Indonesia.
3. Adanya kekosongan kas negara
Kas kosong negara disebabkan karena pajak dan bea masuk yang belum ada pada masa itu, sementara kebutuhan pengeluaran negara semakin bertambah.
Di situasi tersebut, pemasukan pemerintah hanya bergantung pada produksi pertanian. Adanya dukungan pemerintah Indonesia terhadap bidang pertanian membuat ekonomi kala itu masih bertahan, meski kondisinya terbilang buruk.
Upaya Perbaikan Ekonomi pada Awal Kemerdekaan
Dalam menghadapi kesulitan ekonomi pada awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk memulihkan keadaan.
Berikut merupakan upaya tersebut sebagaimana dipaparkan oleh Nansy Rahman dalam Sejarah Indonesia (2020):
1. Melakukan hubungan dagang dengan luar negeri
Indonesia membuka hubungan perdagangan langsung ke luar negeri yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta untuk membangun diplomasi dengan berbagai negara.
2. Melakukan diplomasi beras ke India
Pada 1946, Indonesia mengirimkan beras kepada India yang tengah mengalami krisis kelaparan. Timbal baliknya, India memberikan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan Indonesia pada saat itu.
Secara politis, pertukaran ini bukan sekadar pertukaran barang, melainkan bentuk pengakuan pada eksistensi Republik Indonesia sebagai negara baru.
Kerja sama ini kemudian membuat Indonesia berhasil mendapatkan dukungan aktif dari India secara diplomatik di forum internasional.
3. Melaksanakan program pinjaman nasional
Pada dasarnya, program pinjaman nasional pada awal kemerdekaan ditujukan untuk membangun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintah RI.
4. Melaksanakan konferensi ekonomi
Konferensi ekonomi dilakukan dengan tujuan memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti hambatan produksi dan distribusi makanan.
Adapun konferensi ini melibatkan para pakar, mencakup cendekiawan, gubernur, dan pejabat lainnya yang bertanggung jawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa, yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran masa itu, yakni Darmawan Mangunkusumo.
5. Membentuk Badan Perancang Ekonomi (Planning Board)
Badan Perancang Ekonomi dibentuk untuk mendorong Indonesia supaya membuka diri terhadap penanaman modal asing dan melakukan pinjaman, baik ke dalam maupun luar negeri.
6. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang 1948
Upaya ini bertujuan mengurangi beban negara di bidang ekonomi sekaligus untuk meningkatkan efisiensi. Program ini meliputi penyempurnaan administrasi negara dan angkatan perang.
7. Membentuk Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Pembentukan PTE ditujukan menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta agar pengusaha memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional.
Organisasi pedagang ini juga diperuntukkan mendorong persatuan yang kuat antarpedagang sehingga mampu memperkokoh ketahanan ekonomi Indonesia.
8. Membentuk kebijakan tentang Oeang Republik Indonesia (ORI)
ORI diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia mulai 30 Oktober 1946, sebagai identitas dan bentuk kedaulatan ekonomi, serta salah satu upaya untuk memulihkan perekonomian Indonesia yang sedang mengalami hiperinflasi. ORI diterbitkan untuk menggantikan mata uang yang sebelumnya diterbitkan oleh Pemerintah Belanda dan Jepang. Kebijakan ini sekaligus mencakup larangan untuk menggunakan mata uang lain.
Penulis: Syaima Sabine Fasawwa
Editor: Addi M Idhom