tirto.id - Uji coba penerapan tilang elektronik mulai diterapkan di sejumlah titik di Jakarta sejak 1 Juli hingga 21 Agustus 2019. Selama 52 hari, Ditlantas Polda Metro Jaya mencatat ada 11.290 pelanggar yang tertangkap oleh 12 kamera di sepanjang ruas Sudirman-Thamrin.
Menurut Wadirlantas Polda Metro Jaya AKBP I Made Agus Prasatya, jumlah pelanggar secara umum mengalami penurunan karena penerapan tilang elektronik. "Kami melihat kesadaran berlalu lintas masyarakat tinggi. Jumlah pelanggar turun dua persen," ujarnya saat dihubungi Tirto.
Meski begitu, tidak mengenakan sabuk pengaman rupaya jadi pelanggaran terbanyak yang dilakukan pengendara mobil. Agus menguraikan, dari jumlah 11.290 pelanggar tersebut sebanyak 8.150 pelanggar tidak mengenakan sabuk pengaman. Posisi itu diikuti oleh pelanggaran area ganjil genap yang mencapai 2.436 kendaraan, dan 704 pelanggar menggunakan telepon genggam selama menyetir.
Padahal regulasi terkait sabuk pengaman telah diatur dalam Pasal 289 Juncto Pasal 106 ayat enam dengan sanksi pidana kurungan satu bulan, atau denda paling banyak Rp 250 ribu.
Sabuk pengaman sendiri merupakan salah satu fitur keselamatan pasif di kendaraan bermotor roda empat. Teknologi ini dirancang untuk menahan pengemudi atau penumpang agar tetap di tempat apabila terjadi tabrakan atau kecelakaan. Tak ayal ia harus selalu ada dan dipakai oleh pengguna mobil.
Training Director The Real Driving Center Marcell Kurniawan mengatakan pengguna mobil yang tidak memakai sabuk pengaman berisiko lebih besar mendapat efek kecelakaan yang fatal. "Sabuk pengaman dirancang untuk mengurangi luka dengan menahan pengemudi/penumpang ketika terlempar dari kursi," katanya kepada Tirto.
Lebih lanjut, fitur sabuk pengaman akan lebih sempurna melindungi tubuh jika mobil dilengkapi dengan airbag. Marcell menjelaskan, dorongan ke depan yang begitu kuat saat kecelakaan akan membuat badan dan kepala secara natural akan lebih condong ke depan.
Pada saat yang sama, ledakan airbag akan melindungi kepala dari benturan keras dan seat belt akan menahan tubuh terlempar dari kursi. "Kalau tidak memakai sabuk pengaman, saat kecelakaan frontal malah akan terkena ledakan airbag secara langsung. Itu bisa lebih fatal akibatnya," jelas Marcell.
Kenapa Tidak Memakai Sabuk Pengaman?
Pelanggaran pengguna mobil yang abai menggunakan sabuk pengaman tidak hanya terjadi di Indonesia. Di sejumlah negara, rupanya masih banyak orang-orang yang malas memakai seat belt, terutama bagi penumpang belakang.
BBC melaporkan, dari 787 korban kecelakaan yang meninggal di Inggris pada 2017, sebanyak 27 persennya tidak mengenakan sabuk pengaman. Jumlah pelanggaran tidak memakai sabuk pengaman ini meningkat dari tahun 2016 yang hanya 20 persen.
Dari jumlah tersebut, mayoritas pengemudi dan penumpang umumnya berusia 17-34 tahun. Rentang usia ini memang tercatat memiliki kebiasaan yang rendah dalam menggunakan seat belt, serta dikombinasikan dengan tingkat kecelakaan tertinggi.
Departemen Transportasi Inggris juga mencatat alasan orang-orang yang tak memakai sabuk pengaman. Beberapa di antaranya mengatakan seat belt tidak nyaman dipakai. Sementara itu, yang lain mengatakan itu tergantung jenis perjalanannya, apakah mereka akan berkendara lama lewat jalan tol, atau hanya sebentar berkendara di jalan raya.
Pakar Keselamatan dari Konsultan Berkendara RAC Pete Williams berujar jika pengguna mobil merasa aman berada di dalam mobil yang tertutup, alasannya karena fitur keselamatan lengkap seperti kantung udara, pengereman otomatis, dan perlindungan benturan samping.
"Sangat mengejutkan, ternyata banyak orang naik mobil tanpa mengenakan sabuk pengaman. Padahal sudah jelas, tanpa sabuk keselamatan risiko kecelakaan fatal lebih tinggi,” tuturnya, masih dari BBC.
Sementara itu, Ian Reagan, psikolog dan analis penggunaan seat belt dari Insurance Institute for Highway Safety mengatakan bahwa salah satu alasan penumpang mobil tak memakai sabuk keselamatan ketika duduk di belakang adalah mereka merasa aman karena akan mendapat efek tabrakan paling terakhir. Mereka pikir, penumpang bagian belakang tak akan mendapat cidera lebih buruk dari penumpang depan waktu kecelakaan terjadi.
"Sebuah kesalahpahaman besar bahwa orang-orang merasa lebih aman di kursi belakang daripada kursi depan. Penelitian telah menunjukkan bahwa penumpang di belakang yang tidak mengenakan sabuk pengaman berisiko tiga kali lebih besar mendapat cedera serius ketimbang mereka yang memakai sabuk pengaman,” terangnya kepada New York Times.
Jasa Abadi Nils Bohlin
Sabuk pengaman barangkali adalah salah satu penemuan penting di abad ke-19, terutama bagi inovasi dalam sistem keselamatan kendaraan roda empat. Sejak ditemukan pada 1959, tercatat jutaan jiwa dapat diselamatkan dari kecelakaan mobil yang terjadi di seluruh dunia.
Sebelum tahun 1959, hanya ada sabuk pengaman dua titik yang tersedia di sebagian besar mobil. Sabuk dua titik ini umumnya hanya membelit bagian pinggang, tubuh bagian atas masih leluasa bergerak. Secara konsep, sabuk ini mirip dengan gesper di perut Anda. Ia sangat praktis tapi tidak efektif mengurangi dampak kecelakaan.
Masih dari New York Times, sebuah kecelakaan yang menimpa kerabat CEO Volvo Car Corporation Gunnar Engelau, telah memotivasi perusahaan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan mobil-mobil produksinya. Maka pada 1958, Volvo merekrut Nils Bohlin, seorang insinyur kursi pelontar pesawat tempur untuk menjadi Chief Safety Engineer pertama.
Bohlin, yang piawai dengan sabuk keselamatan empat titik seperti yang jamak berada di pesawat tempur, tahu bahwa sistem ini tidak memberikan efek baik dalam kecelakaan mobil. Dalam mendesain sabuk pengaman baru, ia berkonsentrasi untuk menyediakan metode lebih efektif dalam melindungi pengemudi serta penumpang terhadap dampak deselarasi yang begitu cepat saat terjadi kecelakaan.
Dengan jangka waktu setahun, Bohlin telah mengembangkan sabuk pengaman tiga titik yang pertama kali diperkenalkan pada mobil Volvo tahun 1959. Sabuk pengaman ini disebut dapat menahan tubuh bagian bawah dan atas dengan menahan titik jangkar.
"Saya menyadari tubuh bagian atas dan bawah harus dipegang dengan aman di tempat dengan satu sabuk tali di dada dan pinggang. Sabuk itu juga membutuhkan titik jangkar yang tidak tergoyahkan di samping pinggul pengguna, sehingga sabuk itu bisa memegang tubuh dengan benar selama tabrakan," tuturnya.
Penemuan yang menghebohkan dunia otomotif ini lantas ditanggapi dengan bijak oleh Volvo. Atas dasar alasan keselamatan, Volvo menyediakan bagi siapa saja produsen mobil yang menginginkan paten fitur keselamatan ini secara gratis. Maka sejak itu, semua kendaraan baru di AS, Eropa atau negara lainnya mulai mengusung sabuk pengaman tiga titik buatan Bohlin.
Menurut National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), sabuk pengaman tiga titik telah menyelamatkan 11.000 jiwa setiap tahunnya di AS. "Kami percaya bahwa ia adalah penemu hebat, seorang penemu dengan hati nurani yang berkontribusi besar untuk keselamatan di jalan," kata Victor Doolan Chief Executive and President Volvo Cars of North America.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara