tirto.id - Kondisi politik dan ekonomi Indonesia pada awal masa kemerdekaan merupakan salah satu yang tersulit dalam sejarah berdirinya republik ini. Kekacauan internal pemerintahan Indonesia, inflasi, hingga agresi militer Belanda ke tanah air menjadi beberapa contoh pemicu masalah politik dan ekonomi pada masa tersebut.
Kekalahan Jepang dari Sekutu dalam Perang Dunia II segera disikapi oleh sejumlah elite Indonesia dengan memproklamasikan kemerdekaan RI. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia saat itu segera dilaksanakan demi memanfaatkan situasi kekosongan kekuasaan di tanah air.
Tepat pada hari Jumat, 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB, Soekarno dan Mohammad Hatta berdiri bersama sejumlah orang di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta untuk membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Maka, sejak saat itu lahirlah negara baru bernama Republik Indonesia.
Akan tetapi, sebaliknya tantangan baru muncul untuk menyusun berbagai kebijakan dalam pembangunan negeri sebagai bangsa yang baru saja berdiri. Lantas, bagaimana kondisi politik pada awal kemerdekaan?
Kondisi Politik Indonesia pada Awal Kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang dilaksanakan dengan mendadak membuat perubahan besar pada kondisi politik di Indonesia. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus.
Kondisi politik Indonesia pascaproklamasi diwarnai dengan krisis, perang, serta kekacauan. Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2011), M. C. Ricklefs menyebut kekuatan-kekuatan politik di Indonesia pada masa awal kemerdekaan juga tidak sepenuhnya bersatu.
Hal itu, tulis Ricklefs, ditandai dengan "Sistem perhubungan yang buruk, perpecahan-perpecahan internal, lemahnya kepemimpinan pusat, dan perbedaan kesukuan."
Berikut ini gambaran umum kondisi politik Indonesia di masa awal kemerdekaan, dinukil dari buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2011).
1. Sistem Perhubungan yang Buruk
Proklamasi kemerdekaan yang dilangsungkan dengan mendadak memang berhasil memanfaatkan situasi kekosongan kekuasaan. Karena itu, teks proklamasi dapat dibacakan dalam situasi damai dan tertib pada 17 Agustus 1945.Namun, di sisi lain, mendadaknya proklamasi itu membuat informasi atas kemerdekaan Indonesia tidak tersebar secara luas dan merata di penjuru daerah Indonesia. Minimnya sarana persebaran informasi yang dapat menjangkau secara luas membuat kabar kemerdekaan Indonesia tersebar di kota-kota besar Jawa saja pada 17 Agustus.
Kesenjangan informasi ini menghambat proses pembentukan pemerintahan Republik Indonesia yang waktu itu masih lemah dan baru dibentuk.
2. Perbedaan Kesukuan
Meski Indonesia telah dinyatakan sebagai negara merdeka, tidak semua elemen masyarakat tanah air setuju. Sebagian pihak bahkan masih bersimpati pada Pemerintah Kolonial Belanda.Menurut Ricklefs, pada umumnya orang-orang itu merupakan bangsawan lokal yang pada masa penjajahan Belanda mendapat kekayaan dan kedudukan istimewa.
Gerakan kemerdekaan yang menganut semangat nasionalisme yang egaliter dipandang miring oleh kelompok bangsawan yang kontra dengan kemerdekaan RI. Bagi mereka, kemerdekaan Indonesia berjalan secara radikal dan dengan cara yang tidak ningrat.
3. Lemahnya Kepemimpinan Pusat
Pemerintahan Republik Indonesia tidak lahir dengan stabilitas yang instan. Gerakan kemerdekaan Indonesia sebenarnya merupakan kumpulan dari berbagai golongan pemikiran yang tidaak jarang saling berseberangan.Perbedaan tersebut semula membuat pembentukan pemerintahan Republik Indonesia tak berjalan lancar. Di tingkat pemerintah pusat (Jakarta), sistem pemerintahan pun kerap berganti. Misalnya, dari sistem presidensial beralih ke parlementer, dan sebaliknya.
Pertentangan di tingkat pimpinan pusat dan elite gerakan kemerdekaan Indonesia pada masa itu pun kerap terjadi. Salah satu dampak terberat adalah Peristiwa PKI Madiun 1948 yang melibatkan eks perdana menteri RI, Amir Sjarifuddin.
Di tingkat desa, belum kuatnya kedudukan Pemerintah Republik Indonesia berdampak terjadinya aksi-aksi sepihak yang dilakukan oleh laskar-laskar militer "ilegal." Mereka yang terlibat sebagian merupakan eks anggota Heiho, Peta, atau para jagoan lokal.
Aksi-aksi kekerasan misalnya terjadi di Tegal, Brebes, dan Pemalang. Menurut Anton Lucas, dalam buku Peristiwa Tiga Daerah (1989), aksi kekerasan di 3 daerah itu melibatkan massa yang dendam pada penindasan saat penjajahan Belanda.
Informasi kemerdekaan ditanggapi dengan melakukan kekerasan dan intimidasi ke orang Belanda dan pegawai pemerintahan yang dianggap korup. Masalahnya, aksi di Tegal, Brebes, dan Pemalang tersebut dilakukan secara sepihak, mengabaikan proses hukum, dan tanpa seizin pemerintah RI di Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia bahkan sampai harus menerjunkan pasukan militer untuk menangani aksi-aksi kekerasan di tiga daerah tersebut.
4. Perpecahan Internal dan Kedatangan Kembali Belanda
Gerakan kemerdekaan Indonesia sejatinya terdiri dari berbagai macam aliran ideologi yang tidak jarang saling bertentangan. Menurut Ricklefs, gerakan kemerdekaan yang paling dominan terdiri dari tiga kekuatan politik yakni nasionalis, komunis, dan Islam.Ketiganya tak jarang menunjukkan ketidaksepakatannya antara satu pemikiran dengan pemikiran yang lain. Hal tersebut juga terlihat pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia.
Saat konsolidasi nasional masih rapuh, dan pergolakan di internal gerakan kemerdekaan Indonesia belum tuntas, militer Belanda datang untuk merebut kembali kekuasaan di Indonesia.
Dua kali agresi militer Belanda ke Indonesia pada 1947 dan 1948 benar-benar menambah runyam permasalahan politik maupun keamanan. Agresi militer Belanda 2 bahkan nyaris membikin negara Republik Indonesia bubar karena sebagian elite pemerintahan RI ditangkap, termasuk Soekarno-Hatta.
Berkat keberhasilan strategi diplomasi dan perjuangan militer selama masa revolusi kemerdekaan, ambisi Belanda berkuasa lagi gagal total. Dukungan internasional bahkan mengalir ke Indonesia.
Akhirnya, memasuki tahun 1950, situasi politik di Indonesia mulai beranjak stabil. Stabilitas politik dan pemerintahan mulai terbangun, terutama setelah Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kondisi Ekonomi Indonesia pada Awal Kemerdekaan
Tidak berbeda jauh dengan kondisi politik pada masa awal kemerdekaan, ekonomi Indonesia masa itu pun mengalami periode sulit.
Soedrajad Djiwandono, dkk., dalam bukunya Sejarah Bank Indonesia Periode I: 1945-1959 (2005) menyebut kondisi ekonomi pada masa awal kemerdekaan mengalami stagnasi, baik secara mikro maupun makro.
Berikut ini tiga kondisi yang menunjukkan gambaran kondisi ekonomi Indonesia pada masa awal kemerdekaan, dinukil dari Modul Sejarah Indonesia Kelas XII (2020) terbitan Kemendikbud.
1. Terjadinya Inflasi yang Tinggi
Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi lonjakan inflasi yang tinggi. Inflasi tersebut dikarenakan oleh beberapa hal, termasuk beredarnya mata uang Jepang dalam jumlah yang tidak terkendali.Selain itu, terdapat pula mata uang cadangan yang dikeluarkan pasukan Sekutu dari bank-bank yang berhasil dikuasai untuk biaya operasi militer dan gaji tentara. Faktor terakhir, inflasi tak dapat dicegah karena Republik Indonesia saat itu belum punya mata uang resmi sendiri.
2. Blokade Ekonomi dari Belanda
Sejak November 1945, Belanda memberlakukan blokade ekonomi ke Indonesia yang berdampak buruk bagi perekonomian nasional waktu itu.Dampak yang sangat terasa terjadi di sektor ekspor-impor. Barang-barang dagangan RI menjadi terlambat terkirim. Banyak barang ekspor RI yang tak terkirim, dan banyak pula yang dihancurkan oleh Belanda.
Di sektor impor, blokade Belanda berdampak pada kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan Indonesia.
3. Kekosongan Kas Negara
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, republik pernah mengalami kekosongan kas negara. Hal tersebut dikarenakan pajak dan bea masuk yang saat itu belum ada. Ketiadaan pemasukan saat itu diperparah dengan meningkatnya pengeluaran negara.Penghasilan pemerintah RI hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.
Penyebab Ketidakstabilan Kehidupan Politik pada Masa Awal Kemerdekaan
Ketidakstabilan keadaan politik Indonesia pada awal kemerdekaan disebabkan beberapa faktor baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satunya faktor dari dalam negeri adalah Indonesia yang berada pada fase transisi, yaitu bangsa yang dijajah menjadi negara baru yang merdeka.
Alasan lain ketidakstabilan kondisi politik Indonesia juga berasal dari pemberontakan di sejumlah daerah. Adanya ketidakpuasan dari rakyat kepada pemerintah terkait belum dihasilkannya perubahan yang nyata pascakemerdekaan.
Di sisi lain, faktor dari luar negeri yang menyebabkan kondisi politik indonesia pada awal kemerdekaan tidak stabil adalah kedatangan Sekutu yang membonceng NICA (Nederlands Indie Civil Administration) ke Indonesia.
Kedatangan bangsa asing yang tak diinginkan rakyat tersebut bahkan memicu meletusnya beberapa pertempuran sebagai berikut:
- Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
- Pertempuran Lima Hari di Semarang.
- Agresi Militer I dan II.
- Pertempuran Ambarawa.
- Peristiwa Bandung Lautan Api.
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif