tirto.id - Bandung Lautan Api merupakan salah satu peristiwa yang berperan besar dalam sejarah pasca-kemerdekaan Indonesia. Pada 24 Maret 1946, rakyat dan tentara Indonesia mengosongkan sekaligus membakar seisi kota Bandung agar tidak dijadikan markas pasukan Sekutu dan NICA (Belanda).
Aksi pembumihangusan di Bandung dipandang sebagai taktik yang dirasa paling ideal dalam situasi saat itu. Hal ini mengingat kekuatan pasukan Republik Indonesia tidak sebanding dengan Sekutu dan NICA.
Sejarah Bandung Lautan Api diabadikan dalam berbagai bentuk karya seni, seperti lagu dan film. Hal itu bertujuan agar salah satu peristiwa paling heroik dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu terus diingat oleh generasi berikutnya.
Sejarah dan Latar Belakang Bandung Lautan Api 1946
Djoened Poesponegoro dan kawan-kawan dalam Sejarah Nasional Indonesia VI (2008) menuliskan, peristiwa Bandung Lautan Api diawali dengan datangnya pasukan Sekutu/Inggris pada 12 Oktober 1945.
Beberapa pekan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke Indonesia usai memenangkan Perang Dunia II melawan Jepang.
Mohamad Ully Purwasatria melalui penelitian bertajuk "Peranan Sukanda Bratamanggala dan Sewaka di Bandung Utara dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1945-1948" (2014) menyampaikan, awalnya kedatangan Sekutu hanya untuk membebaskan sebagian pasukannya yang menjadi tawanan Jepang.
Namun, ternyata Belanda atau Netherlands Indies Civil Administration (NICA) membonceng pasukan Sekutu dan ingin menguasai Indonesia lagi. Bergolaklah perlawanan dari prajurit dan rakyat Indonesia atas kehadiran Belanda.
Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api
Setelah tiba di wilayah Indonesia dengan membonceng NICA, pasukan Sekutu mulai melancarkan propaganda. Rakyat Indonesia diperingatkan agar meletakkan senjata dan menyerahkannya kepada Sekutu. Pihak Indonesia tidak menggubris ultimatum tersebut.
Angkatan perang RI merespons dengan melakukan penyerangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu. Invasi tersebut dilakukan pada malam hari, 24 November 1945.
Selang tiga hari, tepatnya 27 November 1945, Kolonel MacDonald selaku panglima perang Sekutu sekali lagi menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Mr. Datuk Djamin. Rakyat dan tentara diperintahkan segera mengosongkan wilayah Bandung Utara.
Peringatan yang berlaku sampai 29 November 1945 pukul 12.00 itu harus dipenuhi. Jika tidak, Sekutu akan bertindak keras.
Ultimatum kedua itu pun tidak diacuhkan sama sekali oleh Tentara Republik Indonesia (TRI). Alhasil, beberapa pertempuran terjadi di Bandung Utara. Pos-pos Sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan.
Pada 17 Maret 1946, Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, Letnan Jenderal Montagu Stopford, memperingatkan kepada Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI agar militer Indonesia segera meninggalkan Bandung Selatan sampai radius 11 kilometer dari pusat kota. Hanya pemerintah sipil, polisi, dan penduduk sipil, yang diperbolehkan tinggal.
Sjahrir memerintahkan kepada Panglima Komandemen Jawa Barat, Jenderal Mayor Didi Kartasasmita, dan Kolonel Abdul Haris (A.H.) Nasution, untuk menuruti ultimatum tersebut. Sang perdana menteri ingin TRI bersikap taktis karena menyadari besarnya kekuatan Sekutu.
Berdasarkan kesaksiannya yang tertulis dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid III: Diplomasi Sambil Bertempur (1977), A.H. Nasution akhirnya mengambil jalan tengah. Pada siang 24 Maret 1946, ia memberikan empat perintah Panglima Divisi III TRI. Salah satunya instruksinya adalah membumihanguskan seluruh bangunan yang ada di Bandung.
Rakyat mulai diungsikan. Sebagian besar bergerak dari selatan rel kereta api ke arah selatan sejauh 11 kilometer. Gelombang pengungsian semakin membesar setelah matahari tenggelam.
Pembumihangusan Bandung pun dimulai. Sebelum meninggalkan rumah, warga berbondong-bondong membakarnya terlebih dahulu. Sementara itu, pasukan TRI punya rencana yang lebih besar lagi.
Semula, TRI berencana melakukan pembakaran total pada 24 Maret 1945 pukul 24.00. Namun, rencana ini tidak berjalan mulus karena pada pukul 20.00 dinamit pertama telah meledak di Gedung Indische Restaurant.
Lantaran tidak sesuai rencana, pasukan TRI melanjutkan aksinya dengan meledakkan gedung-gedung dan membakar rumah-rumah warga di Bandung Utara.
Malam itu, Bandung terbakar. Peristiwa itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api 1946.
Tokoh Bandung Lautan Api
Dari Indonesia: Mohammad Endang Karmas, Moeljono, Datuk Djamin, Soetan Sjahrir, Kolonel A.H. Nasution.
Peristiwa Bandung Lautan Api tahun 1946 melibatkan banyak tokoh pejuang rakyat. Berikut beberapa di antara sekian banyak tokoh yang terlibat dalam Bandung Lautan Api 1946.
1. Kolonel A.H. Nasution
A.H. Nasution merupakan pemimpin Divisi III yang mengadakan pertemuan pada 23 Maret 1946 dan memberikan instruksi untuk mengevakuasi warga Kota Bandung.2. Mohammad Toha
Toha berperan memimpin perjuangan di Bandung Lautan Api, mendapat tugas untuk menghancurkan amunisi dan senjata sekutu di gudang senjata.3. Atje Bastaman
Atje Bastaman merupakan wartawan muda yang menulis laporan tentang peristiwa bersejarah ini untuk koran Suara Merdeka.4. Didi Kartasasmita
Sebagai Panglima Komandemen Jawa Barat, ia berperan penting dalam negosiasi. Ia sempat dipanggil ke Jakarta untuk menemui Sjahrir dan diperintahkan untuk mengondisikan agar TRI mundur dari Bandung Selatan.5. Soetan Sjahrir
Saat itu Sjahrir merupakan perdana menteri Indonesia. Ia berperan penting dalam garis koordinasi dengan para pemimpin pasukan di Bandung, termasuk memerintahkan A.H. Nasution dan Kartasasmita untuk menuruti ultimatum dari Sekutu.6. Mohammad Endang Karmas
Mohammad Endang Karmas merupakan orang yang merobek bendera Belanda dalam peristiwa Bandung Lautan Api 1946.Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani & Fadli Nasrudin