tirto.id - Konflik agraria dan sengketa lahan menjadi salah satu bahasan panas saat debat calon wakil presiden (cawapres), Minggu (21/1/2024). Cawapres nomor 1 Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD (cawapres nomor urut 2) sempat memaparkan data yang sama, yakni adanya lebih dari 2.500 kasus mengenai tanah adat yang tercatat di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Konsorsium Reformasi Agraria (KPA), sepanjang periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (2015—2023) terdapat hampir 3 ribu ledakan konflik agraria di Indonesia, tepatnya sebanyak 2.951 konflik. Ribuan konflik itu berdampak ke 1,7 juta kepala keluarga (KK) dan 6,3 juta hektare (ha) lahan.
Sektor perkebunan menjadi yang paling banyak mencatatkan kasus, jumlahnya mencapai 1.131 konflik dengan area lahan terdampak seluas 2,7 juta ha. Selanjutnya, ada sektor properti (609 konflik, 225 ribu ha), infrastruktur (507 konflik, 553 ribu ha), kehutanan (213 konflik, 1,8 juta ha), serta pertambangan (205 konflik, 817 ribu ha).
Untuk diketahui, data yang dihimpun KPA berasal dari pelaporan korban, anggota dan jaringan KPA, pemantauan lapangan, pemantauan media massa, database konflik dalam sistem respon cepat darurat agraria, dan hasil investigasi lapangan oleh KPA.
KPA lewat Catatan Akhir Tahun 2023 yang terbit Rabu (17/1/2024) lalu menyebut kondisi itu telah mengantarkan Indonesia ke dalam krisis agraria.
Melihat trennya, terjadi kenaikan jumlah konflik pada tahun 2023 dibanding tahun 2022 dan 2023. Namun, melihat secara historis, ledakan konflik dalam sembilan tahun terakhir paling banyak terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah kasus mencapai 659 konflik.
Dari kacamata KPA, adanya proyek strategis nasional (PSN) juga memicu konflik agraria baru. KPA mencatat antara tahun 2020—2023 ada 115 konflik agraria yang terkait dengan PSN.
"Kencangnya pembangunan dan investasi di era pemerintahan Joko Widodo berjalan linear dengan laju eskalasi letusan konflik agraria di berbagai wilayah," begitu isi pesan KPA.
KPA menilai pemerintah luput dalam menghormati hak-hak rakyat di wilayah pembangunan dan investasi. Akhirnya, berujung ke penggusuran dan perampasan tanah.
Adapun angka konflik agraria zaman Presiden Jokowi, menurut KPA, lebih tinggi dibanding saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sepanjang presiden SBY memimpin (2005—2014), tercatat ada 1.520 konflik dengan luasan lahan yang terdampak 5,7 juta ha dan lebih dari 970 ribu KK terdampak.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id
Editor: Shanies Tri Pinasthi