tirto.id - Sistem penanggalan kalender sudah dipakai oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari sejak lama, bahkan ribuan tahun lalu. Menggunakan sistem kalender, manusia dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk berburu, bercocok tanam, hingga memprediksi pergantian musim.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjabarkan kalender sebagai daftar hari atau bulan dalam setahun, penanggalan, almanak, dan taqwim. Kalender dapat diartikan sebagai penentuan satuan periode dengan nama hari, bulan dan musim berdasarkan benda langit (bumi, bulan, matahari).
Dalam catatan J.T. Fraser, hingga tahun 1980-an, setidaknya 40 macam kalender berbeda masih digunakan oleh masyarakat di berbagai negara. Meski demikian, secara umum, sistem kalender di dunia bisa dibagi jadi 3 jenis: Solar (Syamsiyah), Lunar (Qomariah), dan Luni-Solar (Syamsiyah-Qomariyah).
Sistem penanggalan Solar (Syamsiyah) dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan bumi untuk mengitari matahari (revolusi). Dalam sekali putaran, bumi memerlukan waktu 365 1/4 hari untuk mengelilingi matahari.
Sementara itu, kalender Lunar (Qomariyah) ditentukan berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik atau 29,5306 hari dalam satu bulan.
Adapun penanggalan Lunisolar (Syamsiyah-Qomariyah) ialah sistem kalender yang perhitungannya menyesuaikan pergerakan bulan sekaligus matahari. Contoh yang menggunakan sistem ini ialah kalender Imlek (Tionghoa), Saka, dan Budha.
Sistem Penanggalan Kalender Syamsiyah
Dalam sistem kalender Solar atau Syamsiyah, satu tahun dibagi menjadi 12 bulan, dengan jumlah hari untuk setiap bulannya bisa berjumlah 28, 29, 30 atau 31 hari. Hal ini terjadi karena gerakan bumi mengelilingi matahari butuh waktu 365 hari 5 jam 48 menit (365,2444 hari) di 1 periode.
Kalender Masehi atau Gregorian adalah jenis kalender sistem Syamsiyah yang umum digunakan di seluruh dunia. Mengutip artikel di laman Kemenag, penanggalan ini dibuat oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 untuk menyempurnakan kalender Julian (Yustinian) yang melenceng jauh dari posisi matahari waktu itu.
Penanggalan Masehi dimulai sejak tahun kelahiran Isa Al-Masih, atau 400 tahun sebelum sistem ini dibentuk. Dalam sistem Gregorian, setiap angka tahun yang tidak habis dibagi 4 atau 400 disebut dengan tahun Basithah dengan total 365 hari dalam setahun.
Adapun tahun yang habis dibagi 4 disebut tahun Kabisat (366 hari). Urutan total hari dari Januari hingga Desember dimulai dari hitungan 31 lalu 30 hari. Khusus bulan Februari, total harinya ada 28, dan jika di tahun kabisat 29 hari.
Di kalender Masehi, hitungan hari dimulai dari Senin hingga Minggu dan bulan Januari sampai Desember. Penanggalannya dimulai dari pukul 24.00 atau 00.00 dini hari.
Penetapan tanggal dalam penanggalan Masehi berdasarkan perubahan musim yang terjadi akibat peredaran semu matahari.
Saat posisi Matahari berada di ekuator, maka itu tanggal 21 Maret. Ketika posisi Matahari berada di titik balik utara, maka itu tanggal 21 Juni.
Lalu, saat posisi Matahari kembali di titik ekuator berarti tanggal 22 September, dan di titik balik Selatan adalah tanggal 22 Desember, begitu seterusnya.
Sistem Penanggalan Kalender Qomariyah
Kalender Lunar atau Qomariyah adalah sistem penanggalan yang dihitung berdasarkan pada posisi Bulan mengelilingi Bumi. Sistem ini mendasari penanggalan kalender Hijriyah atau kalender Islam.
Kalender Hijriyah ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khatab di tahun ke-3 masa pemerintahannya. Pengukuhan kalender hijriyah bermula dari usulan Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari yang sempat kesulitan mengarsipkan surat tanpa tanda tahun di masa awal pemerintahan Umar.
Hal ini disebabkan pada masa itu masyarakat bangsa Arab lazimnya hanya menyematkan tanggal dan bulan dalam dokumen. Pengingat tahun disematkan hanya pada salah satu kejadian penting dari banyaknya peristiwa sepanjang tahun, seperti tahun Gajah.
Tanggal 1 Muharam 1 Hijriyah ditetapkan bertepatan dengan hari awal hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan umat muslim dari Mekkah ke Madinah. Dalam kalender Syamsiyah, peristiwa ini terjadi pada hari Jumat tahun 622 Masehi.
Dalam sistem penanggalan Qomariyah, setiap 12 kali putaran Bulan (1 tahun) memerlukan waktu rata-rata 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,372 hari. Artinya, penanggalan Qomariyah (Hijriyah) lebih cepat 10 atau 11 hari dari Kalender Syamsiyah setiap tahunnya.
Mengutip dari situs Kemenag, untuk menghilangkan angka pecahan maka diadakan daur windu yang berumur 30 tahun. Hal ini mengakibatkan terjadinya 11 kali tahun kabisat pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26 dan 29.
Tahun yang angkanya setelah dibagi 30 bersisa angka di atas, maka disebut tahun kabisat dengan total 355 hari. Sementara yang tidak bersisa adalah tahun pendek dengan jumlah 354 hari. Umur bulannya adalah 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 untuk bulan genap, kecuali bulan Dzulhijjah (30 hari saat tahun kabisat).
Dalam penanggalan kalender Qomariyah, tanggal 1 jatuh ketika bulan sabit pertama kali terlihat. Kemudian, cahaya bulan semakin membesar dan berbentuk badar (purnama) sampai tanggal 15.
Setelah itu, dari tanggal 16 sampai 29/30, cahaya bulan semakin mengecil dan akhirnya hilang menjadi bulan mati (muhak). Pergantian hari di penanggalan Qomariyah terjadi setelah Matahari terbenam.
Dikutip dari laman NU Online, dalam menentukan hari ibadah umat Islam seperti Puasa Ramadhan dan Idul Fitri, pengamatan langsung terhadap umur bulan (awal/akhir) menjadi salah satu metode yang dipakai, selain hisab (hitungan matematis-astronomis). Metode yang dikenal dengan istilah rukyatul hilal itu sudah dipraktikkan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Semisal pada tanggal 29 umur bulan hilal masih belum terlihat maka diberlakukan istikmal, yakni membulatkan usia bulan menjadi 30 hari. Namun, jika pada tanggal 29 umur bulan, hilal sudah terlihat, keesokan harinya ditetapkan sebagai awal bulan baru atau tanggal 1.
Penulis: Dewi Rukmini
Editor: Addi M Idhom