tirto.id - PKS dan Partai Demokrat sebagai calon terkuat mitra koalisi Partai Nasdem sama-sama menawarkan bakal calon wakil presiden untuk Anies Baswedan. Hal ini tidak lepas dari sikap Nasdem selaku pengusung Anies yang membolehkannya mencari dan menentukan cawapres sendiri sebagai pendamping pada Pemilu 2024.
Anies Baswedan pun mengungkap tiga syarat untuk menjadi bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi dirinya dalam kontestasi pemilu mendatang. Kriteria ini ditegaskan Anies dalam peluncuran program penjaringan caleg “Nasdem Memanggil” di Nasdem Tower, Jakarta Pusat pada Senin malam, 17 Oktober 2022.
“Saya rasa tidak ada ketentuan, tapi saya melihat dari tiga kriteria. Antara lain: Satu, memberikan kontribusi dalam pemenangan. Kedua, membantu memperkuat stabilitas koalisi. Ketiga, bisa membantu dalam pemerintahan yang efektif,” kata Anies.
Pernyataan Anies soal kriteria bakal cawapres pun disambut PKS dan Demokrat dengan menawarkan kader terbaik mereka. Partai Demokrat misal menyodorkan nama ketua umum mereka, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY.
“Kalau kami cermati, langkah Anies yang mematok tiga kriteria dan ingin menentukan secara seksama dalam menentukan cawapresnya sudah tepat. Kata kuncinya, bisa berkontribusi dalam pemenangan, koalisi, dan pemerintahan,” kata Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra dalam rilis tertulis, Rabu (19/10/2022).
Herzaky menyebut, AHY bisa memfasilitasi Anies untuk maju dalam Pemilu 2024 karena Nasdem belum memenuhi syarat ambang batas presidential threshold. Ia menilai, kehadiran cawapres penting dalam pembentukan koalisi dan membentuk stabilitas koalisi.
“Kalau tidak punya power dalam pembentukan dan stabilitas koalisi, beratlah,” ujar Herzaky.
Ia mengklaim, AHY punya sejumlah kelebihan karena menakhodai Partai Demokrat. Ia yakin, sistem Demokrat akan bekerja baik dalam mengampanyekan Anies, terutama untuk mendapatkan suara anak muda yang usianya di bawah 40 tahun.
“Apalagi kalau ternyata sosok vote getter ini juga punya tim dan pasukan yang solid, memimpin organisasi besar yang bisa membantu merekrut suara, membantu pemenangan,” kata Herzaky.
Meski demikian, Demokrat meminta Anies untuk tidak terburu-buru dalam menentukan nama bakal cawapres. Hal itu dikarenakan pelaksanaan pemilu masih lama sehingga perlu dilakukan dengan hati-hati.
“Tidak perlu terburu-buru apalagi memaksakan sosok-sosok yang sudah jelas elektabilitasnya rendah, dan tidak bakal punya kontribusi dalam membangun koalisi,” kata dia.
Sementara itu, PKS menawarkan eks Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher sebagai pendamping Anies.
“Di PKS kita punya tiga kriteria, yaitu capacity to win (kapasitas untuk menang), capacity to govern (kapasitas untuk menjalankan pemerintahan), capacity to unite (kapasitas untuk bersatu dan menyatukan)” kata Juru Bicara DPP PKS, M. Kholid saat dihubungi Tirto pada Rabu (19/10/2022).
Kholid pun mengatakan, PKS tidak hanya punya Aher sebagai calon. Ia mengatakan ada nama Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan eks Presiden PKS Sohibul Iman.
Nasdem Minta PKS & Demoktrat Tak Memaksakan Kader Mereka
Partai Nasdem pun langsung bersikap setelah partai-partai yang berpotensi besar berkoalisi dengan mereka mulai bicara soal kandidat cawapres.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Ahmad Ali meminta, kandidat partai koalisi yaitu Partai Demokrat dan PKS untuk tidak memaksakan kader mereka menjadi bakal cawapres walaupun Anies bisa memilihnya sendiri.
“Sebaiknya ada kebesaran hati partai politik koalisi untuk tidak memasang target atau memasang syarat koalisi dengan mensyaratkan bahwa cawapres harus dari kadernya. Jangan begitu,” kata Ahmad Ali saat dihubungi Tirto.
Ia pun meminta partai yang hendak berkoalisi untuk memenangkan Anies agar tidak berebut kursi cawapres. Sebab, ia khawatir perjalanan koalisi justru bisa terganggu. Ia menegaskan Nasdem ingin koalisi yang terbentuk berprinsip kebangsaan dan demi masa depan.
“Ketika setiap partai koalisi memasang syarat kadernya harus cawapres, maka bisa tidak muncul kepatuhan untuk berkoalisi. Nantinya stabilitas koalisi tidak akan tercapai,” kata dia.
Selain itu, kata dia, Nasdem juga berharap cawapres yang diusung bisa lahir dari orang non-partai yang statusnya serupa dengan Anies Baswedan.
“Koalisi yang dibentuk ini adalah koalisi kebangsaan untuk memfasilitasi orang-orang yang tidak berada di internal partai pengusung. Supaya tidak terjadi konflik dan kesannya hanya mau menang-menangan,” kata dia.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai, lazim partai-partai berebut kursi cawapres. Ia beralasan, parpol lain seperti PKS dan Demokrat layak berebut kursi cawapres Anies, sebab mereka berpikir Anies sebagai jatah Nasdem.
“Saya pikir kompetisi para parpol memperebutkan kursi cawapres AB [Anies Baswedan] itu adalah upaya mencari bentuk keseimbangan dalam koalisi di mana capres adalah jatahnya Nasdem, maka cawapres ‘diplot’ sebagai jatahnya mitra koalisi lainnya. Kalau dalam dinamika politik, soal pembagian jatah nominasi adalah bentuk win-win solution. Jadi saya pikir itu lumrah dan lazim,” kata Wasisto kepada Tirto, Kamis (20/10/2022).
Wasisto menilai partai ngotot untuk memasukkan kader mereka demi membuat komposisi ideal dalam pengusungan capres-cawapres. Ia menilai, koalisi tetap harus aktif sekaligus memberi pesan bahwa koalisi tidak sekadar alat untuk memenangkan Anies sebagai presiden di Pemilu 2024.
Wasisto menilai, friksi-friksi seperti penentuan cawapres antar-parpol harus dikelola oleh Nasdem sebagai pengusung utama. Hal itu dilakukan agar friksi internal koalisi tidak membawa dampak buruk bagi koalisi. Sebagai contoh, partai koalisi menentukan kursi menteri sebagai kompensasi. Ia beralasan, koalisi bisa saja hancur jika tidak dikelola dengan baik.
“Potensi itu ada (koalisi pecah akibat pemilihan kursi cawapres yang tidak diakomodir partai), oleh karena itulah diperlukan peran aktif Nasdem untuk bisa memoderatori aspirasi para mitra koalisinya. Namun kalau dalam kalkulasi sekarang, sepertinya potensi koalisi pecah itu minim,” kata Wasisto.
Sososk Cawapres Dinilai Berperan dalam Pemenangan
Founder dan sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago berbicara lebih jauh. Ia menilai partai lazim untuk mendorong kader mereka sebagai cawapres Anies. Namun ia mengingatkan pemilihan cawapres bukan sekadar nyaman-tidak seorang capres kepada cawapresnya, tetapi bagaimana dalam memenangkan kontestasi.
“Soal cawapres ini sebenarnya ada dua hal. Pertama, bisa saja orang cawapres itu penting mencari kenyamanan, cawapres yang nyaman, tapi bisa saja orang bicara cawapres itu bagaimana menang. Kalau nyaman tapi nggak menang, untuk apa cawapresnya?" kata Pangi kepada reporter Tirto.
Pangi mengakui kebutuhan cawapres yang nyaman penting bagi seorang capres ketika nanti mereka menang. Akan tetapi, kemenangan penting dalam memenangkan pemilu.
Pangi memahami bahwa partai sangat ingin mengejar kursi cawapres demi meningkatkan potensi kemenangan dalam Pemilu 2024. Ia mengatakan, partai mengejar efek ekor jas ketika mereka menjadikan kadernya sebagai cawapres.
Ketika kader suatu partai, misal Demokrat atau PKS diusung sebagai capres atau cawapres, maka partai mengejar efek elektoral dari kandidasi capres-cawapres cukup besar. Oleh karena itu, ada sejumlah kejadian 'kawin paksa' dalam politik, terutama pemilihan kepala daerah, sehingga seorang kandidat berjalan bersama kandidat lain atas kehendak partai.
Namun Pangi mengingatkan, posisi cawapres akan sangat menentukan dalam Pemilu 2024. Ia beralasan, para kandidat yang akan maju dalam Pemilu 2024, terutama 3 kandidat bakal calon presiden teratas seperti Ganjar Pranowo, Anies dan Prabowo Subianto, punya tingkat keterpilihan yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian, cawapres berperan untuk membantu kemenangan pasangan capres.
“Artinya ini masih sangat kompetitif dan masih sangat dinamis tidak ada yang terlalu moncer, tidak ada yang terlalu menonjol dalam segi elektabilitas sehingga dengan demikian faktor wakil itu menjadi [kunci] kemenangan justru," kata Pangi.
“Itu (kesalahan pemilihan cawapres) bunuh diri, bisa berbahaya bagi capresnya. Misalnya Anies salah gandeng cawapres, itu Anies bisa kalah, Ganjar misalnya salah menggandeng cawapres, itu bisa kalah," tegas Pangi.
Ia mengakui, kewenangan pemilihan cawapres ada pada parpol, bukan pada Anies. Akan tetapi, Pangi menyarankan agar partai tidak memaksakan kehendak kader mereka menjadi cawapres Anies karena hal tersebut berpotensi mengaburkan target utama partai, yakni memenangkan pemilu.
“Misi dari partai untuk menang. Kalau untuk menang dia tidak bisa ngotot maksakan pendapat, keinginan pribadi, keinginan masing-masing partai. Harus ada yang berpikir lebih negarawan,” kata Pangi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz