Menuju konten utama

Sejarah 1 Muharram Ditetapkan sebagai Awal Tahun Baru Islam

Berikut ini sejarah 1 Muharram ditetapkan sebagai awal Tahun Baru Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab.

Sejarah 1 Muharram Ditetapkan sebagai Awal Tahun Baru Islam
Ilustrasi Tahun Baru Islam. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Umat muslim di Indonesia akan memperingati Tahun Baru Islam 2023 atau 1 Muharram 1445 H pada Rabu, 19 Juli 2023. Dalam momen ini, ada baiknya menilik kembali sejarah 1 Muharram ditetapkan sebagai hari Tahun Baru Islam.

Menilik sejarahnya, penanggalan Hijriah mulai digunakan umat Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sejak era Umar itu, tanggal 1 Muharram menjadi awal tahun baru bagi umat Islam.

Tanggal 1 Muharram sebagai awal tahun di penanggalan Hijriah ditetapkan berdasarkan peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW. Muharram dianggap sebagai titik awal rangkaian peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah (Yatsrib).

Sejarah Singkat Tahun Baru Islam

Kalender Hijriah atau kalender Islam baru resmi digunakan pada masa setelah Rasulullah SAW wafat. Penggunaan kalender hijriah didasari keputusan Khalifah Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab tergerak membentuk kalender Islam usai menerima keluhan Gubernur Bashrah Abu Musa Al-Asy'ari yang mengaku sulit membedakan surat-surat baru dan lama kiriman sang khalifah. Dari sana, Khalifah Umar menyadari pemerintahannya mempunyai masalah pengarsipan karena ketiadaan kalender resmi versi Islam.

Sebelum ada Kalender Hijriyah, bangsa Arab umumnya hanya menyematkan tanggal dan bulan, tanpa membubuhi tahun. Sejak masa sebelum Rasulullah SAW lahir, orang-orang di jazirah Arab sebenarnya juga sudah mengenal nama-nama bulan yang saat ini dipakai dalam Kalender Islam. Namun, hingga Nabi SAW wafat, belum ada penyebutan tahun.

Bangsa Arab kala itu menyebut tahun dengan menisbatkannya pada peristiwa besar yang terjadi. Pencatatan waktu kelahiran Nabi Muhammad SAW, misalnya, menyebut tanggal 12 Rabi'ul Awal tahun Gajah. Sebab, pada tahun itu, terjadi peristiwa besar yang menyita perhatian, yakni upaya pasukan Abrahah meruntuhkan Ka'bah tetapi gagal.

Untuk merumuskan kalender khusus dalam Islam, Khalifah Umar lantas memerintahkan ada musyawarah yang melibatkan para ahli falak dan beberapa tokoh sahabat Nabi SAW yang terkemuka. Dalam rembuk itu, pembahasan panjang sempat terjadi terkait dengan penetapan awal tahun dalam kalender Islam.

Di musyawarah itu, ada yang mengusulkan awal tahun kalender Islam adalah waktu saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama (peristiwa Bi'tsah). Selain itu, terdapat usulan awal kalender disesuaikan dengan waktu Nabi SAW lahir atau ketika beliau wafat.

Di tengah pembahasan itu, Ali bin Abi Thalib datang dengan usulan lain. Ali menyodorkan gagasan, awal kalender Islam dimulai dari tahun terjadinya hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Usulan Ali bin Abi Thalib tadi didukung oleh banyak sahabat, termasuk Utsman bin Affan. Umar pun lebih condong pada gagasan tersebut sehingga ia memutuskan kalender Islam dimulai dari waktu saat Nabi SAW hijrah ke Yatsrib (Madinah).

Ahmad Zarkasih dalam Sejarah Pembentukan Kalender Hijriah (2018) mencatat, melalui kitabnya Fathul-Baari (7/268), Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan alasan utama Umar lebih memilih tahun hijrah sebagai awal kalender Islam.

Ibnu Hajar al-Asqalani menulis, dalam penilaian Umar, tahun wafatnya Nabi SAW menjadi momentum kesedihan bagi umat Islam sehinga tidak layak menjadi awal kalender. Untuk 2 opsi lainnya, Umar menghadapi fakta saat itu masih ada perbedaan pendapat di antara para sahabat tentang waktu pasti kelahiran Nabi SAW dan kapan beliau menerima wahyu pertama.

Sementara itu, Muharam ditetapkan sebagai awal tahun baru di kalender hijriah karena di bulan ini, Nabi Muhammad SAW pertama kali merencanakan hijrah ke Yatsrib (Madinah).

Nabi Muhammad SAW sebenarnya mulai pergi dari Mekkah pada akhir bulan Shafar dan keluar dari tempat persembunyiannya dari gua Tsur tanggal 2 Rabiul Awal (20 September 622 M) untuk menuju ke Madinah.

Namun, Shafar atau Rabiul Awal tidak dipilih sebagai bulan awal tahun baru di Kalender Islam. Atas usulan Utsman bin Affan, Khalifah Umar lebih memilih Muharram jadi awal tahun baru Islam.

Alasannya, meskipun puncak peristiwa Hijrah terjadi pada bulan Rabiul Awal, Rasulullah sebenarnya sudah merencanakannya sejak bulan Muharram.

Bulan Muharram dianggap sebagai titik awal dari rangkaian peristiwa hijrah Nabi SAW ke Madinah. Muharram menjadi semacam mukaddimah dari peristiwa Hijrah.

Pada akhirnya, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan penggunaan kalender resmi milik umat Islam, tepatnya pada tanggal 8 Rabi’ul Awal tahun 17 H.

Oleh karena diawali dari tahun ketika peristiwa Hijrah terjadi, kalender Islam yang baru itu dinamakan Kalender Hijriah. Tahun saat peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad ke Kota Madinah ditetapkan sebagai tahun 1 Hijriah.

Kalender Hijriah mengikuti sistem penanggalan qomariah yang didasarkan pada periode peredaran bulan. Dalam sistem penanggalan qomariah, terdapat 12 bulan untuk periode 1 tahun. Setiap bulan terdiri atas 29 atau 30 hari.

Periode 12 bulan selama 1 tahun dalam Kalender Hijriah diawali dari Muharram. Maka dari itu, tanggal 1 Muharram menjadi awal tahun baru Islam.

Baca juga artikel terkait TAHUN BARU ISLAM atau tulisan lainnya dari Imanudin Abdurohman

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Imanudin Abdurohman
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Addi M Idhom